Bakso Nano-Nano 2
By: yanz
-Nathan POV-
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku baru pulang dan melangkahkan kaki perlahan ke dalam rumahku.
By: yanz
-Nathan POV-
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku baru pulang dan melangkahkan kaki perlahan ke dalam rumahku.
Rumah besar yang didominasi warna putih dan emas, perabotan juga tertata apik. Kulihat lampu di setiap ruangan redup, tanda-tanda kehidupan udah tak ada.
Tapi aku sedikit terkejut saat mendengar suara TV di ruang keluarga, lampu diruangan itu dimatikan. Yang terlihat hanya seseorang yang duduk di depan TV sehingga bayangannya terlihat. Kurasa itu papa.
Haruskah aku menyapanya? Ah aku malu.. Gengsiku sangat besar. Namun saat aku berniat memutar badan aku malah menyenggol vas besar dan aku tangkap sebelum terjatuh namun aku berteriak, "Ah aa ah.. Gak jadi jatuh.."
Papa langsung menengok saat mendengar suara teriakanku, "Nathan, akhirnya pulang juga. Papa sudah tunggu dari tadi.."
Deg..
Gawat, bisa kena semprot habis-habisan nih. Aku cuma diam membeku di tempat, namun papa melambai memberikan isyarat agar aku duduk di sebelahnya.
Dengan langkah gontai aku memaksakan diri duduk di sampingnya, awalnya aku terdiam canggung begitupun papa dia menatap TV sambil menghembuskan asap rokoknya.
Mengingat pesan tukang bakso tadi aku langsung meraih tangan papa dan sungkem. Papa tertegun, menatapku tanpa berkedip kemudian mengusap kepalaku tanpa bersuara.
'Saat seorang anak mencium tangan orang tuanya, maka marah sebesar apapun akan reda.' ucap tukang bakso itu siang tadi sepertinya cukup manjur kupraktekkan.
Papa tersenyum hangat menatapku, "Nak.." desisnya. Aku sangat senang rasanya mendengar kata 'Nak' yang jarang dia ucapkan, seolah aku merasa dimanja.
"Iya pa.." jawabku dengan mulai melengkungkan bibir.
"Papa menyesal.. Papa sudah menyengsarakan kamu dan mama, papa gila kerja hingga melupakan kewajiban lain yaitu memberikan perhatian."
"Sudahlah pa, Nathan aja yang kurang bersyukur. Padahal papa dan mama melakukan semua ini buat Nathan. Nathan berterimakasih, sudah diberikan banyak kelebihan yang tak dimiliki orang lain. Nathan akan berusaha menjadi lebih baik, memanfaatkan kelebihan materi kita ke jalan yang lebih baik. Nathan janji pa.."
Papa tersenyum, "Papa pegang kata-katamu.. Oh ya ini ada tiga tiket pesawat ke singapore, minggu depan kita libur ya sekeluarga? Papa dan mama akan ambil cuti.."
"Benarkah? Asik! Lama gak liburan bareng hehe.."
Papa menyentil hidungku, aku memeluk papa girang, "Ya kamu boleh membeli apa saja nanti, kasih oleh-oleh juga buat teman-temanmu.."
"Iya pa.. Oh ya mama dimana?"
"Ehem.. Mamamu mungkin lelah memikirkan semua ini, sehingga dia tidur lebih awal. Coba kamu tengok.."
Aku bangkit dari pelukan papa, tersenyum lebar sebelum akhirnya pamit ke kamar mama.
Aku membuka perlahan pintu kamar, terlihat ibu muda yang masih cantik itu tertidur anggun. mamaku biasa tampil modis, orang-orang pasti berpikiran dia adalah kakakku. dia menikah saat umur 18 tahun, tepat saat dia lulus SMA dilamar seorang pengusaha kaya yaitu papaku yang berjanji akan menyanggupi kuliah mamaku jika ia menikah muda. Sehingga diumurku yang 17 tahun ini mamaku masih 35 tahun.
Aku berlutut di sisi ranjang, meraih tangan mamaku yang dingin, wajahnya terlihat pucat. Aku mengecup tangan mamaku, "Ma, maafin Nathan.." lirihku pelan, tanpa sadar air mataku mengalir. Aku meletakkan tangannya ke pipiku agar lebih hangat.
Aku mengingat segala tindakanku yang membentaknya tiap hari dan juga berandai-andai jika beliau meninggal dunia mungkin duniaku bisa hancur. Aku terisak hebat hingga suara ingusku itu membuat mama terbangun.
"Nathan?" ucap mama sedikit shock, "Kamu kenapa nangis nak?" tanya mama lagi sambil memelukku dan menciumi kedua pipiku.
"Ma, Nathan sudah jahat sama mama. Maafkan Nathan.." lirihku dengan suara serak, tenggorokanku tercekat rasanya.
