Bakso Nano-Nano 14
By: Yanz
KILAS BALIK: part sebelumnya nathan menolak munif untuk berhubungan dan menegaskan bahwa dia mencintai org lain.
-Nathan POV-
Teng nong...
By: Yanz
KILAS BALIK: part sebelumnya nathan menolak munif untuk berhubungan dan menegaskan bahwa dia mencintai org lain.
-Nathan POV-
Teng nong...
Aku memencet bell rumah Dendy. Kulirik jam tangan yang menunjukkan pukul 8 malam, aku semringah. Aku sudah membawa sekotak coklat kesukaan Dendy dan juga bunga lily, malam ini kami ada janji makan malam yang katanya Dendy akan memasakkan hidangan special untukku.
Saat pintu terbuka, aku menyembunyikan bunga dan coklat di belakang. "Eh den Nathan, sudah ditunggu den Dendy di ruang makan.." ucap Bi Isah, pembantu Dendy.
Aku tersenyum tipis, mengangguk sambil mengikuti langkah pembantu itu. Sampai di depan Dendy, Bi Isah pamit.
Kami tersenyum kikuk untuk sesaat hingga akhirnya Dendy mempersilahkanku, "Du-duduk Than.." ucapnya gugup.
Aku menyerahkan bunga dan coklat tadi, yaa aku hanya meniru adegan di tv karena kurang tau apa yang harus aku lakukan jika berkencan dengan cowok. Terlihat Dendy semringah dan menatapku manja, aku mengecup bibirnya singkat, "Well, makan malam yang sangat mewah.." ucapku sambil menatap meja makan takjub.
Meja berwarna keemasan dengan taplak meja warna cream, dihiasi lilin-lilin di tengah meja, kutatap ada ayam asam manis, ayam dan ikan bakar, udang galah santan, tumis jengkol, sop ceker dan rawon. Semua makanan favoritku, "Kau sangat berlebihan, kita hanya makan berdua.." ucapku dengan memicingkan mata.
"Aku hanya mau usaha maksimal.. Kau pasti suka.."
Aku menggenggam tangannya, "Lebih dari itu.. Apalagi ada kau yang ada di hadapanku.."
Dendy yang duduk di hadapanku tersenyum lembut, "Mari makan?" ucapnya.
Lidahku sangat dimanjakan akan rasa makanan yang sangat nikmat, kadang aku tak percaya jika cowok manis dihadapanku mampu memasak sehebat ini, tapi ini lah hidup, cowok memasak itu bukankah lagi trend dan terkesan sexy. Tapi Aku lebih bernafsu melahap Dendy malam ini dibanding makanan.
Kakiku sedikit nakal menggodanya, kusentuh pergelangan kakinya, dia sedikit tersentak namun hanya tersenyum dan melanjutkan makannya. Kakiku sedikit naik, mencoba membuka lututnya, meraba pahanya dan menyentuh gundukan di antara dua pahanya. Aku bisa rasakan dengan telapak kakiku karena aku melepas sepatuku.
"Na-Nathan.. Jangan sekarang.." ucapnya dengan wajah memerah.
Aku tertawa, "Haha maaf.. Aku hanya suka expresi manismu.." godaku.
"Oh ya kau masih balapan gak?" tanya Dendy membuka topik.
"Aku udah males berhubungan dua tengik yang nyentuh kamu itu.. Rasanya kembali emosi kalau ingat mereka." saat mukaku merah karena marah, Dendy menggenggam tanganku.
"Lupakan.." desisnya.
Aku menyuap rawon sebelum berbicara, "Lagi pula, aku belum membeli motor baru semenjak malam kau menyelamatkanku, motorku yang ditinggal begitu saja rupanya hilang.."
"Haha.. Paling diambil polisi.."
"Gak penting juga, toh motor udah butut begitu... Dia udah gak bersahabat denganku, masa iya selalu mati di saat darurat." aku sampai manyun-manyun sedikit badmood membahas hal itu tapi terasa kaki Dendy menyilang ke arah kakiku, kaki kami saling bermain seolah berpelukan.
