Sang Mantan (CERPEN)
Author: Lian48
Happy reading \^0^/
-Reno POV-
“Hei disana ada banyak pohon tumbang, kita cari tempat duduk
di sana.” Saran Ari si ketua regu. Kami dari komunitas pecinta alam melakukan
camping di hutan, komunitas kami terdiri dari berbagai mahasiswa di
kampus-kampus yang berbeda sehingga memperluas jaringan kami. Tanpa terduga aku
bertemu kembali dengan sahabatku saat SMP, Dimas.
Dimas hanya tersenyum ketika dia duduk di seberangku, aku
mengangguk. Dia jauh lebih tampan dari pada dulu, bahkan sekarang dia memiliki
badan yang atletis. Saat aku asik memperhatikan Dimas mendadak aku dikejutkan
oleh siraman air, “Woi!!!” teriakku kasar.
Kulirik di samping ada Gio yang memegang air botol dan dia
terjatuh, dia kembali bangkit dengan jalan terpincang, dia berusaha mengelap
wajah dan dadaku yang basah, “Gak usah!!” bentakku. Aku tidak suka dia terlihat
perhatian di depan umum, memalukan, aku takut karena dia kekasihku.
“Re-Reno.. kau pasti haus...” tanyanya sambil menyodorkan
air mineral dengan tangan bergetar, aku menatapnya tajam.
“Gak...” ucapku dingin dan menepis tangannya hingga air tadi
tumpah. Dia menghela nafas berat akan jawabanku itu, aku hanya merokok sambil
menghembuskan asapnya dengan beban. Rupanya Gio tadi berusaha memberiku minum
sehingga dia berjalan tergesa-gesa dan jatuh.
Dia tertunduk dengan wajah suram, aku lirik dia yang
mengenakan kaos pendek dan celana putih, membuat luka di sikut dan lututnya
bisa aku lihat. Aku jadi merasa sangat bersalah, aku terlalu sering kasar
dengannya. “Ikut aku..” perintahku pada Gio. Dia mengangguk antusias.
Aku mengajaknya ke belakang pohon yang cukup besar dan jauh
dari kerumunan anak-anak, aku dorong Gio ke pohon itu, dia terlihat tegang akan
tindakanku, aku mendekatkan wajah dengannya, hidung kami bersentuhan, aku
mengecup lembut pipi chuby-nya kemudian aku membungkuk, aku mengecup lututnya
dengan lembut, “Maaf, kau jadi terluka.” Desisku penuh penyesalan.
Gio tersenyum lebar dengan wajah memerah, dia menggeleng,
ikut membungkuk kemudian memeluk leherku dengan gemas. Gio tidak banyak bicara,
dia pemalu tapi aku sangat menyayanginya, aku suka semua yang ada di dia,
tubuhnya yang mungil, wajahnya yang imut,
aromanya yang halus meskipun berkeringat seperti sekarang, dia membuatku
bergairah, aku menggesekkan hidungku pada pipinya, turun ke lehernya, aku
melumat lehernya perlahan tapi aku sangat terkejut saat mendengar suara Dimas,
“Ehem... kita harus melanjutkan perjalanan..”
Tubuhku kaku seketika, aku langsung mendorong Gio menjauh,
Dimas menangkap tubuh Gio sebelum terbanting ke tanah, Gio juga terlihat gugup.
“Gio kau duluan ke rombongan, aku mau bicara dengan Dimas.” Perintahku.
Gio hanya mengangguk, tubuhnya masih sedikit bergetar, aku
juga menatap bingung tapi Dimas langsung merangkulku, “Bro kau terlihat
ketakutan, ada apa?” tanyanya dengan senyuman menyebalkan seolah tak tau
apa-apa.
“Kau lihat yang tadi kan? Aku harap kau bisa menyimpannya
dan pura-pura gak terjadi apa-apa.” Pintaku, berusaha berkompromi.
“Ummm gimana ya... aku mau saja, tapi ada syaratnya. Bagi
Gio dong denganku.” Ucapnya santai.
