Cowok Ekspresif (CERPEN GAY)
Author: Lian48
Enjoy it~
-Habil POV-
Di bioskop, aku melirik orang yang duduk di sampingku
terduduk tegang dengan memeluk dadanya, kadang dia menggenggam tanganku ketika
ada adegan mengejutkan, itu ekpresi dari ketakutannya akan film horror yang
sedang kami tonton.
Namanya Dirga, pemuda berumur 20 tahun yang berwajah manis
namun berpenampilan serampangan dan berkepribadian keras. Kadang dia imut namun
kadang garang, dia selalu membuatku gemas. Beberapa hari lalu dia curhat bahwa
kekasihnya memutuskannya tanpa alasan, padahal dia sangat mencintai ceweknya
itu. Maka dari itu aku berusaha mengajaknya menghabiskan waktu bersamaku,
mungkin ideku sedikit aneh...
orang patah hati diajak menonton horror? Kalau
komedi aku rasa sudah mainstream, mungkin dia akan tertawa saat menonton namun
jika filmnya selesai perasaan suramnya akan kembali. Beda halnya dengan sensasi
horror, aku rasa akan lebih melekat di batinnya, paling tidak rasa takutnya
bisa menutupi sakit hatinya. Syukur-syukur dia yang ketakutan mau mengajakku
bermalam hehe.
Sekarang Dirga memeluk lenganku, menyembunyikan wajahnya di
balik jaketku, aku sedikit tersenyum. Aku dapat mengendus aroma shamponya yang
menenangkan, haah... aku hanya fokus akan sosoknya, bukannya ketakutan karena
film, celanaku justru menyempit karena aroma dan juga sentuhannya.
Saat adegan menyeramkan mulai hilang, dia mulai melepaskan
pelukannya. Aku melihat sosoknya yang cukup terselimuti kegelapan, dia
mengenakan kaos merah, jaket berbahan
jeans, dan celananya yang sobek-sobek. Tatapannya fokus pada layar, aku bisa
melihat jakunnya yang naik turun saat dia menelan air liurnya. Film terus
berjalan, aku hanya sibuk memikirkan bagaimana caranya aku membuat posisi kami
lebih nyaman.
Secara perlahan tangan kiriku mencoba merangkul Dirga yang
duduk di sebelah kiriku, sedangkan tangan kananku mencoba menggenggam tangan
kanannya. Tidak ada pemberontakan, dia justru membalas genggaman tanganku,
senyumku merekah selebar mungkin.
Aku teringat saat pertama kali kami saling mengenal.
Sebenarnya aku seorang vokalis dari band indie, band kami berjalan lancar hanya
saja ayahku menghancurkan segalanya. Dia memintaku untuk mengurus usahanya di
bengkel, awalnya aku tidak mau. Tapi aku juga tidak ingin membuat ayah kecewa
sehingga aku menerima perintahnya. Aku hanya ingin membuat hidup orang lain
berarti.
Tidak seburuk yang aku pikirkan, ternyata jalan yang Tuhan
berikan ini lah yang membuatku menemukan cintaku, Dirga. Dia adalah salah satu
montir dari bengkelku, dia pekerja keras, tidak kenal lelah dan dia jujur.
Walaupun sifat tempramentnya kadang membuat pelanggan ketakutan.
“Bil, udah habis filmnya...” kata Dirga sambil mengguncang
tanganku, aku tersadar dari lamunanku dan tersenyum saat mengusap kepalanya.
“Ah sorry, gimana kalau kita cari makan?” tanyaku lembut.
“Kalau gratisan sih gue gak pernah nolak hehe...” ucapnya
memberi kode.
“Iya iya, aku yang traktir.” Ucapku sambil berdiri, kami
mulai berjalan keluar dari bioskop itu awalnya santai saja, saling bergurau dan
dia bercerita tentang film tadi dengan antusias, sepertinya dia sudah melupakan
sedikit rasa sakit hatinya.
