Saturday, February 6, 2016

Albino Gelap (CERPEN)



Albino Gelap (CERPEN)

By: Yanz

NP: karena keseringan diejek pedo, yaudah ide ini muncul begitu aja. Terinspirasi dari kisah gue yang narsis ini *digebukin*


Aku masih ingat, ketika dulu aku melihatnya di taman, duduk di ayunan sambil menggenggam yoyo. Dia menunduk sambil berayun pelan, tatapannya seolah memancarkan kesepian. Aku langsung diam, anak ini menarik perhatianku. Mungkin karena kulitnya putih seperti salju, rambutnya yang putih, bulu matanya yang putih dan bibirnya yang merah segar. Dia albino, dan sangat cocok untuk fisiknya yang memang imut.


Aku yang penasaran dengan anak kecil ini langsung mendekat menyodorkan lolipop yang selalu aku kantongin ya jaga-jaga siapa tau aku bertemu dengan anak kecil yang menarik, maka aku pun bisa dapatkan perhatian incaranku. Si albino tadi mendongak menatap aku yang tersenyum ramah kepadanya, “Kaka kasih aku?” tanyanya dengan suara lucu yang belum baliq.

“Iya, permen manis untuk dede kecil yang manis...” rayuanku itu sukses menarik penuh bibirnya kesamping. Semenjak saat itu, dia terus menempel denganku, sama sekali tidak susah mendapatkan dia, dia juga mungkin langsung tertarik padaku saat pandangan pertama atau kelabilannya yang masih bocah itu memudahkannya tertarik pada orang yang baik padanya.

 Bocah 12 tahun itu baru saja kehilangan kedua orang tuanya karena kecelakaan, dia sebatangkara sehingga selalu murung sendirian di taman. Aku datang di waktu yang tepat, merangkulnya kedalam kehidupanku yang sederhana ini. Apalah aku ini, hanya guru SMA honorer ketika umurku 21 tahun saat itu.

Kini, aku sudah 24 tahun, dan albinoku yang manis tumbuh menjadi remaja 15 tahun yang tampan. Dia cepat tinggi, suaranya juga mulai berubah walaupun pancaran manisnya tidak pernah memudar. Aku menyekolahkan Farel si albinoku di sma tempat aku mengajar, aku mau memantau dia secara penuh, orang orang di lingkungan sekolah taunya aku adalah kaka kandung Farel. Walaupun sudah aku kontrol, tetap saja aku sedikit khawatir dengannya. Dengan kondisi fisiknya yang ‘berbeda’ itu dia bisa mendapatkan dua kemungkinan, jadi korban bully karena dia lemah dan terlalu putih, kelainan genetik pada orang albino biasanya memang membuat fisiknya tidak sekuat orang normal bahkan matanya rabun jika kena panas matahari sehingga dia tidak pernah bisa mengikuti pelajaran olah raga atau bahkan bisa jadi siswa populer karena dia yang indah dipandang dan juga memiliki kepribadian yang sama indahnya.

“Prince, kopinya sudah jadi...” suara Farel memecahkan lamunanku yang tadinya asik membuka-buka album foto kami dulu, ketika Farel masih bocah betul. Oh ya, Farel suka sekali memanggilku prince, katanya aku setampan dan menarik seperti pangeran, yaah memang pangeran di hatinya kan, dan akan selalu begitu.

“Aakh..” aku memekik pelan ketika kopi panas tadi menyentuh ujung bibirku, gila panas juga.

Farel yang panik langsung merampas cangkir kopi tadi, “Prince maaf! Aku lupa kasih tau kalau kopinya masih panas.”

“Gapapa, de hehe. Kopi itu emang enaknya panas hehe...” walau aku berusaha memamerkan senyum tetap saja bibirku perih.

