Bakso Nano-Nano 15
By: yanz
-Dendy POV-
Aku termenung di taman sekolah, di bangku yang memanjang hanya duduk sendiri menatap orang-orang lalu lalang.
By: yanz
-Dendy POV-
Aku termenung di taman sekolah, di bangku yang memanjang hanya duduk sendiri menatap orang-orang lalu lalang.
Pikiranku sangat dilema, pertemuanku dengan Kak Munif kemarin menjadi hal baik sekaligus hal buruk karena kami dipertemukan di tempat dan waktu yang sama bersama Nathan dan Linda.
Dia berang, merasa ini lelucon, merasa dihianati dan merasa kalah dengan Kak Munif maupun aku maupun Linda. Aku sendiri awalnya heran kenapa Nathan begitu? Tapi semua begitu jelas saat Kak Munif menjelaskan semuanya padaku.
Nathan mengencani kami berdua..
Harusnya aku yang marah, aku tak tau di kehidupannya yang lain ada orang lain dan itu kakakku sendiri, sekaligus orang yang pernah mengisi hatiku.
Harusnya aku yang hancur, aku yang dilema, aku bingung.
Nathan bersikap seolah dia yang tersakiti, agar dia bisa menyembunyikan kesalahannya?
Aku awalnya benar-benar kecewa dan rasanya mau hilang ingatan saja, kenapa kakakku?!!!
Tapi Kak Munif berusaha selalu menasehatiku, kami kembali serumah walaupun aku harus kembali ke rumah lama karena dia tak suka kemewahan rumahku.
"Sudah.. Tenanglah! Jangan menangis dek.. Ada kakak disini.." ucap Kak Munif malam itu sambil terus mengusap kepalaku yang ada di dadanya. Bahuku bergetar hebat karena aku menangis geram.
Aku memeluknya erat di atas kasur kecil kami, terbaring saling merapatkan tubuh. "Dia kenapa membuatku bingung kak.. Dia menyebalkan.."
"Dia butuh waktu untuk menenangkan diri.. Dia pernah bilang kalau dia punya pilihan lain dan itu bukan kakak.. Artinya kamu lah pilihan dia dek. Kakak ikhlas dek jika memang kalian saling mencintai. Dia cowok baik, mungkin sedikit membingungkan..."
"Itu kemaren kak.. See? Dia bahkan tak memilih satu pun dari kita.. Dia kecewa dan merasa dibodohi karena kita bersodara. Aaarghh.." aku melempar hpku hingga menghempas dinding karena sangat kesal dia tak pernah merespon sms atau mengangkat teleponku.
Kakak menciumi kepalaku, "Apa kau mencintainya?" tanya Kak Munif.
Aku hanya mengangguk di pelukan dadanya yang aku rasa dia bisa rasakan itu, terdengar kakak bergumam dan kembali bersuara, "Hmm.. Kau harus perjuangkan itu? Jangan menyerah.. Dia cowok bodoh yang keras kepala, dia tak bisa melihat kesungguhanmu jika tak kau perlihatkan.."
"Bagaimana caranya aku memperlihatkannya?"
"Selalu kejar dia, tanpa menyerah. Dia akan sadar kegigihanmu kelak."
"Lagi-lagi mengejar.. Aku capek kak.. Dia tak segan-segan menginjak harga diriku jika aku mengejarnya."
"Tergantung bagaimana hatimu. Apa hatimu sanggup bertahan dengannya? Apa kau masih mencintai dia apa adanya meskipun dia jahat? Dan apakah kamu sanggup harus melepaskannya?"
Aku terdiam sejenak, aku sebenarnya mau menyerah saja tiap kali melihat sikap Nathan tapi aku tak bisa mengelak jika Nathan tak mampu aku tendang dari dalam hatiku. Aku menangis histeris lagi jika membayangkan harus menjauh dari hidupnya. "Aku sanggup.." desisku yang berusaha menahan isakan.
"Adek kakak memang kuat, cinta itu perlu perjuangan sayang.."
"Apa kakak mencintai Nathan?" tanyaku sambil mendongak menatapnya.