Aku langsung mencengkram kerah baju Dimas kemudian
mendorongnya ke pohon, “Kau jangan macam-macam dengan BF-ku Dim,”
Dimas tertawa dan menepuk-nepuk dadaku, “Kau gak berubah ya,
masih jadi sobatku yang tempramen. Berarti Gio cowok yang hebat dong.” Aku
menatap mata sinis Dimas, ada yang aneh dari sosok sahabatku ini.
“Kau gay juga, Dimas?” tanyaku.
Dimas menaikkan keningnya, “Begitulah..”
Aku menggeleng, “Kau gak pernah cerita.”
Dimas tertawa mengejek, “Waktu SMP aku belum menyadarinya,
kau juga kan. Tapi tanpa sengaja kita pernah melakukan hal menyimpang kan dulu,
ingat ciuman pertamamu, Reno..” Dimas mengusap bibirku dengan jempolnya, aku
sedikit merinding. Yeah.. aku baru sadar jika dulu aku pernah tertarik
dengannya hanya saja dulu aku tidak mengerti tentang perasaanku dan tidak
pernah mengakuinya.
“Eniwei, Gio itu hebat.. aku merindukan tubuhnya...” desis
Dimas yang sontak membuat mataku membulat, kucengkram lebih kuat kerahnya.
“Maksudmu apa hah?!!!” bentakku kesal.
“Tanyakan saja dengan Gio.” Dimas kembali menatapku dengan
tatapan memuakkan. Ada apa dengannya, dia terasa asing di mataku, aku merasa
dia sainganku disini.
“Gak usah berbelat-belit!!!” aku meraung muak.
Dimas menarik leherku, “Tampan, berikan aku satu ciuman
terlebih dahulu.” Godanya.
Aku langsung mendorongnya dan menjaga jarak, dia terlihat
seperti seorang maniak sekarang, aku hanya menggeleng tidak mengerti.
-Gio POV-
Satu kata untuk hari ini, Lelah.. ya bagaimana tidak, Reno
memerintahkanku membawa tas besarnya sehingga aku memiliki dua beban di
belakang dan juga depan tubuhku. Hari ini Reno lebih sensitif dari pada
biasanya, dia terlihat seperti gadis yang kena PMS dan terus membuatku serba
salah.
Saat yang lain sibuk membuat tenda, aku tidak bisa lagi
menggerakkan tubuhku, aku hanya bersendar di pohon sambil menatap lututku yang
terluka karena jatuh tadi, haah aku sangat ceroboh. Obat merah yang aku minta
dari ketua tadi segera aku aku oleskan pada lukaku, tapi saat Reno memanggilku,
dengan sigap aku berdiri, “Gio! Ambilkan minuman..”
Aku gelabakan mencari minuman, dengan cepat aku berlari ke
arah Reno yang sedang membuat tenda. Aku menatapnya lekat, dia sangat sexy
dengan keringat yang ada di tubuh coklatnya yang terukir indah, bicepnya
membuatku gemas ingin memeluk lengannya. Aku malah melayang dalam hayalanku dan
lagi-lagi kena semprot Reno, “Malah bengong lagi! Bantuin bikin tenda kek!”
Aku meremas tanganku, “Ta-tapi.. aku gak bisa..”
“Semuanya aja gak bisa! Bisamu apa sih! Jadi cowok gak
berguna.” Ucapannya terlalu tajam, dadaku terasa sesak, sering hal seperti ini
aku rasakan tapi aku hanya bisa memasang wajah datar dan mengangguk lemah mengiyakan
segala tuduhannya, padahal hatiku menangis.
Tapi dari belakang ada yang merangkulku, “Hei hei.. jangan
terlalu kasar, aku tidak suka kekasih yang tidak bisa menghargai kekasihnya.
Karena kau akan menyesal sepertiku, suatu hari nanti.” Ternyata suara Dimas.