Wajahnya yang bagaikan pangeran salju itu menatap sedih, dia meniup kopi tadi hingga membuat bibir merahnya jadi manyun. Aku yang gemas justru melahap bibirnya yang menggiurkan itu, dia tertawa geli ketika bibir lembab kami bertautan, tapi sayangnya ciuman kami terhenti ketika kopi panas tadi tercecer di pahaku. Heh, kopi menyebalkan, bisa saja dia menganggu ritual kami. “Prince ga sabaran sih, nih aku taroh dulu kopinya.”

“Good, selagi menunggu kopinya dingin, bagaimana kita ‘bermain’ dulu?” ucapku dengan tatapan nakal dan membuat tanda kutip dengan kedua tanganku. Dan seperti biasa, lagi-lagi aku menidurinya dan dia hanya pasrah walaupun kadang mengeluarkan erangan-erangan kecil. Aku tau jika seorang guru meniduri muridnya itu sesuatu yang tidak bermoral, apalagi jika muridnya dibawah umur, apalagi jenis kelamin kami sama. Tapi kurasa hukum tidak melarang dua insan jatuh cinta, bukan?

Farel Mahesa dan Dimas Sanjaya melakukan semua ini dengan senang hati dan juga penuh cinta. Aku tau, sangat tau bagaimana besarnya cinta Farel terhadapku. Dia selalu memuji semua karya lukisku (kebetulan aku guru seni), dia yang selalu melayaniku disuruh maupun tidak aku suruh, dia tidak pernah protes sedikit pun akan tindakanku, selalu menghargai perjuanganku dan yang membuatku sangat mabuk tentu saja lengkungan senyumnya yang tidak pernah bosan juga dia berikan padaku meskipun kami sudah tinggal bersama selama ini.

Padahal aku tau sendiri bahwa aku tidak sempurna, aku hanya seseorang modal tampang dan rayuan yang mampu menaklukan pangeran saljuku ini. Sisanya, aku hanya orang yang jorok, pemalas, tukang tidur, mesum, dan juga genit. Yaaah aku tidak habis pikir, bagaimana bisa ketika kami berkencan mata genitku ini justru memperhatikan brondong lain yang lewat, kadang dengan lesu Farel bertanya, “Lihat apa ka?”

Dengan tanpa dosa aku menjawab, “Ada cowok cakep barusan lewat hehe...”

Paling Farel hanya tersenyum tipis, mengaduk-ngaduk jus lemonnya sambil berkata singkat, “Cowok cakep ya...” setelah itu tidak ada protes apapun dari mulutnya. Dia selalu memaklumi kegenitanku, atau dia hanya menyembunyikan amarahnya karena takut kehilanganku? Kadang aku terlalu pede dengan asumsiku itu, aku suka semau-maunya karena aku tau Farel tidak akan protes apalagi meninggalkanku, dia itu cowok berhati malaikat dengan fisik malaikat. How lucky.

Walaupun kadang aku merasa bersalah jika dia tersenyum dengan mata berkaca-kaca saat itu lah aku sadar, bahwa dia juga bisa sedih. Aku pasti segera menggenggam tangannya sambil berbisik pelan, “Percayalah, walaupun mata kaka nakal, hati kaka ga pernah selingkuh.”

Yaah sejauh ini aku memang kekasih yang setia, aku tidak pernah menghubungi ataupun mencintai cowok lain di belakang Farel, kalau aku suka lihat ya aku puji di depan Farel, supaya dia tau bahwa aku selalu terbuka dengannya.

-0-0-

“Mas Dimas, dipanggil guru BK. Katanya Farel masuk ruang BK.” Kalimat dari Bu Murni salah satu guru muda di sekolah ini sukses membuat jantungku melompat, aku melangkah penuh kekhawatiran. Belum sebulan Farel jadi siswa SMA, bagaimana bisa dia masuk ke ruang BK? Astaga jangan-jangan ada anak nakal yang membully-nya seperti dugaanku. Waktu smp aku kurang mengerti kehidupan Farel karena dia selalu mengatakan semuanya baik-baik saja, begitu pun gurunya bilang Farel anak baik yang berprestasi meskipun dia lamban dan rabun.