"Ya.. Gak hanya Nathan, kakak juga masih mencintaimu.."
"Kenapa kakak tak memperjuangkannya seperti ucapan kakak?"
Kak Munif tersenyum pahit, "Karena kalian sudah seharusnya bersatu... Kalian saling mencintai dan akan jadi pasangan yang sempurna. Kuatlah.." ucapnya sambil menepuk punggungku. Tangisku makin dalam saat itu, aku terharu kak Munif rela mengalah gak hanya buat satu cinta tapi membiarkan dua orang yang dia cintai bersatu karena aku dan dia pernah memiliki hubungan yang special dulu.
Dia lah yang paling tersakiti disini.
------
Aku kembali bangkit dengan semangat dari bangku taman begitu melihat Nathan berjalan di sampingku, dia baru sampai di sekolah rupanya.
Aku berlari mengejarnya, mensejajarkan posisi dengannya, "Nathan..." desisku.
Nathan justru mempercepat langkahnya, kaki mungilku kewalahan untuk mengikutinya, dia bahkan tak melirikku. Sakit..
Dia serasa orang asing sekarang.
Sampai di kelas dia duduk lagi di bangku paling belakang, padahal dia sempat bermusuhan dengan Bagas dan Anto dan memilih duduk di sampingku beberapa hari lalu.
"Eh Nathan, lu akhirnya balik lagi sama kami nih.." ucap Bagas tersenyum.
"Hm.. Gimana tongkrongan masih rame gak?" ucap Nathan sambil menatap mereka yang duduk di meja Nathan sehingga menghalangi pandanganku.
"Genk kita sepi nih.. Malah genk lain yang nambah aja.. Kayanya mereka gak semangat stay tanpa lu, Than.." ucap Anto.
"Yoa.. Apalagi Genk si Kris. Gila aja dia jadi jawara sekarang, merdeka mereka tanpa lu.."
"Siapa Kris?" tanya Nathan heran.
"Anak baru di kelas 12 A... Lu ketinggalan banyak gosib kayanya semenjak jadian sama Dendy. Bahkan lu gak sadar pamor lu direbut sama si Kris itu di IPA."
yaa kalau kami sendiri berada di IPA B, berarti yang dibicarakan ada di kelas sebelah, "Siapa bilang? Gue dan Dendy gak pacaran.." ucap Nathan ketus.
Rasanya batinku tertohok. Kami memang belum pacaran tapi... Yang kami lakukan lebih dari orang pacaran. Kata-katanya seolah berbunyi, 'Najis gue sama dia.. Siapa dia' di dalam pikiranku.
"Ooh.. Kirain.. Habisnya lu kayanya cinta banget sama tuh bocah.." Bagas melirikku sinis.
"Kembali ke Kris, dia anak baru dan sudah jadi ketua genk?" tanya Nathan berusaha mengalihkan topik.
"Kris awalnya ikut genk Iwan, tapi minggu lalu Iwan tewas kecelakaan pas balapan makanya Kris yang gantiin.." ucap Anto. Aku tertegun, ini yang jadi salah satu ketakutanku di balapan, mati dengan menggenaskan.
"Oh.." gumam Nathan tak antusias.
Anto merangkul Bagas semangat, "Nih si Bagas berantem mulu sama Kriss... Cinlok baru tau rasa.." ejek Anto.
Bagas mendelik dan memasang wajah geli, "Najis gue sama si songong sok cool itu,"
"Yaelah si Kris itu cakep, tajir pula.. Ah dia juga natap lu penuh arti, Gas.. Dia kayanya emang doyan caper sama lu. Radar gue juga ngerasain dia sama kaya kita.."
"Bukan type gue.. Gue gak suka top.. Gue kan juga top, mending sama Dendy deh, unyu-unyu.." ucap Bagas yang membuat Nathan menatap tajam.
"Eh.. So-sorry.. Kayanya ada yang cemburu.." ucap bagas gugup.
"Terserah lu lah.." ucap Nathan malas-malasan dan memejamkan mata.