Tapi mendadak mataku membulat saat melihat Dewi mantannya
Dirga sedang asik bergandengan dengan lelaki lain, aku berusaha mengecoh Dirga,
“Eh Ga, kita kesana yuk.. kayanya seru...” bujukku sambil menoleh ke belakang
dan mengarahkan tubuhnya, aku tidak mau Dirga galau lagi.
“Apaan sih lu mendadak aneh gitu. Gak ah... gue kan laper,
food courtnya di sana kan...” ucapannya terhenti saat menunjuk arah di depannya
karena akhirnya dia melihat apa yang seharusnya tidak boleh dilihat.
Dengan berang dia mendatangi Dewi, “Siapa nih?!!!” tanya
Dirga dengan nada lantang.
Dewi memutarkan bola mata seolah malas, “Pacar aku lah
emangnya siapa lagi..” balasnya tidak kalah lantang.
“Ohh jadi cowok ini yang bikin lu mutusin gue? Bitch lu!!!”
bentak Dirga.
Cowoknya Dewi tidak tinggal diam, dia cengkram leher baju
Dirga, “Eh lu jangan kasar sama cewek gue ya!!”
Dengan bringas Dirga menghajar cowok tadi tanpa ancaman
ataupun ancang-ancang, “Bajingan lu!!! Aaarghh... cowok pengambil pacar orang
dengan cewek peselingkuh! Ok serasi, makan tuh cewek jalang!!” bentak Dirga
sambil menendang cowok tadi tanpa ampun.
Aku langsung memeluk pinggangnya saat melihat di kejauhan
ada banyak satpam berlarian, “Udah... kita kabur sekarang.” Bisikku, Aku
berusaha menyeretnya walau dengan keras kepalanya Dirga masih menghajar cowok
tadi.
Tapi aku hentak
tangannya agar cepat kabur, aku menunjuk satpam tadi dan kami pun lari. Aku
tidak mau masalah ini membuatnya berurusan ke kantor polisi, cukup lah cowok
tadi babak belur untuk membalaskan amarahnya sedari tadi.
Wajahnya benar-benar murung sekarang, tidak lagi aku lihat
antusias dari matanya, “Kita makan apa?” tanyaku hati-hati.
Dirga hanya diam sambil tertunduk dengan tinju yang
mengepal, terus berjalan hingga keluar mall, cukup lama dia membalas ucapanku,
“Gue gak nafsu makan, Bil.”
Aku menepuk bahunya dan tidak memaksakan, aku hanya
menuntunnya ke mobilku di parkiran. Setelah masuk di mobil dia memukul dasbor
dengan kesal, kemudian dia menangis histeris sambil menutupi wajahnya,
“Aaaaargghh sial banget tuh cewek!! Kenapa gue dibikin sekecewa ini!!!”
Aku hanya menepuk kepalanya pelan, “Free hugs untuk sobatku
yang sedang patah hati.” Tawarku, tidak menunggu lama dia langsung mendekapku
erat. Aku ikut merasakan keperihannya saat dia menggerang kesal, dia meremas
baju di bahuku sedangkan dadaku basah total karena air mata, ingus maupun air
liurnya yang tumpah ruah.
Aku menciumi kepalanya dengan lembut, “Tuhan baik sama kamu
makanya kalian dijauhkan, karena kamu terlalu baik buat cewek jalang kaya dia.”
Ucapku menenangkan.
“Gue tau... tapi gue gak ngerti kenapa rasanya sakitttt!!”
ringisnya sambil tersengal-sengal. Aku angkat dagunya dan spontan tertawa
melihat ingusnya yang belepotan kemana-mana, Dirga langsung memukul dadaku,
“Rese lu.. malah ngetawain gue!” rajuknya sambil membuang muka.
Aku mengambil tissue kemudian menarik lagi wajahnya untuk
kubersihkan, “Lucu banget, hidungmu sampai merah kaya gini.. udah lah, mana
Dirga yang sangar, garang yang katanya ngalahin preman pasar itu? Masa iya
cemen sih, nangis, ngehancurin harga diri demi cewek yang jalang kaya gitu.”
Pancingku.