Mama juga ikut menangis terharu, mengusap punggungku lembut, "Iya nak, mama selalu maafin kamu.. Tak ada seorang ibupun yang membenci anaknya meskipun anaknya telah menyakiti hatinya.."
Aku masih terisak, tanpa terduga papa yang menghintip dari luar juga datang. Kami berpelukan bertiga, layaknya keluarga yang kembali bahagia.
Mungkin benar kata pepatah, habis gelap terbitlah terang, setelah badai besar maka muncullah pelangi, badai pasti berlalu dan banyak lagi. Yang membuktikan bahwa masuknya aku dalam penjara yang awalnya kuanggap bencana besar namun sekarang justru memberikan hikmah tersendiri, rumah ini jadi terasa lebih hangat setiap harinya.
------
Malam berikutnya, aku terpaksa kembali ke jalanan membawa motorku, teman-temanku terdengar panik saat meneleponku beberapa menit lalu.
"Gawat Than, genk kita dibantai habis sama tuh anak baru.." ucap Bagas dari sebrang sana.
"Gue gak perduli, Gas. Gue udah janji sama ortu gue buat gak lagi bertingkah. Gue mau keluar dari dunia balapan liar.."
"Ini gawat Than, masa lo tega ninggalin kami yang sengsara gini. Mana solidaritas lo..."
"Sorry banget Gas.."
"Aduh.. Cemen lo, gak ada jiwa pahlawannya nih. Lo rela harga diri genk dan temen-temen lo diinjak orang baru tapi lo diam aja. Payah lo.."
"Gue gak cemen! Enak aja lu!!!" teriakku nyaris meledak, kepalaku berasap.
"Kalau gitu, ayo cepetan ke lokasi. Bantai tuh anak baru."
Aku menghela nafas begitu sampai, kubuka helmku, "Mana sih anaknya?" tanyaku sama Bagas dan kawan-kawan.
Mereka kompak menunjuk seseorang berjaket merah dan berhelm merah, dia membuka helmnya dan wajah itu..
FLASHBACK
Pagi yang dingin sehingga aku memutuskan membawa mobil pagi itu, setelah memarkir mobil dengan rapi aku mulai berjalan santai ke lorong kelas.
Beberapa orang menghindar atau berlarian begitu melihatku, aku terkenal sebagai preman sekolah yang sangat tempramental. Hal sepele pun bisa membuatku memukuli seseorang, aku yang notabenenya sabuk hitam di karate tentu saja tak ada yang berani melawan satu pun.
Sudah berbagai golongan dan umur yang nekat melawanku tapi hasilnya sama saja, KO.
Tapi hari ini aku lebih memperlihatkan wajah sayuku dibanding biasanya, aku mengancing bajuku rapat, memakai dasi, baju dimasukkan dan jaket woll.
Aku melipat tanganku di dada sambil bergidik sesekali, kulihat ada beberapa anak cewek mengulum senyuman saat melihatku.
Konon, ada juga beberapa anak cewek yang mengagumiku. Meskipun aku ditakuti cowok-cowok tapi aku sangat respect sama cewek-cewek, dan aku juga memiliki wajah yang cukup standar untuk masuk dalam kategori idola sekolah.
Masuk dalam kelas, beberapa teman menyapa aku hanya diam, duduk di bangku dan tidur di atas tanganku. Aku mengantuk sekali karena menghambiskan banyak waktu malam tadi untuk menangis. Sehingga sekarang mataku bengkak dan sipit, bawaannya mau merem doang.
Itu berlangsung hingga kelas masuk, aku masih telungkup di atas meja. Tapi kupingku masih mendengar jelas, guru tak ada yang berani menegorku karena aku berani melawan, anak-anak juga tak berani duduk di sampingku meskipun temen segenk-ku kerena mereka tak mau mengambil resiko.
"Selamat pagi anak-anak.. Ehem.. Kita pagi ini kedatangan anak baru.." ucap pak guru dengan riang gembira. Aku masih tak minat membuka mata hingga aku merasakan ada yang menimpukku dengan kertas.
Aku menoleh ke belakang, Anto temen segenk-ku mengarahkan dagunya ke depan.
Aku menoleh ke depan, mataku meneliti sosok anak baru itu. Tubuhnya yang sedang itu berdiri tegap, rambutnya cukup panjang dan berponi hmm aku harap ada razia rambut dadakan sehingga dia tak mampu bergaya, matanya yang berbinar , hidungnya yang kecil, bibirnya yang merah merekah melengkung indah, pakaiannya sangat rapi, kulitnya juga putih dengan warna kemerahan yang sedikit terlihat di pipinya. Kaya babi saja. Oww..
Saat melihat penampilannya keseluruhan, aku spontan mengucapkan kalimat pendek, "Kaya boyband nyasar.."
Sontak anak-anak sekelas tertawa mengejek anak baru itu.
"Ehem.." anak baru itu berdehem untuk meminta perhatian, "Perkenalkan nama saya Dendy, saya dari Manado.." ucapnya ramah.