"Tapi kan masih ada aku yang selalu ada saat kau perlu.." ucap Dendy. Aku tersenyum kemudian menggigit pelan bibirku.
"Oh ya, akhir-akhir ini kuliat kau dekat dengan beberapa cowok.. Aku gak suka.." ucapku dengan wajah masam. Aku menunduk menatap piring sambil menyuap makanan.
"Mereka teman-teman baruku, dari jurusan sebelah.. Tak apa, yang penting kan hatiku bersamamu.." dasar Dendy, suka sekali dia bermulut manis.
Aku langsung berdiri kemudian sedikit menjorok ke depan agar bisa mengecup pipinya, bibirku yang basah melumat pipi halusnya secara lembut. Terlihat Dendy terpejam dengan senyuman manis.
"Aku sangat nyaman.." desisku lembut.
Dendy mencekram bahuku, dan menatap mataku dengan antusias, "Aku juga merasakan hal yang sama.. Lebih dari itu bahkan.. Kau candu buatku.. Aku mencintaimu" Dendy memeluk leherku.
aku terdiam, aku tak mengerti rasanya kata cinta itu berat aku katakan walaupun aku bisa merasakannya.
"Well, apa kamarmu sudah dirapikan?" tanyaku sambil menjilat kupingnya.
"Pasti!! Aku sudah meriasnya loh!"
"Benarkah? Dihias segala?" tanyaku dengan wajah kami yang sangat dekat. Dendy mengangguk girang dan menarik tanganku.
Kami berlari-lari menuju kamarnya yang tak jauh dari ruang makan.
Begitu dibuka, mataku langsung silau. Kamar itu seolah bersinar karena cat putihnya, ruangan yang di dominasi warna putih, hingga spreinya yang putih membuat bunga mawar itu terlihat jelas.
Oh ya, Dendy menabur bunga mawar dari pintu hingga ke kasur, di kasur bunga itu ditabur sangat apik membentuk hati, mawar merah yang bercampur mawar putih.
Aku memandangnya dengan senyum penuh arti, "Are you ready?"
"Sure!" ucapnya semangat. Aku meraih pinggulnya, mengangkatnya kemudian menghempasnya ke kasur.
Bunga-bunga tadi terambung seolah ada gerakan slow motion ketika kami terjatuh ke kasur kemudian bunga itu menaburi kami, aku yang berada di atas tubuh Dendy tertawa-tawa karena bahagia akan sensasi ini.
"Well, mungkin aku bukan orang yang pandai mengungkapkan cinta dengan kata-kata.. Tapi izinkan aku mengungkapkannya melalui sentuhan.." desisku lembut, kugesekkan hidung kami dan mengecup hidung mancungnya dengan gemas, turun ke bibirnya yang merah merekah, mengecupnya cukup irit agar dia tak terburu-buru..
Dia sedikit kecewa saat aku turun dan berjongkok di sekitar kakinya, "Hei apa yang kau lakukan?"
Aku hanya tersenyum. Aku ingin menikmatinya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kutatap kaki bersihnya yang kemerahan, saat kusentuh sangat dingin. Dia tersontak saat kujilat telapak kakinya, "Hei jangan! Kotor!"
Aku tak perduli, kudorong celana panjangnya agar kakinya terekspose. Saat aku menciumi betisnya aku tersenyum merasakan bulu kakinya. Well, semanis apapun wajahnya dia tetaplah lelaki biasa yang tetap kelebihan hormon di bagian bulu.
Aku jadi penasaran dengan bulu-bulu yang lain, tumbuh dimana saja ya?
Aku naik ke atas badannya, mencumbunya, menciumi wajahnya dengan lembut dan bibir kami bertautan penuh cinta. Tanganku sendiri menggerayangi perutnya dan memainkan jari di pusarnya.
Nafasnya terengah-engah, keningnya berkeringat, wajahnya memerah bagaikan kepiting rebus membuatku lapar ingin melahapnya. Dengan gemas aku menciumi lehernya, dia terkekeh geli karena aku memainkan gigiku perlahan di sana.
"Aromamu sangat manis," bisikku.
"Hei harum manis bagaimana? Aku bahkan tak menggunakan parfum.."
"Tapi kau habis mandi kan?"