Padahal suara Dimas pelan seolah berbisik tapi itu cukup
membuat Reno gelabakan, “Kau benar-benar ya Dim! Lepasin dia sekarang!”
Dengan suara lantang Dimas menjawab, “Gio kita teman kan,
kenapa Reno pelit sekali sih. Memangnya Gio apamu Reno?” ucapan itu sukses membuat
anak-anak yang lain mengalihkan perhatian pada kami. Reno hanya bisa terdiam
sambil menggenggam tinjunya.
“A-aku mau mandi duluan... kak Ari dimana sungainya?”
tanyaku pada ketua.
Aku lihat kini Dimas yang menolong Reno yang membuat tenda,
Dimas suka sekali menggodanya. Ini mengkhawatirkanku, “Gak jauh dari sini dek,
kamu jalan aja lurus kesana..” ucap kak Ari sambil menunjuk ke arah kanan. Aku
mengangguk, mengambil peralatan mandi sebelum akhirnya pergi ke sungai.
Paling nyaman memang mandi di saat sepi seperti ini, aku
kurang terbiasa mengekspose badanku di keramaian, aku malu. Aku mengusap
badanku dengan sabun meski pun badanku terendam air sungai hingga dada. Airnya
sangat sejuk di sore yang panas dan melelahkan, membuatku tenang dan menghayalkan
masa lalu.
Waktu itu aku masih kelas dua SMA, salah satu temanku yang
kaya raya mengadakan pesta ulang tahun yang sangat mewah di suatu hotel, aku
cukup canggung disana karena tidak terlalu akrab dengan mereka. Tapi Tran nama
temanku yang sedang berulang tahun itu menarikku, dia mengajakku ke tengah
aula, aku benar-benar malu.
Disana dia menghadapkanku dengan seorang pemuda yang lebih
dewasa denganku, “Hei aku tantang kalian berdua untuk berlomba minum.” Ucapnya.
Aku mengerutkan kening khawatir saat melihat jejeran gelas
di atas meja, ini minuman keras, “Aku gak bisa.”
“Jangan pengecut Gio... kau pasti bisa.” Bujuk Tran sambil
merangkulku. “Kamu gak mungkin mempermalukan dirimu di depan umum kan?” bisik
Tran.
Aku menatap sekitar, sangat ramai, rasanya kepalaku pusing,
aku berada di tengah-tengah keramaian, aku malu.. aku bingung dan dengan mantab
aku memutuskan menerima tantangan itu. Aku yang masih polos dan tidak pernah
menyentuh minuman keras dibuat mual, dengan menahan nafas aku terus menenggak
minuman itu, berusaha mengalahkan lawanku namun hanya lima gelas kemampuanku.
Aku benar-benar pusing, aku berjalan tak keruan, mataku berkunang-kunang dan
ketika aku sadar aku harus dikejutkan dengan kenyataan bahwa aku tidur di suatu
kamar hotel, tanpa mengenakan pakaian dan ada seorang lelaki di sampingku.
Aku histeris, aku ketakutan, apalagi saat merasakan panas
dan perih pada anusku aku semakin ketakutan, “Hei tenang... semuanya baik-baik
saja..” bujuknya sambil mengusap kepalaku.
“Jangan sentuh!!!” aku benar-benar geli dengan tubuhku
sendiri, aku menepisnya berkali-kali saat dia berusaha menyentuhku. Aku tidak
mengerti apa yang terjadi, tapi yang pasti tubuhku di penuhi bercak merah dan
itu membuatku semakin panik. Tanpa memperdulikan sakitku, aku kabur.
Kupikir saat itu semuanya berakhir, ternyata kami kembali
bertemu di sekolah. Dia sangat antusias akan kehadiranku, terus mengejarku
setiap saat. Ternyata namanya Dimas, kakak kelasku.
Awalnya aku selalu menepis kehadirannya, dia menakutkan.
