Tuesday, January 19, 2016

Bakso Nano-Nano 6



Bakso Nano-Nano 6

By: yanz

-Nathan POV-

Aku mondar-mandir di depan ruang IGD dengan perasaan yang sangat gelisah. Bagaimana jika Dendy tewas? Aku bisa merasa sangat bersalah. Karena dia mengorbankan dirinya kedinginan untukku. Dasar bodoh, aku tak habis pikir dia senekat itu, tak hanya homo tapi juga bodoh! Aargh..

kenapa aku harus direpotkan dengan orang seperti dia ini? Apakah ada rencana rahasia dari semua ini!

Oh ya tadi, Kami terkurung dalam mobil box pendingin itu nyaris sejam, syukurlah supirnya cepat sampai, namun setelah keluar pun kondisi Dendy sangat menurun, denyut jantungnya lemah dan dia tak sadarkan diri. Aku menggendongnya dengan panik ke dalam taxi dan membawanya ke rumah sakit.

Saat dokter datang aku langsung berlari, "Bagaimana keadaannya dok?" tanyaku panik.

"Dia hanya terserang hipotermia ringan dan memar , setelah ruangan dihangatkan, memakai pakaian hangat dan istirahat beberapa hari dia akan pulih kembali."

Aku menghela nafas dan mengusap dada, setelah membungkuk sedikit aku meminta izin untuk masuk ke dalam. "Saya permisi dulu dok.."

"Ya silahkan.." ucap pak dokter yang mulai menjauh perlahan.

Kulihat Dendy terbaring lemah dengan wajah pucat kebiruan, mana wajah pink-nya seperti biasanya? Ada beberapa perban di tubuhnya karena pukulan yang aku berikan dari pagi tadi. Aku sangat prihatin dan khawatir. Hah.. Apa-apaan.. Dia bukan siapa-siapa! Buat apa aku khawatir.. So sucks..

Aku tarik kursi kecil untuk duduk di sampingnya, "Lu itu bodoh.." desisku sambil menarik hidungnya. Tapi dia tak bangun juga. Haaah.. Aku harap dia baik-baik saja dari pada aku dituntut pihak keluarganya.

Ini yang kedua kalinya dia menolongku, aku masih mengenakan jaket hangatnya yang tercium bau minyak kayu putih. Bau yang lembut seperti bayi. Sial! Kenapa aku membauinya?!! -////-

Kuraba isi jaketnya, mana ponselnya ya? Andai dia membawa ponsel mungkin aku bisa menghubungi keluarganya.

Aku tak menemukan apa-apa, kembali kuraih celananya tadi dan di dalam hanya ada dompet yang isinya beberapa uang dengan jumlah nyaris dua juta, ktp, kartu kredit dan atm. Aku melirik ktp-nya. Kutatap alamatnya baik-baik, sepertinya aku sangat kenal alamat ini.. Hmm dimana ya? Ah males mikir.

aku kembali fokus pada Dendy.

Aku meraih tangan halusnya, masih dingin. Kugesek-gesekkan tangan kami supaya dia bisa lebih baik, mengusap tanganku ke pipinya, perutnya hingga aku mulai bosan dan kelelahan.

Kurenggangkan otot agar tak bosan, aku menatapnya lagi tapi kenyataan masih sama saja.. Aku ngantuk.

Hingga Aku memutuskan tidur di atas tanganku yang diletakkan di pinggir ranjang.

--Dendy POV-

"Engh..." aku menggerang pelan karena merasakan ngilu di seluruh tubuhku, begitu membuka mata aku sudah ada di ruangan putih yang sangat panas, tangan diinfus dan banyak perban di tubuhku.

Aku menoleh ke samping, ah Nathan.. Dia tertidur sambil menggenggam tanganku! Wajahku memanas maksimal, detak jantungku berpacu lebih cepat dan aku menunduk untuk mengecup kepalanya.

Aku mulai merangkak turun dan saat melepaskan tanganku, Nathan sedikit bergerak.

Aku memutar pinggangku, menggerak-gerakkan tanganku karena tubuhku sangat kaku rasanya jadi aku butuh pemanasan. Saat aku melompat-lompat, tiba-tiba tubuhku oleng hingga aku menubruk meja dan menjatuhkkan vas bunga.