Dia langsung membersihkan wajahnya lagi, tatapannya seolah
bersemangat dan sinis, “Iya.. gue pasti bisa! Gue kuat kok... tapi gue galau
aaakhh..” dia kembali menangis di pelukanku. Ah ya sudahlah, mungkin tidak
mudah berada di posisi seperti itu, dia hanya perlu waktu untuk tenang. “Habil,
gue nginep di tempat lu ya.. gue bener-bener nyesek kalau sendirian. Gue galau
maximal, kalau sendirian gue bisa bunuh diri nih.” Ucapnya lebay.
Aku kembali terkekeh, “Lebay ah.. masa bunuh diri karena cinta. Yaudah aku temani.”
Aku berharap penuh atas menginapnya Dirga, dia memang sering
menginap yang membuatku bisa mengambil banyak kesempatan untuk melakukan hal
yang ‘mendalam’ apalagi Dirga termasuk bocah yang manja, dia tidak risih
berpelukan ataupun dipangku olehku, mungkin karena sosokku yang selama ini
hangat mampu membuatnya merasa memiliki kaka bersamaku sehingga dia tidak segan
lagi denganku.
Yang dimaksud hal ‘mendalam’ yaa eumm ketika kami tidur
bersama aku bisa menyentuh tubuhnya, kami sering mandi bersama, atau menonton
‘video’ bersama dan melepaskan ‘hasrat’ dengan ‘kerja sama’ tapi mungkin semua
itu normal di mata Dirga, ya memang begitu lah gaya hidup cowok-cowok yang
sudah sangat akrab meskipun mereka normal, tapi sisi romantis itu kadang
melekat tanpa sengaja. Bisa disebut kami ini bromance.
Sesampainya di rumah, aroma wangi bronis mendominasi
rumahku, “Wah ada yang masak kue hasek hasek!” teriak Dirga semangat berlari ke
dapur, dasar tukang makan. Galaunya langsung hilang jika melihat makanan. Dan
jangan heran dengan sikap Dirga yang seenaknya di rumahku, dia sudah dianggap
seperti keluarga di rumah ini karena sikapnya yang mudah akrab.
Saat masuk ke dapur, aku lihat Rini memukuli kepala Dirga
dengan loyang, “Hei seenaknya saja colek-colek! Kan belum disajikan..” teriak
Rini, adik perempuanku yang masih SMA.
“Wah enak banget, beli dimana Rin?”
“Enak aja beli! Bikin tauk!”
Dirga langsung mencolek dagu Rini, “Wah baru tau gue cewek
judes kaya lu bisa masak hehe boleh dong..”
Rini mengembungkan pipi, “Boleh apa hah hah?”
“Boleh dong dipacarin hehe... ampun ampun becanda kali..”
ucap Dirga cengengesan ketika Rini siap ancang-ancang memukulnya dengan loyang
lagi. Aku menatap dengan mata tidak suka, mereka terlihat akrab dan potensi
mereka jadian sangat besar melihat chat mereka di BBM cukup akrab.
Rini kembali berteriak ketika Dirga mengambil banyak sekali
brownisnya, “Aaaaak bang Habil cepetan pasung istrimu yang liar ini! rese!”
Aku tertawa pelan, menjepit kepala Dirga di ketiakku
kemudian menyeretnya ke kamar. Bagaikan bocah dia menjilati jarinya yang
belepotan, mulutnya penuh dengan kue, dan bibirnya berantakan. Kadang melihat
dia yang menggemaskan seperti sekarang aku gemas ingin melahap bibir mungil
itu, sayangnya bibirnya bisa jadi milikku ketika dia tidur saja. Aku hanya menepuk wajahnya, “Makan blepotan
kaya bocah..”
“Biarin! Ucapin dong belcihin!!” rengeknya manja.
Aku langsung mendekatkan wajah, “Sini aku jilat..”
Dirga langsung menjitakku, “Najisss ahaha..” aku hanya
terdiam sambil memegang kepalaku, wajah Dirga langsung panik, “B-Bos Habil gak
kenapa-kenapa? Ampun jangan pecat saya!!” ucapnya sambil sujud-sujud.