Saat membuka ruang BK, pelukan Farel langsung menerjangku, “De, kenapa?” tanyaku khawatir.

Bu Riska selaku guru BK hanya menggeleng dengan tatapan heran, “Bu Riska, ada apa? Kenapa adek saya bisa masuk ke ruang BK?’’ tanyaku panik, aku langsung mengecek seluruh tubuh Farel yang masih utuh, oh ya mungkin saja dia dibully secara mental? Aku melirik garang lima anak yang berdiri tertunduk di dekat bu Riska, pasti mereka anak-anak nakalnya.

“Maaf saya harus katakan ini Pak Dimas, tapi adik anda ini menyerang teman sekelasnya dengan batu bata. Barusan ambulans pergi membawa Johan korban dari penganiayaan Farel, ini tindakan kriminal yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Farel bisa dapat sanksi berat.”

Mataku membulat tidak percaya, “Bagaimana bisa bu? Sejauh yang saya tau, adik saya ini anak baik-baik bu.”

“Hmm mereka berlima saksi kuatnya, mereka melihat jelas kejadian itu. Sampai detik ini Farel tutup mulut tentang alasan penyerangannya.”

Aku meremas bahu Farel, “Kenapa de? Tatap kaka, ayo bilang kenapa kamu kaya gini?” aku mulai mengguncang bahunya dengan kasar, dia hanya tertunduk dalam. Tetap tidak mau buka mulut, demi harga diriku sebagai guru disini terpaksa aku tegas dengannya, “Bilang kenapa kamu kaya binatang begini hah! Apa kaka pernah ajarin kamu nakal kaya gini!!!’’ bentakku, membuat suasana ruangan semakin hening. Perlahan aku bisa lihat cairan bening menetesi lantai, apa aku terlalu kejam?

Dia mulai membuka mulut walaupun suaranya tercekat, “A-aku gak suka cara Johan liatin Pak Dimas... di-dia homo.” Okay, sesuai perintahku dulu bahwa Farel harus menyesuaikan diri dengan memanggilku Pak ketika di sekolah, tapi jawabannya membuatku sangat shock, aku tidak habis pikir hanya karena hal sesimple itu dia bisa senekat ini.

“Saya serahkan semuanya pada kebijakan sekolah.” Ucapku datar dan meninggalkan ruangan BK. Aku kehabisan kata-kata, bahkan ketika Farel menarik lenganku aku justru menepis kasar tangannya. Aku kecewa.

Pikiranku kusut sekarang, duduk di bangku guru pun aku meremas rambutku. Sepertinya aku salah langkah menyekolahkan Farel di tempatku bekerja, ini membahayakan nama baikku. Apalagi modus penyerangannya atas dasar cemburu, bagaimana jika orang-orang tau akan kelainan orientasi sexualku? Haaah memusingkan. Aku mulai tertunduk dan menemukan sebuah surat kabar di mejaku, tanpa sengaja mataku terfokus pada foto yang ada di surat kabar itu sepertinya tidak asing. Aku baca headline korannya, “Seorang mahasiswa tewas dengan wajah hancur di gang kecil..” aku mulai membaca isi beritanya dimana mayatnya ditemukan oleh warga, di samping jasadnya terdapat palu yang kemungkinan digunakan sebagai alat pembantaian. Shit, ini terlalu sadis.

Setelah aku perhatikan foto itu baik-baik, sepertinya aku kenal di dalam koran ini ada dua foto yang digabung, foto dari kartu mahasiswa dan juga foto mayat yang ditutupi koran. Setelah melihat foto dengan wajah tampan yang cukup jelas itu akhirnya aku ingat, dia cowok yang aku puji saat kencanku dengan Farel beberapa saat lalu.

Apa mungkin... Ah, aku hanya keseringan nonton horror, tidak mungkin hayalanku ini nyata kan. Haha Farel terlalu polos untuk hal seperti itu.

-0-0-

Aku sangat bersyukur Farel tidak dikeluarkan dari sekolah karena pihak keluarga Johan memaafkan kesalahannya, tapi tetap saja aku menghukum Farel dengan mengabaikannya selama satu minggu, mau dia masak atau menegurku tidak aku perhatikan, aku selalu masak sendiri dan juga asik di depan laptopku ketika kami di rumah. Walaupun kadang hasrat sex-ku cukup gemas karena aku membutuhkannya, tapi tetap kutahan.

“Udah ya Prince, maafin aku. Udah lama banget ini.” Rengek Farel sambil duduk di sisi kakiku, dia memeluk kakiku dengan tatapan sedih. Aku yang duduk di kursi di depan meja komputerku mulai meliriknya, kasihan juga. Dia pasti meriang, merindukan kasih sayang. Lol

Aku menghela nafas berat, mungkin aku sedikit keterlaluan. Bagaimana pun Farel itu manusia biasa, dia pasti memiliki kekurangan ya mungkin kekurangannya ternyata dia anak yang nakal terselubung.

Farel menggelayut-gelayutkan wajahnya pada telapak tanganku, kadang dia memasukkan jariku ke dalam mulutnya, membuat otak kotorku aktif seketika. Aku langsung membungkuk untuk menyambar bibir lezatnya itu, “Kamu itu godaan terbesarku, de..”

Dia hanya diam dengan senyum yang melengkung manis, aku pun bingung bagaimana bisa aku jatuh cinta sebesar ini sama orang yang menurutku membosankan karena kami jarang mengobrolkan banyak hal, rasa cinta kami lebih banyak diungkapkan melalui sentuhan.

Contohnya sekarang aku menarik tubuhnya agar duduk di pangkuanku. Aku meraba perutnya, “Dede gak ngerasa hamil gitu?” tanyaku dengan bloonnya.

Farel menoleh ke arahku, menepuk tanganku pelan, “Ada ada aja prince...”

Aku mengecup tangkuknya dengan lembut, “Ayo bermain peran, ceritanya dede hamil, kaka jadi suaminya, yang merawat dan menyayangi dede sepenuh hati.”

Farel menangkup pipiku, “Kalau aku ga bisa hamil, kaka tetap sayang kan?”

Aku menghembuskan nafas panjang, “Jelas lah, sayang, why so serious? Maaf ya malah bikin dede baper... perang aja ya, kaka kangen.” Aku meniup lehernya. Dia terkekeh pelan, dengan semangat aku menggendong tubuhnya yang kurus itu. Seperti biasa kami akan membuat kasur basah.

Kali ini Farel lebih agresif, dia mencumbuku dengan ganas hingga dia duduk di atas perutku ketika bibir lembabnya itu membuat leherku tergelitik. Tapi mendadak aku keheranan ketika merasakan ada besi dingin yang menyentuh kulit leherku, “De! Apa-apaan ini?!!” tanyaku kaget ketika melihat Farel sudah menggenggam sebuah pisau tajam.

“Kaka terlalu banyak yang incar, dede gak suka. Ayo buat cinta kita abadi di alam baka.” Ucapnya tersenyum bagaikan malaikat, dan kini dia melakukan hal yang tidak pernah terpikir sedikit pun olehku selama ini, tangan malaikat itu merajam leherku begitu kuat hingga pandanganku gelap seketika.

TAMAT

Cerpen sederhana ini, aku dedikasikan untuk kekasihku tercinta yang katanya ngarep banget aku jadi guru di sma-nya.
Kebetulan dia terlalu sempurna, jadi aku anggap aja kekasihku yg sempurna ini punya sisi gelap ahaha

1 comment:

  1. 085869724469(Budi Purnomo).
    1. Open Khusus SD&SMP.
    2. Open Khusus untuk umur 11 – 17 Thn.
    3. Open Khusus Cowok/Lanang.
    4. Open Full 24 Jam Nonstop.

    ReplyDelete