"Tantu saja, Nathan. Aku sudah mandi sangat bersih.."
Aku kembali mengendus aroma tubuhnya, "Hmm sangat segar, aroma jeruk. Benar-benar 'cuci mulut' yang segar.." ucapku nakal sambil menggigit lehernya gemas.
Dia meraih pinggangku, mencoba melepaskan pakaianku. Begitupun aku melepaskan seluruh pakaiannya hingga kami telanjang bulat tanpa sehelai benang pun.
Terbuka lah tubuhnya yang putih kemerahan, aku menatapnya cukup lama. Tubuh yang sangat terawat, beda halnya dengan kulitku yang belang karena sebagian terbakar matahari.
Aku menggerakkan pinggulku menekan kejantannya agar bergesekan dengan milikku. Bibir kami masih bertautan dengan rasa gemas dan gregetan satu sama lain.
"Aku akan membuatmu terbang ke surga malam ini.." bisikku.
"Apa kau yakin mampu?" ucapnya dengan senyum meremehkan.
"Jangan remehkan aku.. Kau akan menyesal dan menggerang pun tak akan aku ampuni.."
"Kalau begitu, jangan ampuni aku.. Eat meh~" desis Dendy dengan nanda manja yang membuatku gemas.
Aku melahap tubuhnya hingga basah, ciumanku turun ke dadanya, menghisap titik tegang yang kemerahan itu, dadanya membusung dengan tubuh sedikit mengejang karena kegelian, dia meremas rambutku, "A-aaakhh.. Nathan, eummmhh... Terus aaahhhh.."
Terasa kakinya memeluk pinggulku, berkali-kali dia mengejang tiap kusentuh kulit sensitifnya.
Aku meraba pinggulnya yang kencang tanda kalau dia cowok yang cukup aktif, perutnya yang datar tapi ada sedikit otot yang nyaris terbentuk, langsing namun terukir sexy. Aku menciumi perutnya gemas dan memelintir nipplenya yang tegang sama halnya dengan penisnya. Walau ukurannya standar tapi sangat imut, penis itu naik turun dengan warna kemerahan di ujungnya.
Aku meraba pahanya dan menjilat pusarnya, "Aah.. Aaah.. Umm.. Ooohh.. Nathan.. Aaahh.."
Aku tertawa melihat wajah hornynya yang sangat lucu, andai aku boleh memotretnya.
Aku menciumi lengannya hingga jari-jarinya. Aku satukan penis kami yang menegang dan mengocoknya bersamaan, "Eummhh.. Ah.." aku melenguh pelan.
Aku mencepatkan gerakan hingga Dendy menggerang, "Aaahhh.. Nathan, ngilu eummhh aaaahhh..." Dendy meremas pinggangku gemas.
"Izinkan aku memberikan pelayan terbaik sayang..." aku mengecup pipinya dan bibirnya dengan gemas. Dia menatap dengan mata sayu dan meraba dadaku.
aku turun ke bawah, menatap penisnya yang menegang sempurna. Kuambil sesuatu dalam tasku, pelumas, dildo dan juga alat yang berbahan kapas ditempel di batangan besi jadi mirip pengorek kuping gitu lah.. Tapi kapasnya lebih tebal.
Step pertama aku oleskan pelumas tadi di ujung dildo hingga keseluruhannya, "Na-nathan, kau sedang apa?" tanya Dendy gugup.
"Liat saja.." desisku dengan senyum penuh arti. Kulebarkan pahanya meraba pahanya dan menampar pelan.
Aku gesekkan dildo yang bergerak itu di liang hole Dendy, "Nathan.." lirihnya. Tapi aku mengecup ujung penisnya yang membuat lututnya bergetar.
"Aaaargghh.. Oooohhh.. Sakiithh aaahh.." Dendy menggerang hebat saat aku masukkan dildo itu ke lubangnya, aku tak mau terburu-buru dan ingin memainkannya dulu. Dildo itu bergerak otomatis membuat Dendy menggelinjang.