Aku hanya terkekeh dan menarik badannya, “Ah santai aja,
kita kan udah kaya sodara.”
“Haseek sodara ahaha!” dia langsung menerjangku hingga
terjatuh di kasur, dia duduk di atas perutku sekarang, tingkah kekanakannya
kumat, aku balas menindihnya, tapi dia menghantam wajahku dengan bantal, kami
jadi perang bantal, saling serang, tindih dan tertawa-tawa.
Tapi akhirnya dia lelah juga dan menyerah, “Capek ahaha...”
mendadak Dirga menggenggam tanganku, aku berdebar kencang, “Bil, adek lu manis
ya.. kayanya gue bakal cepet move on nih..”
Mendadak wajahku yang tadinya ceria langsung murung, aku
hanya terdiam, tapi Dirga juga ikutan murung dan mendadak dia tertawa, dia
sangat ekspresif, “Hahaha... gue lucu ya.. gue terlalu ngarep. Ya walau lu udah
anggap gue kaya sodara tapi gak mungkin juga lu mau serahin adik semata wayang
lu sama gue, siapa gue? Gue Cuma montir kecil, Cuma bawahan lu ahaha.. iya gue
sadar diri.”
Aku menggeleng, “Bukan karena itu..”
“Lalu apa?”
Aku berdebar-debar, haruskah aku ungkapkan sekarang?
Tanganku dingin seketika saat aku berniat mengungkapkan segalanya, tapi
sulit... aku takut kebersamaan kami hilang, tapi disisi lain aku tidak akan
rela dia jadian dengan adikku sendiri, aku bisa combo sakit hati jika begini.
Aku harus memberanikan diri.
You never try, you never know...
Paling tidak aku harus mengetahui suatu kepastian, “Dirga,
aku sayang kamu..”
Dirga tertawa gelak sambil meninju dadaku pelan, “Yaelah
Bil, gue juga sayang lu kali. Lu sobat gue yang paling baik dan paling murah
hati.” Dirga langsung memelukku erat.
Aku mendorongnya perlahan, “Gak.. bukan sayang yang kaya
gitu. Aku sayang kamu, aku cinta kamu atas dasar hasrat yang terpendam, naluri
tentang asmara. Get it?”
Dirga terdiam dengan matanya yang membulat, apa dia masih
sulit menerima kenyataan? Apa dia masih mengira aku bercanda? Benar saja, dia
tertawa gelak. Aku geram, langsung aku tarik lehernya dan melumat bibirnya.
PLAK!
Sebuah tamparan panas menerjang wajahku, dia menutup
bibirnya, matanya berkaca-kaca, menampakan ekspresi seolah seperti gadis desa
*?* yang baru diperkosa, dia menggeleng kuat, dia memberikanku tatapan keji
sebelum akhirnya menghilang dari pintu kamarku. Aku terpaku di tempat dudukku.
Aku shock, apa dia membenciku? Aku langsung meneleponnya
puluhan kali tapi tidak juga diangkat, aku sms, aku bbm. Sama sekali tidak ada
respon, bbm hanya dia read. Lebih mengejutkan lagi saat aku mendapat kiriman
surat pengunduran diri darinya. Astaga! Seserius ini kah dampak yang harus aku
rasakan?
Aku menangis terpojok di kantorku, Dirga tidak sepicik itu
kan? Dia tidak mungkin membenciku karena aku seorang gay. Wake up Habil, dari
awal juga aku tau kan bahwa resiko ini pasti ada? Tapi... aku tidak siap! Aku
menginginkan Dirga.
-Dirga POV-
“Hahaha gila muka lu cemong...” ejek Jodi sambil mengoleskan
lagi bedak tabur ke wajahku, kami bermain kartu dengan taruhan yang kalah
dicemongin pakai bedak.
“Ah rese lu ntar gue balas!” ucapku kesal. Beginilah aktifitasku
semenjak jadi pengangguran, Cuma uring-uringan di kosan atau bermain-main
dengan teman sekosanku.