Dari pintu kelas muncul seorang cowok tinggi, berkulit pucat dan punya aura cool seperti anime-anime, bermata tajam sambil nunjuk arah paling belakang, "Hoi Bagas, gue udah terima surat tantangan lu. Kalau berani jangan cuma pulang skul, sekarang gue ladenin lu.." teriaknya.
Bagas dan Anto bertukar tatapan, "Lu nantang Kris pake surat?" tanya Anto.
"Kaga.. Suerr.."
"Kayanya ada yang adu domba nih.."
Kris terlihat gerem, "Hoi pengecut, napa lu diem?!!"
Bagas yang tak terima langsung berlari mendorong Kris ke luar kelas, anak-anak sekelas pada lari berkerumun ke sana. Terdengar suara umpatan, sorakan penuh semangat dan berbagai keriuhan di luar sana.
Cuma aku dan Nathan yang berada di dalam kelas. Aku manarik nafas dalam, memberanikan diri berjalan mendekatinya.
Aku duduk di atas mejanya, dia mendongak dengan mata terpejam dan melipat tangan di dada.
"Nathan.." desisku nyaris berbisik, aku masih menunduk menatap kakiku yang berayun.
"Than.." ucapku lagi karena tak mendapat respon.
"Mending lu jauhin gue deh.. Gue gak minat sama lu.. Gue udah bener-bener mati rasa." ucapnya dingin masih dengan mata terpejam.
Aku meremas tanganku karena gugup, aku berusaha menahan emosiku dan kembali menarik nafas. "A-aku.. Akan tetap berusaha dapetin hati kamu.." ucapku gugup.
"Semakin lu desak gue dan dekatin gue dengan paksa maka lu bakal makin tersakiti. Gue mawar, Den.."
Aku mencoba tersenyum, "Itu clue buat aku.. Aku tak akan mendesakmu. Jika kau mawar yang terlihat indah, maka aku akan menyiramimu perlahan agar kau tetap indah.."
"Bodoh.. Pergi!"
Aku menggeleng kuat, "Gak.. Than, aku cinta kamu.."
"Gue gak suka pengemis.."
Rasanya dadaku nyeri mendengar kalimatnya yang terdengar tajam, "Aku butuh kamu Than.. Aku gak perduli kamu gak nganggap aku, kamu gak balas cinta aku tapi aku cuma minta izinin aku tetap disamping kamu.. Berikan aku kesempatan tetap dapatkan hati kamu.."
Nathan terdiam, aku juga terdiam. Kutatap sosoknya yang sering membuatku ternganga itu. Dia tak lebih dari cowok angkuh di mataku sekarang, tapi kenapa aku tetap mencintainya Tuhan?
Apalagi mengingat manisnya moment beberapa saat lalu, apakah Nathan bisa sekeras itu membuangku?
"Aku percaya, suatu hari nanti kau akan kembali melunak seperti waktu itu..."
Nathan bangkit, menatapku tajam, tatapan yang tak bisa aku mengerti apa isi hatinya.
Dia bangkit, merenggangkan ototnya kemudian berjalan menjauhiku. Aku berlari mengikutinya, sebelum dia mencapai pintu kelas aku memeluknya dari belakang dengan erat.
"I miss you.. Than, jangan jauhi aku.. Dadaku sesak tanpa kamu. Aku butuh kamu.." aku menangis hebat di bahunya, membuat bajunya basah. Aku tak mampu menyembunyikan kenyerian hatiku jika dia terus begini.
"Lu mau dekat gue terus?"
"Iya.." lirihku dengan suara pilu.
"Gue jamin, semakin lu dekati gue, lu bakal ngebenci gue lebih dalam.." ucapnya dingin.
Aku terdiam, bibirku bergetar dan meremas dadanya. Aku tak tau harus bagaimana, tapi aku akan berjuang sebisaku sampai aku titik darah terakhir...
BERSAMBUNG
oh ya si Kris adalah salah satu tokoh perserikatan sepupu, cerbung baru gue entar. Jadi gue bikin dua cerbung yang tokohnya saling berhubungan gitu. Tapi bakal gue tamatin dulu cerbung ini baru gue mulai entar.
No comments:
Post a Comment