Disisi lain aku ambil dua batang kapas di atas bilah besi itu, aku sentuh ujung penis Dendy dengan benda itu hingga dia tersentak, diremasnya sprei dengan gemas, "Aaaakhh.. Geli.. Nathan aaah... Euunghh.. Aaarghh.." erangnya masih berusaha mengontrol tubuhnya.
Aku tersenyum, masih menggelitik penisnya dengan kapas itu, turun ke bawah sedangkan tanganku meremas testisnya. Penisnya yang basah karena prectum sangat memerah tanda dia sangat horny. Aku masih menggesekkan dua benda itu di sekitar lubang penisnya. Wajahnya begitu sexy saat terangsang begitu.
Aku mengocok penisnya cepat, "Aaarggghh... Aaaaahhh... Aaaaargghh... Ooohh Nathaan cu-cukupp aaahh.. Aku mau keluarrr aaaakkhh.." erang Dendy sambil meremas rambutku.
Aku menghentikan kocokanku, kututup lubang penisnya dengan jempol, "Sabar sayaang.." aku justru memperdalam dildonya dan menghisap testisnya membuatnya terambung merasakan sensasi itu.
"Aaaaaarrgghhh please.. Aaahh.. Biarkan aku cuming aah.. Cepat ummm.. Sentuh aku, more Nathan aaah.." rintih Dendy memohon ingin lebih. Tapi aku naik ke atas, menciumi wajahnya dan mencumbunya mesra.
aku terus menggodanya, saat ia menggerang ingin keluar aku menghentikan permainanku, merangsangnya lagi dan menghentikannya. Terus terjadi nyaris satu jam, dia memohon-mohon agar aku tak mempermainkan tubuhnya tapi aku tertawa licik, senang sekali melihatnya menderita itu sangat lucu. Saat ia mau mengocok penisnya pun aku tahan bahkan sekarang aku ikat tangan dan kakinya di sisi ranjang.
Tubuhnya merah-merah bekas gigitanku, kami nyaris seperti orang BDSM saja. Tapi aku tak sekejam itu, aku hanya suka wajahnya yang memelas.
"Nathan tolooong... Aku sudah tak tahan aaaahhh... Kau sadiss eummhhhh... Aaahh lakukan!!" erangnya, aku masih mengemut penisnya dengan santai, memainkan lidahku yang basah membuatnya mengejang pelan. Tangan dan kakinya sampai merah karena berusaha melepaskan tali yang aku ikat kuat.
Aku kecup rahangnya, mengoleskan minyak tiap jengkal tubuhnya. Dia mengkilat, sangat sexy, aku terus mengelus perut indahnya. Kuoleskan juga pada tubuhku kemudian kami saling bergesekan.
"Lepass please.." lirihnya.
Aku mengecup lehernya, "Nanti saja, jangan keluar dulu.."
"Gak.. Kok gak aku kocok, tapi lepasin.. Tanganku sakit."
Aku terdiam sebentar, aku akhirnya melepaskan ikatan itu walau tetap aku pegang tangannya agar tak terburu-buru. Kulepas dildo yang ada di lubangnya kemudian membalikkan tubuhnya, "Nathan?" lirih Dendy.
Dendy menungging ke arahku, dia menatapku sekilas kemudian menatap ke depan lagi. Aku menepuk-nepuk bongkahan padat nan putih itu, aku kecup gemas pantatnya hingga aku gigit saking gemasnya, "Aaahh.." desah Dendy.
"Bokong terindah yang pernah aku lihat dan sentuh.." desisku yang kemudian meremas bokong sexynya itu. Aku sangat gemas.
Saat aku mulai ingin memasukkan, tiba-tiba Dendy menahan, "Jangan! Eummh.. Giliran aku yang melakukannya!" ucapnya girang.
Dendy mendorong tubuhku hingga terbaring, diusapnya dadaku yang berminyak kemudian dia merenggangkan lubangnya, dia mulai berjongkok di atasku, dibukanya lubang itu. Saat lubangnya menyentuh ujung penisku, Dendy menggerakkan pinggulnya hingga membuat penisku berdenyut.
Dendy mulai merenggangkan lubangnya menggunakan tangan...
Jleb..