Tapi lama kelamaan, aku luluh. Dia pemuda yang sangat ramah dan ceria, yang
terpenting dia tidak mudah menyerah mendapatkan hatiku. Dia orang pertama yang
mengenalkanku akan cinta. Aku terlalu pemalu untuk mendekatkan diri dan
bersosialisasi dengan orang lain sehingga tidak memiliki pengalaman cinta.
Tapi Dimas, dia orang yang membuatku merasa berarti, aku
hanya pemuda dengan tampang pas-pasan tapi dia yang tampan mau mendekatiku, aku
merasa seperti cinderella dibuatnya. Dia mewarnai hari-hariku, sosoknya yang
menyenangkan tidak pernah membuatku bosan dan di dekatnya adalah candu.
Tapi satu yang membuatku lelah dalam hubungan kami, dia
maniak sex. Aku benar-benar lelah mengabulkan tiap permintaan bercintanya,
pagi, malam bahkan di toilet sekolah pun dia memperkosaku. Saat aku menolak,
tidak segan-segan dia memukuliku. Dia bilang eranganku adalah daya tarik yang
tidak dimiliki lelaki lain, aku sangat ekspresif.
Aku semakin ketakutan dengan sikap Dimas yang semakin
psikopat tiap harinya, dia terlalu posesif, aku tidak boleh mengobrol dengan
siapapun, dia akan menghajarku sampai aku sekarat di rumah sakit berkali-kali.
Aku sering memutusinya, tapi dia menangis bahkan tidak segan
bersujud di depanku, mengungkapkan betapa dia mencintaiku, dia tidak ingin
berpisah, dia bisa gila tanpaku. Aku kembali luluh, tapi dia kembali mengulangi
kesalahan yang sama. Sehingga aku tidak lagi memberinya kesempatan, dia sangat
murka, dia nyaris membunuhku malam itu, “Kau gila Dimas!!! Bebaskan aku! Aku
sudah tidak sanggup..” lirihku dengan air mata yang berkucuran.
Dia meraih sebuah botol, dia pecahkan sehingga membuat
ujungnya runcing, dia menatapku dengan wajah datar dan juga air mata yang
berlinangan, “Kau tau kan aku tidak bisa hidup tanpamu, Gio... kau
segalanya!!!” bentak Dimas.
Aku mundur secara perlahan, “Kau pasti bisa Dimas, aku mohon
ayo kita jalani hidup masing-masing.” Bujukku dengan nada lembut.
“Kalau aku gak bisa memilikimu, maka gak akan ada orang lain
yang bisa. Ayo kita mati bersama.. haha..” dia tertawa mengerikan.. dia
benar-benar mengerikan.
Dia menerjangku, membuat bahuku tergores, aku menendangnya,
aku terus berlari berusaha mencari pintu tapi semua terkunci, aku mengambil
kursi untuk menghancurkan jendelanya tapi Dimas kembali berteriak, “Gio!!!
Kalau kamu pergi aku bakalan bunuh diri!!! Aku serius...” ancamnya. Bukan hanya
sekedar ancaman karena dia benar-benar menggores nadinya dengan kaca membuat
lantai berlimbahan darah.
Aku panik, tapi aku tidak iba meskipun dia merintih-rintih
dalam sekaratnya, aku hanya menelepon ambulans ke alamat ini kemudian melarikan
diri. Aku langsung pindah sekolah dan rumah, aku berusaha menghilang dari
kehidupan Dimas walaupun sangat menyesakkan. Tapi semua demi keselamatanku. Aku
tidak menyangka cinta bisa segila ini.
Sedangkan Reno adalah seniorku di kampus, tidak ada yang
special dari pertemuan kami. Dia hanya kaka tingkat yang sangat judes saat
ospek, sangat hobi membullyku, tapi dia memanfaatkan kepanitiaan ospeknya untuk
mendapatkan nopeku, menghubungiku setiap hari, walaupun saat di depan umum dia
sangat galak, tapi jika berduaan dia sangat romantis. Dia hanya terlalu takut
akan image gay-nya terbongkar.
Dia menyatakan cinta padaku, aku tidak menolak karena aku juga
merasakan hal yang sama dengannya. Lebih setahun aku kesepian dan kurasa
saatnya aku membuka lembaran baru. Tapi melihat perlakuan Reno aku seolah djavu
dengan pengalamanku dulu bersama Dimas. Entah sampai kapan tubuhku mampu
menerima perlakuan kasarnya, mungkin aku masocist, kali ini aku menikmati
perilaku kasarnya dan mampu bertahan lebih setahun dengan keadaan seperti ini.
Tapi aku dan Reno tidak pernah melakukan hubungan sex, aku
tidak tau apa alasannya, aku sering menggodanya tapi dia seolah menahan diri
walau aku menyadari pedangnya sudah mengacung angkuh. Apapun perlakuannya, aku
mencintainya, apapun darinya. Karena dengan bertambahnya kedewasaanku aku
belajar bahwa cinta itu bukan sesuatu yang beralasan, aku tidak akan pernah
menemukan yang sempurna.
Jika aku mencintai karena rupa, maka cinta itu menghilang
ketika kami menua...
Jika aku mencintai karena sikap, maka cinta itu bisa
menghilang ketika sikapnya berubah...
Pada kenyataannya, hati dan sikap manusia bisa berubah kapan
pun.
Aku mencintai Reno apapun dia.
SPLASSSH!!!
Aku sangat terkejut dan tersadar dari lamunan saat ada
seseorang muncul di depanku ketika aku mandi di sungai, “Hei... lama banget
mandinya, onani ya..” tanyanya dengan senyum nakal.
“Dimas..” desisku sambil berusaha beranjak bangkit. Dia
menahan bahuku.
“Buru-buru banget sih hehe... hei kau tidak merindukanku?
Sudah lama kan kita tidak bernostalgia.” Dia merangkulku dan tersenyum hangat,
selalu sok manis.
“Aku kedinginan. Bolehkah aku selesaikan mandinya sekarang?”
tanyaku sesopan mungkin.
Dimas menatapku nakal, dia meraih pinggangku, “Gak ah.. aku
masih kangen.. kamu gak kangen?” Dia menarikku semakin merapat.
Aku merinding, aku terhipnotis akan sosoknya, dadanya yang
terbentuk indah, bicepnya yang kokoh, dia memiliki body yang sama sexy dengan
Reno, aku bisa merasakan tangan Dimas kini meremas bongkahan pantatku, aku
memejamkan mata karena tidak bisa bereaksi sedikit pun, saat bibir lembabnya
menyentuh leherku, tamat sudah riwayatku! Aku ereksi.
“Brengsek!!!” aku terhenyak mendengar makian Reno, dia
melompat ke sungai dan menghantam Dimas dengan bringas, Dimas tidak melawan.
Sepertinya Reno tidak puas menyerang Dimas, kini dia berusaha menyerangku tapi
Dimas menahan tangan Reno dengan cepat.
“Aku yang salah, jangan sakiti orang yang pernah aku
cintai.” Ucap Dimas dingin.
“Maksudmu!!! Ada apa dengan kalian hah!!!” Reno benar-benar
murka, aku hanya bisa menangis ketakutan.
Dimas mengecup tangan Reno yang dia tahan tadi, dengan kasar
dia tarik tangannya. Dia menatap kesal Dimas tapi dia tidak merespon lagi, dia
mengangkat pinggangku ke daratan dan dia kembali murka saat melihat penisku,
“Kau ereksi?!!!” bentaknya.
“Ma-maaf.. aku tidak bisa mengendalikan..” ringisku. Reno
hanya menggeleng, rahangnya yang maskulin itu mengencang, dia ambil handukku
untuk menutupi penisku kemudian menyeretku kasar ke tenda.
-Reno POV-
Rasanya mataku panas, dan benar saja aku menangis sekarang.
Aku hanya duduk membelakangi Gio saat duduk di dalam tenda, rasanya suaraku
tercekat, bahkan sekedar bertanya apa hubungannya dengan Dimas saja aku tidak
mampu, aku ingin menggerang dan meraung karena sakit yang menerkam dadaku. Ada
rahasia besar antara kekasihku dan sahabatku. Tapi apa?