Nathan terbangun, dia langsung berlari meraih tubuhku, "Lu ngapain sih pake acara bangun segala! Lu itu masih sakit, bodoh!" teriaknya sambil merangkulku.

"Aku akan lebih sakit kalau terus berbaring. Tadi cuma mau pemanasan kok.. Lepasin, udah aku gak papa.."

"Halah.. Udah nurut aja, lu diam aja dulu disini. Awas kalau bangun! Gue carikan lu makanan dulu."

Aku heran dengannya, tadi memukuliku dengan bringas tapi sekarang sangat perhatian. Walau caranya sama saja, dia keras.

Tapi aku senang dia perduli denganku, wajahku rasanya kembali panas.

Apalagi saat mengingat tekstur lembut bibirnya yang merah dan bawahnya sedikit tebal itu, ah sangat menggiurkan bibirnya seperti bayi, sangat imut. Sepertinya Nathan bukan type cowok perokok sehingga dia terlihat sangat fresh.

Nah nah kan sekarang aku malah terbawa fantasi liarku lagi akan sosok Nathan, haah..

Nathan kembali dengan membawakan semangkok bubur, dia duduk di sampingku, "Aa.. Buka mulut lu?"

"Eng.. Gak ah.. Mulutku pahit.."

"Jangan banyak alasan, lu mau sembuh gak?"

"Aku udah sembuh!!!" teriakku kemudian menutup mulut dengan rapat. Tapi Nathan tetap memaksaku.

"Ayo dong cepetan dimakan, jangan ngerepotin gue.. Bodoh.."

"Umm aku mau makan dengan satu syarat!"

"Apa?"

"Suapannya pakai bibir kamu.."

Nathan langsung terhenyak, dia terdiam kemudian rahangnya mengencang karena kesal, dia malah memaksa aku memakannya. Aku pasrah dari pada pipiku sakit digencet.

Perutku mual karena dengan sangat terpaksa sudah menghabiskan satu mangkuk bubur tawar, yuck..

Terlihat Nathan membersihkan sudut bibirku, ahh betapa hangatnya dia yang penuh perhatian.. "Nathan.." desisku sambil menatapnya tanpa berkedip.

"Apa?" tanyanya jutek.

"Dingin.. Aku mau dipeluk.." ucapku manja sambil menggenggam lengannya.

Dia terdiam sejenak hingga akhirnya duduk di sisi ranjang, kemudian memperbaiki posisiku lalu duduk bersendar di dadanya.

"Lu jangan geer ya, semua yang gue lakuin cuma karena balas budi dan simpati gue sama lu.." ucapnya ketus.

Aku memain-mainkan tangan Nathan yang lebih besar dariku, "Tapi aku menyayangimu.." lirihku pelan.

"Denger, gue cowok normal. Sekuat apapun lu usaha gue gak bakal pernah naruh hati sama lu..."

"Artinya kamu ngasih aku kesempatan buat usaha dapetin hati kamu dong?"

"Terserah lu lah.. Bukan urusan gue.."

"Tapi kamu jangan tutup kesempatan itu, kamu jangan lari.. Aku mau dekat sama kamu.." ucapku sambil mendongak. Dia menatap wajahku sekitar tiga detik setelah itu membuang muka.

Aku tersenyum melihatnya salah tingkah, kukecup rahangnya, terlihat dia menelan liur dari lehernya yang bergelombang. Aku memperdalam pelukanku karena sangat gemas, aku dapat mencium aromanya yang sangat mengundang.

"Kenapa lu sayang gue? Fisik gue? Muka gue?" tanyanya dingin, masih saja tak menatapku.

"Aku gak tau.."

"Gak mungkin kan karena sikap gue? Gue udah siksa lu, hina lu, bikin lu ilfil. Apa segitu tergila-gilanya lu sama fisik gue hingga lu rela gue apain aja?"

"Gak.. Aku gak tau kenapa aku cinta kamu.."

"Haha..." dia tertawa sinis, menatapku dalam-dalam kemudian melumat bibirku. Aku tersentak hebat, dadaku bagai disengat lebah.