Hangat, terasa penisku ditelan lubangnya, nafasku terengah-engah. Akhirnya, aku dan dia seutuhnya menyatu, rasanya darah mengalir deras hingga ke ubun-ubunku.
Dia menghentakkan bokongnya kemudian menariknya lagi, ah.. He is so sexy~
Dia mulai naik turun dengan lancar karena tanganku terus memberikan banyak pelumas, licin yang rasanya membuat ngilu. Apalagi lubang hangat itu masih sempit dan sangat dalam, mencekram kejantananku sangat kuat.
Aku menggerakkan pinggulku agar dia terbantu, terdengar suara decakan kulit yang terhentak bercampur pelicin, membuat libido semakin tinggi. Yang terdengar hanya nafas, erangan maupun hentakan kami.
"Aaahh... Sempit sayaang aahhh... Eumm" aku mendesah saat Dendy mulai bringas melambung-lambung di atasku.
Aku meremas penisnya yang sangat menegang itu membuat matanya membulat kemudian tubuhnya terjatuh di dadaku, "Aaaakkkkhh... Jangan sekarang aaahhh... Oooohh.." saat dia membungkuk itu lah aku kembali menggerakkan pinggulku dengan cepat.
Dendy tak mampu bergerak lagi, dia meremas bahuku dan menggigit leherku berusaha menahan sakit akan gerakanku yang semakin cepat.
Aku terperanjat saat merasakan lubangnya menyempit, dia menghimpit lubangku sangat ketat sehingga membuat gerakanku lebih lambat namun sensasinya luar biasa. Dan nakalnya Dendy meremas testisku, "Aaaaaarrgghh... Aaaahh... Aaahh... Ooohhh... Eummm... Aaahhh..." kami menggerang saat merasakan klimaks yang bersamaan. Basah dan lengket, kami tertawa sejenak.
Aku menciumi wajahnya dan dia merebahkan diri di dadaku. Malam yang indah..
---------
-Dendy POV-
Linda memeluk pinggangku erat saat dia di boncenganku, dia memintaku pergi ke cafe favoritenya sebagai kencan perpisahan.
Linda berusaha ikhlas melepaskanku setelah aku jelaskan bagaimana kondisiku tapi dia tak ingin berpisah denganku, dia masih ingin bersahabat denganku dan dia memaksa akan mentraktirku ke sana. Ya aku hanya ingin memberikan kesan terakhir yang indah hingga aku mengiyakan maunya, cinta atau tidaknya aku pada Linda, dia tetaplah pernah jadi kekasihku maka aku ingin memberikan yang terbaik.
Soal hubunganku pada Nathan, semakin manis saja, dia sangat romantis dengan selalu mengirimi pesan, menelepon sebelum tidur, menjemput saat sekolah, mengajak makan malam, lunch and more.. Nyaris 24 jam waktuku hanya untuknya. Walaupun tak ada kata 'jadian' ataupun 'aku mencintaimu' dari bibirnya, tapi cukup hati kami yang tau, jika kami saling memiliki.
Saat sampai di cafe yang namanya 'Nano-Nano Cafe' itu, aku merasa tak asing. Aku sempat menggaruk kepala saat di parkiran.
"Ayo sayang, masuk yukk.." ucap Linda masih mesra walaupun kami sudah resmi putus sebelumnya. Aku tersenyum sambil bergandengan tangan dengannya.
Sampai ke dalam ada pelayan tampan dengan kostum unik melayani, aku pun mencium aroma yang rasanya tak asing lagi.
"Sayang, disini tuh bakso tereenak yang pernah aku makan. Pokoknya kalau kamu coba nanti pasti bakal ketagihan deh.. Dijamin.."
"Bakso.." lirihku sambil mengerutkan kening.
"Iya sayang, aku sama temen-temen kalau pulang kuliah suka ke sini.. Kan dekat banget sama kampus aku.." ucap Linda, oh ya dia memang gadis yang lebih tua dari aku tapi dia cantik seperti model.
"Apa bakso ini pernah punya lapak kecil?" tanyaku.
"Ah kurang tau ya sayang, yang pasti sejak pertama buka cafe ini rame banget!"