“Reno...” lirih Gio. Dia memelukku dari belakang, tangannya
menempel di dadaku, saat dia menggesek-gesekkan kepalanya di tengkukku aku
menjadi lebih tenang, sifat manjanya membuatku kembali mendingin, aku
menggenggam tangannya yang ada di dadaku. “Maafkan aku, Reno.. Dimas mantanku,
Cuma mantan. Aku sama sekali tidak berniat yang bukan-bukan, aku Cuma
mencintaimu. Kau percaya kan?”
“Apa buktinya?” tantangku.
Gio menggeliat ke depanku, duduk di pangkuanku, dia shock
saat melihat mataku yang basah. Tangan mungilnya mengusap pipiku dan mengecup
kelopak mataku, “Aku akan lakukan apapun yang bisa membuatmu senang..” ucapnya
lembut.
Aku hanya mengangkat satu alisku, menatap bingung. Gio
memainkan jarinya di dadaku, menatapku dengan mata manisnya, dan kurasa
pisangku mulai bereaksi ketika dia menggerakkan bokongnya yang ada di atasku.
Gaah!! My naugthy Gio, pertahananku runtuh, aku terpaksa menjamahnya saat itu.
Dan benar-benar jadi moodbooster buatku.
Benar kata orang, jika duduk bersama tidak bisa mendinginkan
amarah, bagaimana dengan tidur bersama?
Malam yang panas ini sukses membuat tubuhku pegal semua,
padahal langit mulai terang, aku juga bisa mendengar banyak krasak-krusuk
orang-orang mulai beraktifitas di luar tenda. Tapi rasanya pagi ini aku terlalu
nyaman dengan poisisiku, dimana Gio tidur di atas dadaku, tangannya yang
mengalung di leherku, sangat hangat. Aku meraih tangannya, kukecup lembut, haha
bau amis.
Dia menggeliat, membuat senjataku bergesekan dengan
kulitnya, aku sedikit merinding, aku mencium kepalanya gemas, “Aku mencintaimu
Gio...” desisku lembut.
“Eenghh.. aku juja...” lirihnya dengan suara halus dan
setengah sadar, menbuatku terkekeh.
Camping terus berlanjut, dimana kami melakukan penanaman
pohon, penjelajahan, pentas seni, dan juga memberi penghargaan pada peserta
camping terbaik. Aku merasa hubungan kami agak diberatkan semenjak kehadiran
Dimas, dengan agresif dia selalu menggoda kami. Tapi entah kenapa, hal itu
membuatku semakin care dengan Gio. Aku menjaganya sepenuh hati, aku takut
kehilangannya, aku berusaha menahan diri bertindak semena-mena dengannya.
Aku berusaha memperbaiki sikapku karena aku tau Dimas orang
yang seru dan baik, aku takut Gio membandingkan sikap kami, yang tentu saja aku
kalah segala-galanya dari Dimas, aku lakukan apapun yang terbaik sepanjang
camping. Aku selalu menggandeng tangan Gio kemana pun, aku sudah tidak perduli
dengan ucapan orang, hanya satu yang aku takutkan, kehilangannya.
Dengan derasnya badai yang menerpa hubungan kami, kami
semakin memperkokoh hubungan sepanjang camping hingga acara ini selesai. Bus
yang mengantar kami pulang sudah sampai ke stasiun, aku terkejut saat keluar
dari bus ada seorang pemuda manis berkulit putih sungkem dengan Dimas kemudian
mengecup pipinya.
Dimas menatapku dan Gio, “Hei teman-teman!! Sini!’’ sapanya.
Aku menggenggam tangan Gio untuk mendekati Dimas, “Siapa?”
tanyaku dingin. Mereka mirip, mungkin saja adik Dimas. Ah gak deh, aku
bertahun-tahun menjadi sahabat Dimas tidak tau dia memiliki adik laki-laki.
Bocah ini terlihat masih SMP atau baru masuk SMA, tersenyum
manis sambil sungkem kepada kami berdua saat Dimas beri kode, “Kenalkan ini
Damar pacarku. Dek, kenalin ini sahabat-sahabat kakak.”
“Salam kenal kak, saya Damar..” sapanya dengan senyuman
manis membuat gigi kelincinya terlihat.
Aku menatap tajam, Tceh... sudah punya pacar masih centil,
“Oh ya, Gio temani Damar dulu ya bentar. Aku mau bicara empat mata dengan
Reno.” Pinta Dimas. Gio hanya mengangguk.
“Maumu apa sekarang?” tanyaku ketus.
“Kau sekarang sudah dewasa, Reno..” desisnya sambil menepuk
bahuku.
Aku mengangkat alis, “Terus?”
“Awalnya aku sangat senang saat bertemu kau dan Gio disini.
Kalian orang yang baik, sangat serasi untuk bersatu. Tapi sikap kasarmu
membuatku terganggu, sehingga aku berpikir keras untuk mencari solusi ini. aku
ingin, Gio orang yang sangat aku cintai berada di tangan yang tepat. Aku
menggoda kalian, karena biasanya setiap masalah pasti memiliki hikmah
tersendiri. Dan bisa dilihat kan? Gangguan yang aku berikan membuatmu lebih
lunak dan menyadari betapa pentingnya Gio.” Mendadak suara Dimas serak, dia
tertunduk sambil menangis, dia menepuk bahuku, “Gio orang yang sangat special,
dia sabar dan tulus. Perlakuanku bodohku di masa lalu membuatku kehilangannya,
kau tau bagaimana perasaanku? Hancur.. aku kacau, aku nyaris mati dan gila...
butuh bertahun-tahun menyembuhkan rasa sakitku, sosoknya sangat berperan kuat
dalam hidupku. Kau sahabatku, orang yang sangat berarti untukku. Aku hanya
ingin memberi peringatan, jangan ulangi kebodohanku di masa lalu, jangan kasar
dengannya, dia rapuh, reno... dia terlalu banyak berkorban.”
Aku terhenyak, bingung bagaimana harus bereaksi. Aku hanya
mengangguk mantab membuat Dimas tersenyum dan menepuk pipiku, Dimas menarikku
ke tempat tadi, “Hei Gio!!” panggilnya.
Gio yang tadi asik tertawa-tawa dengan Damar mulai
memperhatikan kami, Dimas meraih tangan Gio dan menyatukannya di tanganku, “Aku
titip Gio, jaga dia baik-baik.. bye!!!” Dimas yang ceria langsung berlari
menggandeng kekasihnya. Aku dan Gio hanya tertawa ringan.
Kutatap matanya yang sayu, dia sangat berharga. Aku pegang
janjiku, pasti kujaga Gio baik-baik.
TAMAT
Like and coment \._./
ini yang terbaik,salut deh sma ke3nya
ReplyDeleteAgen Slot Terpercaya
ReplyDeleteAgen Situs Terpercaya
88csn Menyedikan Permaianan Online
- Sportbook
- Live Casino
- Slot Game
- Poker
- Tembak Ikan
Segera Bergabung Dengan Kami :
Contact Kami:
WA : 081358840484
BBM : 88CSNMANTAP
Facebook : 88CSN
Agen Casino Terbaik
ReplyDeleteAgen Situs Terbaik
https://bit.ly/2ENk1VF
Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dan Nikmati Berbagai Macam Bonus Menarik Lain Nya Seperti:
*Bonus New Member 120%
*Bonus New Member 50%
* Bonus New Member 30%
* Bonus New Member 20% Khusus Poker
* Bonus Referral
*Bonus Rollingan Casino Hingga 0.8%
*Bonus 5% setiap hari
Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
WA : 081358840484
BBM : 88CSNMANTAP
Facebook : 88Csn
-www.jeruk88.com