Dia meremas dan meraba pinggangku, dalam ciuman panas itu dia memperbaiki posisi hingga dia menindihku, dia melahap leherku. Menggigit dan menjilat leherku dengan ganas sedangkan tangannya bergerayang di dalam bajuku. Saat dia akan menurunkan celana birunya aku langsung menghentikan tangannya.

"Apa yang kau lakukan!!" bentakku dengan mata berkaca-kaca.

"Ini kan yang lu mau, homo?" tanyanya dengan mendekatkan wajah dengan sangat berani.

Tanpa sadar air mataku menetes, dadaku sesak setelah baru saja merasakan sensasi dahsyat, "Aku bukan orang kaya gitu, Nathan!!!" teriakku emosi.

"Bukan orang kaya gitu? Lalu ini apa?" Nathan meremas penisku yang sudah mengembang.

"Ini terlalu cepat.. Bahkan kamu bukan pacar aku!!" teriakku.

Nathan tersenyum sinis, "Hei buat apa pacaran kalau lu bisa dapetin badan gue gratis hm?"

Aku mendorongnya kasar, "Jadi kau masih picik.. Segitu buruknya image gay di matamu. Pergi Than.. Tinggalin aku sendiri!!!" dadaku sakit berusaha menahan tangis, aku gak mau terlihat lemah di mata Nathan.

Aku tak mau lagi mencoreng image gay itu banci or apalah.. Aku terdiam membuang muka, dia masih duduk di atas perutku hingga akhirnya turun perlahan.

Dia duduk disampingku, masih tetap menungguiku. Aku terpejam, berusaha sekuat mungkin menelan rasa pahit ini.

----

Tok.. Tok.. Tok..

Aku mengetuk jendela di suatu rumah setelah susah payah memanjat ke lantai dua, terlihat seorang gadis remaja mengenakan celana pendek dan kaos membukakan jendela, "Dendy.. Lama gak mam.. Umm.."

Aku langsung mengecup bibirnya, "Miss you baby.. Boleh masuk kan?" bisikku.

"Ya boleh lah.. Ayo.."

Aku pun masuk. Saat malam Nathan tertidur, aku kabur dari rumah sakit, aku badmood buat saat ini berada di dekatnya dan aku tak mau memperburuk moodku jika harus bertemu Tante Deby, hingga aku memutuskan menginap di rumah pacarku, Linda.

"Yaampun, Dendy. Kenapa kamu babak belur kaya gini?" ucapnya khawatir sambil meraba perbanku.

Aku mengernyitkan kening kesakitan, "Biasa beb, berantem. Namanya juga dunia cowok ujung-ujungnya berantem."

"Nakal ya kamu.." ucapnya sambil mencubit pinggangku.

"Bukan cowok normal kalau gak nakal.." ucapku sambil mengedipkan mata.

"Alasan doang.." cibirnya sambil memelukku. Aku pun mengusap rambutnya dan mengecup pipinya gemas.

Sebenarnya aku macarin Linda cuma buat nyakitin hati Josh doang, anaknya Tante Deby. Ya Linda awalnya pacar Josh, tapi aku mencoba menggoda Linda hingga dia berpindah hati denganku.

Dua bulan sudah hubunganku dengannya, Josh dendam kesumat denganku dan aku puas bisa nyakitin orang-orang yang jahat padaku.

Aku cukup menikmati hubunganku dengan Linda, dia bukan gadis yang rempong bin rewel yang selalu minta ketemuan atau disms dan telepon seharian nonstop, kalau aku menghubunginya ya dia balas tapi kalau aku gak ngehubungi dia ya dia juga diam, gak pernah ngambek or minta beli ini itu yang pasti dia selalu ada dan dengan senang hati menampungku kalau aku sedang suntuk di rumah or membutuhkan bantuannya.

Linda yang tadi keluar sebentar membawakanku makanan dan susu hangat dalam sebuah nampan, "Ah.. Baby, gak usah repot.." ucapku manja.

"Gak kok.. Nyantai aja.. Kamu pasti lapar kan? Makan ya biar cepat pulih.." ucapnya manis.

Aku langsung menyambar bibirnya, bisa dibilang aku bisex. Apalagi sosok Linda yang sexy bin manis tak mungkin aku tolak.

Kami bercinta lagi malam itu..

BERSAMBUNG

No comments:

Post a Comment