Mungkin kalian pikir
keputusanku ini terlalu ekstrime, tapi dia gay! Ya.. aku benar-benar tidak
menyangka kenapa dia bisa suka cowok? Sama sekali tidak mencurigakan, dia punya
kepribadian tenang, cool, tidak gemulai, benar-benar manly lah..
Aku tentu saja shock, apalagi mengingat aktifitas yang
sering kami lakukan, aaakh!! Sialan aku sudah telanjang di depan dia ketika
mandi bersama, pasti dia memikirkan fantasy yang aneh-aneh, pantas saja dia
‘bangun’ sssshhh itu kan menjijikan?
Berat memang, Habil orang yang baik, tapi aku merinding! Aku
tidak bisa terima, aku kecewa ternyata dia begitu. Pokoknya semua ini tidak
bisa diterima akal sehatku, aku merasa risih di dekatnya sekarang, aku takut
dia memikirkan yang macam-macam, apalagi dia menyukaiku, bagaimana bisa dia
menahan diri lebih lama? Aaah ciuman itu benar-benar mengacaukanku
sampai-sampai aku membencinya.
Di lorong terdengar suara larian, pintu digebrak kemudian
ada seseorang yang menamparku.
PLAK
Aku terpaku, saat mendongak rupanya Rini sedang menangis
menatapku kesal, “Lu apa-apaan sih? Datang-datang main tampar...” ucapku kesal.
“Kenapa aku didelcon? Sms gak dibalas, telepon gak
diangkat?!!” ucapnya seolah lagi nyanyi dangdut *?*
Aku menggaruk kepala yang tidak gatal, “Suka suka gue dong,
hp punya gue. Eh kangen ya sampe segitu marahnya?” ucapku genit sambil mencolek
dagunya.
Rini tepis kasar tanganku, “Kamu apain bang Habil?”
“Maksud lu? Hmmm datang-datang ngerusuh.. gue sengaja delcon
kalian soalnya gue udah gak mau lagi ada hubungan dengan kalian. Gue mau move
on!”
Rini geram dan dia menarikku keluar kamar, “Karena Bang Habil
sayang kamu? Apa sih salahnya menyayangi! Bang Habil juga gak mau ini semuanya
terjadi, tapi dia juga gak bisa kendalikan perasaannya! Kamu pikir sayang bisa
dikontrol hah?”
Aku memegang tengkukku yang merinding, “Lu aneh ya.. salah
lah, cowok naksir cowok itu salah. Lu malah ngedukung.”
“Sesalah apapun perasaan itu tapi harusnya kalian masih
tetap bisa berteman kan? Bukannya lari kaya gini!” Rini memukul dadaku kesal.
Aku menatapnya datar, “Gue gak bisa, gue jijik.. coba lu
ngertiin gue, lu jijik sama kecoa walau kecoa itu baik nyari nafkah buat
keluarga dia, tetap aja kan lu jijik? Emang lu mau temenan sama kecoa?”
“Oh jadi semenjijikan itu abangku di mata kamu, Dirga? Aku
gak nyangka kamu orang yang sepicik itu, memandang seseorang hanya dari statusnya,
padahal jelas-jelas bang Habil banyak berkorban buat kamu. Aku pikir kamu
tulus, harusnya pertemanan itu gak mandang status. Kamu jangan nyesel kalau
bang Habil pergi...” ucap Rini sambil membalikkan badan.
Aku langsung menangkap tangan Rini, “Maksud lu apa? Habil
pergi?”
Rini menoleh, menatapku dengan matanya yang basah, “Bang
Habil sakit parah, dan dia kumat lagi karena psikisnya terganggu akan
kepergianmu, Ga.”
“Oh hmm..” gumamku pelan, Rini langsung pergi. Aku terdiam
dalam posisisku, dengan pikiran yang berkecamuk. Astaga! Orang macam apa aku
yang berpikiran buruk tentang Habil!
Tapi tetep saja aku tidak bisa terima... apa aku terlalu
kekanak-kanakan ya dengan keputusanku? Aku mengingat-ingat dia orang yang
selalu ada saat aku susah maupun senang, sudah sering aku repotkan lahir batin,
dia orang yang sangat berpengaruh lah dalam hidupku. Tapi mengingat-ingat sisi
gelap yang lain... ketika kami main ‘burung’ aaaaarggh tidak burungku di pegang
gay! Dia pasti berpikir yang tidak tidak dengan menistakan badanku. Geli!
Tapi Habil sakit... aduh perasaan macam apa ini,
membayangkannya saja membuat dadaku nyeri. Ya wajar mungkin karena aku sayang
dia layaknya sahabatku yang lain, apalagi dia sudah seperti malaikat di dalam
hidupku.
Dengan cepat aku berlari mengejar Rini, syukurlah belum
terlambat karena dia baru membuka pintu mobilnya. Tanpa konfirmasi aku langsung
menerobos memasuki mobilnya, “Gue ikutan. Gue mau liat Habil..”
Rini tersenyum tenang, dari tatapannya seolah terbaca,
‘Syukurlah..’
Sepanjang jalan aku tidak banyak bicara, aku Cuma melamun
sambil menatap jendela. Sesekali aku membayangkan kebersamaan kami yang hangat,
aku baru sadar kalau kedekatan selama ini sudah seperti orang pacaran. Astaga..
tapi disisi lain rasanya takut, tanganku sampai dingin karena gelisah dengan
kondisi sekarang. Mataku panas membayangkan Habil dengan kondisi kritis, dan
aku hanya jadi orang bodoh yang menangisi penyesalan karena akhirnya aku baru
sadar kalau dia berarti, terus badannya terbalut kain kafan, dia jadi pocong
dan malam-malam mendatangiku sambil teriak, “Sodomi nih sodomi nih...”
Njirrr... aku jadi merinding sendiri. Disodomi pocong, nanti
keluar lagi judul absurd untuk film horror indonesia, ‘Pocong yang menyodomi’
Ngaah... aku berpikir terlalu jauh, sampai-sampai aku baru
sadar ternyata kami sudah sampai tujuan. Tapi kenapa di rumah? Ah.. mungkin
Habil perawatan inap di rumahnya, dia kan kaya, dia bisa angkut itu isi rumah
sakit ke kamarnya.
Dengan hati gelisah nan gundah gulana aku berlari ke lantai
atas, menggebrak kamarnya dan melihat pemandangan tidak elit, dia sedang
telanjang bulat dan menaik turunkan tangannya pada si ‘otong’. Aku langsung
menahan Rini yang juga ingin mencoba masuk, terdengar Habil gelabakan berlari
kesana kemari untuk mematikan DVD bokep yang dia tonton dan juga membenahi
badannya.
Sedangkan aku berteriak murka pada Rini, “Lu bilang dia
sakit!!!”
Rini terkekeh pelan, “Iya sakit... sakit hati kok.”
Aku langsung menarik kepang Rini, “Jadi lu bohongin gue
hah?!!!”
Rini langsung memelintir perutku, “Kamu tuh keras kepala,
kalau gak dipaksa mana mau. Sana masuk! Kamu tuh jangan membohongi diri
sendiri, nih liat mukamu pucat, matamu merah nahan tangis. Baru dibohongin gitu
udah cengeng.” Aku berjingkrak geram karena dibohongi, lalu buat apa aku disini
huft... “Udah kamu masuk aja. Aku tinggal nih.. kamu tuh masih care kan sama
Bang Habil. Yaa apapun jawaban kamu nantinya, aku mau kamu sampaikan dengan
cara baik-baik. Bukannya lari dari kenyataan.”
“Ehem... ada apa ini?” tanya Habil yang mengeluarkan secuil
kepalanya dari pintu.
Rini mendorongku mendekati Habil, “Ini, Dirga mau ngomong
katanya.”
“GAK!” elakku. Dasar tukang karang, seenaknya dia
memfitnahku. Tapi Rini malah menginjak kakiku nista dan menatapku garang. Cewek
memang merepotkan, sukanya main perintah.
Aku akhirnya terpaksa masuk kamar Habil. Tetap santai
seperti biasa. Habil ikut duduk di sisi kasurnya, bersebelahan denganku, kami
terdiam cukup lama. Entahlah.. suasana jadi canggung. Hingga akhirnya dia membuka
suara, “Sorry buat yang tadi... aku sedikit bosan jadi yaa ‘main-main’, Cuma
itu yang bisa jones lakuin di saat weekend.”
Aku mengibaskan tangan, “Nyantai aja.. gue tau siapa lu.
Kaya baru kenal aja, lagian kan kita sering main barreeng...” astaga kalimat
nista apa yang barusan aku ucapkan. Aku tertunduk dengan wajah memanas.
“Uhem...” Habil berdehem, terdengar sedikit canggung. Aku
memberanikan diri menatap wajahnya untuk pertama kalinya, astaga dia pucat
sekali. Bahkan matanya terlihat sembab. Apa semua karena aku?
“Gue minta maaf Bil...” lirihku.
Habil tertawa pelan, “Kamu gak salah kok... wajar sih.”
“Gue picik Bil... gue jahat berpikir buruk tentang lu. Gue
coba buka pikiran kalau gay juga manusia, ada yang baik ada yang buruk. Dan lu
termasuk yang baik dengan kualitas tinggi. Yang normal belum tentu baik, masih
banyak yang bejad. Status gak menentukan sih, tergantung individunya. Gue
lupain semua ucapan lu beberapa hari lalu, kita lakukan aktifitas kaya biasa
dan yaa kembali bersahabat kaya biasa.” Ucapku ceria.
Habil tersenyum, “Thanks, Ga..” tapi dia mulai menggenggam
tanganku, apa ya.. rasanya nyesss... cenat cenut.. gak jelas, sudah beda
euforianya. Intinya jadi... gugup! “Jadi benar-benar Cuma dianggap teman ya.
Mungkin aku yang terlalu geer dengan sikapmu selama ini, aku pikir kau punya
potensi sama sepertiku.”
“Gue sayang lu sih... tapi gay itu hal baru buat gue.”
Habil tertawa pahit, “Ok ok.. bisa jadi temenmu lagi juga
sudah membuatku tenang.”
Aku mengangkat dagu mantab, “Tapi gue mau deh pacaran...”
Habil membulatkan mata, “LOH? Kok cepat banget berubah
pikirannya.”
Aku menggaruk kepala, “Hehehe apa ya... penasaran aja..
ajarin gue jadi gay..” aku menarik karet celana boxer Habil dan menengok ke
dalam, ada yang masih ngembang *?
Habil tertawa pelan, dan aku shock saat dia menekan kepalaku
masuk di dalam boxernya dan aku Cuma bisa mengepak-kepakkan tangan bagaikan
anak ayam.
END
hubungi aku di:
Facebook: http:// m.facebook.com/ yanz.putra56
email: yanzlian48@gmai l.com
Facebook: http://
email: yanzlian48@gmai
Agen Slot Terpercaya
ReplyDeleteAgen Casino Terpercaya
Agen Situs Terpercaya
Agen bola TerpercayaJudi Sakong Terpercaya
https://bit.ly/30ZegxT
*Bonus New Member 180%
*Bonus New Member 50%
* Bonus New Member 30%
* Bonus New Member 20% Khusus Poker
* Bonus Referral
*Bonus Rollingan Casino Hingga 0.8%
*Bonus 5% setiap hari
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : 081358840484
BBM : 88CSNMANTAP
Facebook : 88Csn
Agen Casino Terbaik
ReplyDeleteAgen Situs Terbaik
https://bit.ly/2ENk1VF
Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dan Nikmati Berbagai Macam Bonus Menarik Lain Nya Seperti:
*Bonus New Member 120%
*Bonus New Member 50%
* Bonus New Member 30%
* Bonus New Member 20% Khusus Poker
* Bonus Referral
*Bonus Rollingan Casino Hingga 0.8%
*Bonus 5% setiap hari
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : 081358840484
BBM : 88CSNMANTAP
Facebook : 88Csn
-www.jeruk88.com