Oh Manado, pantas saja dia memiliki penampilan yang cukup menarik. Orang Manado biasanya terkenal dengan orang-orang cakep bukan?
Aku kembali telungkup untuk melanjutkan tidurku, "Nak Dendy, silakan pilih tempat duduk yang kosong." ucap pak guru.
Aku langsung menoleh saat mendengar suara ada yang menarik kursi, kulirik si Dendy rupanya duduk di sampingku. Dia menoleh dan tersenyum lebar.
"Eh ngapain lu duduk disini?!" tanyaku ketus.
"Pak guru yang memintaku duduk di bangku yang kosong.."
"Tapi masih banyak bangku lain!"
"Aku maunya disini, kenapa? Masalah hm?" ucapnya ngotot.
Aku hanya mendelik kesal, buang waktu saja berdebat aku pun memilih tidur kembali dari pada memperhatikannya.
Sepanjang pelajaran aku mendengarkan penjelasan pak guru, aku mempunyai kemampuan mengingat di atas rata-rata sehingga guru tak pernah protes meskipun aku tak menulis.
Namun aku kembali terusik saat ada suara dari meja.
Tak.. Tak.. Tak..
Saat kulirik rupanya Dendy yang memainkan pensilnya yang dibunyikan di meja, aku yang merasa terganggu langsung merampasnya kemudian memasukkannya ke dalam kantong celana.
Namun diluar dugaan, aku tersentak hebat saat berasa ada yang menggerayangi selangkanganku, "Hei lu! Ngapain lu?" teriakku sambil memelototi Dendy dengan sangar.
Kelas jadi hening sekejab, bahkan pak guru pun membeku.
Dengan santai Dendy mengacungkan pensil ke depan wajahku, "Apa? Aku hanya mengambil pensil.." senyumnya dengan innocent.
Aku tak percaya dengan apa yang dia lakukan, aku yakin sekali. Dengan jelas dia meraba kejantananku barusan dan modusnya mengambil pensil, sialan. Aku langsung jaga jarak dan menggeser kursiku lebih merapat ke dinding.
Tak terasa bell istirahatpun mulai berbunyi, kondisi badanku yang sedikit meriang saat itu membuatku memutuskan hanya berdiam diri di kelas meskipun beberapa temanku mengajak keluar, lagi pula perutku tak lapar.
Dan moment inilah aku manfaatkan untuk tidur, itu niatnya.
Fuuh..
Aku sedikit shock saat merasakan ada yang meniup kupingku, "Hei! Apa-apaan sih lu!" teriakku kesal sambil menunjuk wajah Dendy, kulirik kelas sangat lengang saat itu. Yang lain pada jajan, hanya tersisa aku dan Dendy.
Dia langsung memasang wajah tanpa dosa dan melipat tangan di meja, wajahku masih memerah karena marah plus malu.
"Pergi lu dari sini.." usirku ketus.
"Hah? Kenapa? Apa salahku.." tanyanya dengan melekukkan bibir imutnya itu.
Aku mengerutkan kening dan memasang wajah jutek, "Lu itu mesum tau gak, ngapain sih lu nyari gara-gara sama gue!" teriakku kesal.
"Ah terimakasih pujiannya.." ucapnya dengan senyum malu-malu dan memegang pipinya dengan gaya Yuno Gasai.
Aku langsung terperangah, cengok, sphecless bin sweatdrop..
Apa-apaan nih anak, aku bergidik ngeri dan terpojok di dinding.
END FLASHBACK
Dan disini sekarang anak itu, "Dendy.. si boyband itu.." ucapku shock.
"Hai Nathan!" sapa Dendy girang, dia langsung turun dari motornya, berlari ke arahku dan memeluk dadaku erat.
Aku terperangah dengan mulut terbuka, "Bagas mana!!!" teriakku kesal.
"Iya Nathan, ke-kenapa?" tanyanya gelagapan.
Aku mendorong kepala Dendy dari dadaku, "Lu manggil gue cuma buat ngatasin boyband ini?" ucapku datar.
"I-Iya Than.."
"BEGO! Buang waktu gue doang!" teriakku emosi.
Bagas langsung merangkulku dan berbisik, "Jangan diliat bungkusnya doang, dia tuh jago balapan walau gak ada sangar-sangarnya.."
Aku memutar bola mata tak percaya, lelah berbasa-basi plus buang waktu aku langsung mendorong Dendy, "Ambil motor lu ayo kita balapan!"
Aku dan Dendy berperang mata, serasa ada kilat di mata kami. Dendy tersenyum sinis sedangkan aku menatap ketus.
BERSAMBUNG
Koment ya.. Nanti deh di part berikutnya si tukang bakso gue munculin. ^_~
Maaf ya buat dek dendy, dirimu kubuat jadi naughty uke disini gak seiinocent dirimu hohoho
No comments:
Post a Comment