Aku terdiam, mataku menatap sendok yang ada di meja dan melamun. Keningku berkerut saat mencium aroma itu, rupanya pelayan datang membawakan baksonya ke atas meja, harum.. Sangat aku kenal!
"Ayo sayang dicicipin!" ucap Linda.
Aku menyendok kuahnya, kutiup kuah itu dan menyeruputnya. Tidak salah lagi!!!
"Pelayan!" teriakku.
Pelayan yang berada dekat dari aku duduk mulai datang, "Ada apa Mas?"
"Bisa aku bertemu dengan chef disini?" tanyaku.
"Umm saya tanyakan sebentar dulu.." ucapnya sopan sambil permisi.
"Sayang ada apa sih?" tanya Linda sambil meraih jemariku, dia menggenggam tanganku erat. Aku hanya melamun. Apakah mungkin aku bisa menemukan kakak disini?
Aku harap!
Aku sudah terlalu merindukannya. Apa dia masih setampan dulu? Aku tak menyangka sudah lima bulan aku meninggalkannya. Waktu yang cukup lama untuk sodara kandung berpisah.
"Permi... Si.." ucap seseorang yang ada di sampingku dengan kata yang terpotong.
Aku menoleh, mataku berkaca-kaca, dadaku bergemuruh, "Kakak!!" teriakku yang langsung memeluk tubuhnya dan berjingkak girang.
"Yaampun dek, akhirnya kita ketemu juga. Nakal ya kamu lama banget kaburnya."
Aku memeluk dadanya gemas, "Maaf kak habisnya aku ke rumah kakak gak ada terus.. Aku kangen kakak!!"
"Ngapain dek disini?"
"Ini kak, kencan sama Linda, cewek aku!" ucapku spontan.
"Cewek lu?" ucap suara yang aku kenal dari belakang. Aku dorong dada kak Munif sedikit dan bertapa terkejutnya aku melihat Nathan di belakang Kak Munif. Aku memegang mulutku, sial salah ucap dan sekarang tenggorokanku tercekat.
Tatapannya sangat dingin dan mematikan. Aku membeku dan bibirku bergetar.
"Oh ya cewek Dendy, wah cantik sekali. Munif.." ucap Kak Munif menyodorkan tangan ke Linda, Linda pun berdiri, menyambut tangan dan tersenyum manis.
"Ya ampun, sayang kamu gak cerita ya punya kakak ganteng gini.. Hehe.." ucap Linda menyambut tangan kakak.
Kak Munif seolah baru ingat sesuatu, dia menarik tubuh Nathan sejajar dengannya, "Oh ya Dek, ini sahabat baik kakak yang udah kaya adek sendiri. Nathan. Nath, ini adek aku, Dendy."
"Na-Nathan.. Dia cuma mantan aku.." ucapku bergetar. Kak Munif menatap heran dan keningnya berkerut.
"Persetan.." desis Nathan dingin.
"Nathan.." lirihku.
"Jadi lu berdua kakak adek! Oh.. Jadi dia adek lu yang ngebuang lu karena harta itu kan, Nif? Dia juga orang yang lu cinta.. Dan dia punya cewek hahaha.. Waw hebat.. Drama apa ini.." ucap Nathan sinis.
Munif menarik tangan Nathan, "Maksud lu apa Than?" Kak Munif menatap mata Nathan dalam-dalam, "Oh aku ngerti-ngerti... Tolong kamu tenang.. Kita selesaikan baik-baik.." sambar kak Munif yang seolah mengerti keadaan.
"Gak ah.. Lepasin gue! Dia kan sudah ada cewek, dia juga punya harta dan dia juga punya 'kakak' dan dia tak perlu seorang Nathan.."
"Tenangin dirimu! Jangan emosi.."
"Lepasin gue kalau lu gak mau cafe lu ribut.." desis Nathan dingin.
"Than.." lirihku nyaris menangis.
"Kalau lu yang harus jadi saingan gue, Nif.. Gue angkat tangan.. Lu lebih hebat dari gue. Dan ini drama yang benar-benar memuakkan. Lepasin gue bilang!!!" bentak Nathan. Kak Munif melepaskan lengannya.
Kami semua terdiam.
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment