Desa
Loranten (Part 6 TAMAT)
By:
Yanz
Enjoy
it~~~~
“Engh...”
terdengar rintihan kecil dari Julian. ‘Kenapa ini? Kenapa mataku sulit terbuka?
Kenapa tubuhku tak bisa aku gerakkan?’ batin Julian yang mencoba sadar dari
pingsannya, indra di tubuhnya belum mampu memberi respon.
Mata
Julian bergetar memaksakan untuk terbuka, namun sebelum mata Julian terbuka
indra penciumannya mulai berfungsi, dimana perut Julian langsung terasa mual
karena mencium aroma busuk bangkai.
Syaraf-syarafnya
mulai berfungsi sehingga bisa merasakan rasa sakit yang menjalar di sekujur
tubuhnya, jarinya bergerak perlahan. ‘Aku harap aku Cuma bermimpi buruk... Iya
pengalaman itu aku harap hanya mimpi buruk!’ batin Julian saat ingatannya mulai
memflashback kejadian intim yang mengerikan itu, dimana dia melakukan hubungan
intim dengan orang yang dia kira Fahmi dan kengerian berubah ketika orang itu
berubah menjadi monster dan ada banyak monster yang ‘menyantabnya’ sehingga
membuatnya kehilangan kesadaran.
Perlahan
mata Julian membuka, kabur... ya pandangannya kabur, tapi dia bisa melihat
cahaya dari obor-obor yang menempel di dinding batu bata, memberikan cahaya
pada ruangan itu.
Pandangan
Julian mulai jelas perlahan dan betapa terkejutnya dia saat melihat sekitar,
ada banyak tubuh manusia terdampar berdesakan bersama dirinya... mereka lebih
tepat disebut mayat-mayat, karena semuanya tak bergerak, berlumuran darah
bahkan ada yang memiliki luka menganga mengerikan seperti luka dari gerogotan
makhluk buas.
Saat
Julian menatap tubuhnya, rupanya nasib tubuhnya juga tak jauh beda dengan
puluhan mayat disini, ada banyak darah di tubuhnya, nyaris seluruh tubuhnya
mendapatkan bekas gigitan-gigitan kecil tapi di bagian lehernya terdapat luka
gigitan yang lebar dan terus mengeluarkan darah, apalagi luka di bagian lubangnya...
rasanya Julian tidak sanggup lagi bergerak karena terlalu sakit di bagian
lubangnya.
Julian
menangis dalam diam, rasa shock dan luka di lehernya membuatnya tak bisa
berbicara, ‘Teman-teman tolong aku... Aku tidak mau mati...’ batin Julian.
Mulutnya ternganga mencoba menghirup udara karena dia tak sanggup menggunakan
hidungnya untuk bernafas.
Julian
berusaha keras mengembalikan fungsi syaraf di tubuhnya, mencoba
menggerak-gerakkan jari kaki dan tangannya. Para monster itu sungguh ganas
memperkosanya, dia bisa saja mati jika hanya disini selama berjam-jam tanpa ada
yang menolong.
Julian
bisa bergerak perlahan, sikutnya sudah bisa ditekuk namun dia kembali terkejut saat lehernya mulai bisa menoleh, ada kepala
mayat di sampingnya, nyaris putus dengan satu mata yang keluar, Julian langsung
membuang muka, dia tutup mulutnya agar tak muntah.
Mayat-mayat
itu adalah orang yang bernasib sama dengannya, terjebak di dalam desa ini,
diperkosa para monster namun melawan sehingga dibantai habis-habisan. Sedangkan
Julian terlalu lemah untuk melawan, sehingga saat itu dia hanya bisa memejamkan
matanya dengan terisak hingga kesadarannya menghilang.
Sekali
tarikan nafas panjang, Julian mengumpulkan tenaganya untuk mendorong tangannya
di lantai agar tubuhnya mampu bangkit dan akhirnya dia bisa duduk.
Perlahan
dia mencoba menekuk lututnya, ingin mencoba berdiri namun saat rasa sakit
mengigit itu menyerang lubangnya dia urungkan niat untuk berdiri. Rasanya sobek
di bagian sana terlalu besar, dia bisa melihat aliran darahnya yang berjalan
mengotori lantai.
Julian
memejamkan matanya membuat air matanya jatuh mengaliri pipi hingga dagunya,
‘Fahmi.. Adam, Arie... andai kalian bisa dengar aku...”
Di
sisi lain Fahmi, Adam dan Arie mendengar suara Julian di tempat yang berbeda,
“Julian... itu suara Julian.. tidak salah lagi!” ucap Fahmi saat mendengar
suara Julian yang seolah berbisik kecil di kupingnya.
Dari
atas langit muncul Wisnu yang melompat ringan seperti kertas yang jatuh,
“Bagaimana keren kan aku? Jadi kalian tak susah lagi berkomunikasi..” ucapnya
cengengesan.
“Maksudmu,
kau yang menyihir kami agar bisa saling terhubung?’’ tanya Fahmi.
“Tepat
sekali!”
“Apa
mereka bisa mendengar suaraku?”
“Bisa
bisa... kau tinggal berbicara di dalam otakmu dan mereka akan mendengar.”
Fahmi
tersenyum lebar dan langsung merengkuh tubuh Wisnu di dalam pelukannya,
“Terimakasih itu sangat berarti buatku”
Wajah
Wisnu memerah, dia menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil cengengesan,
“Hehehe.. sudah cepat bergerak. Basmi Ratna dan kutukan mengerikan desa ini
sebelum matahari terbit datang, kalau tidak kalian harus merasakan satu hari
satu malam yang mengerikan lagi.”
Fahmi
mengangguk mantab, mengusap kepala Wisnu sebelum berlari. Wisnu memasang wajah
girang, melompat-lompat senang.
“Teman-teman
kalian dimana? Ini aku Fahmi sedang berlari mengecek tiap bangunan di desa
ini.” Ucap Fahmi dalam pikirannya.
“Fahmi!
Hueee kau bisa mendengarku? Tolong naaah rasanya sebentar lagi aku akan mati,
tubuhku sakit semua...” balas Julian. Dia kembali membaringkan tubuhnya di
lantai karena berduduk saja dia terlalu lelah.
Fahmi
mengusap keringat di keningnya menggunakan lengan, “Iya Julian, kau dimana? Aku
akan kesana segera. Adam, Arie... tolong bicara menggunakan pikiran kalian agar
kita terhubung.”
Arie
yang mengalungkan tangannya di leher Adam, memajukan wajahnya ke sela leher
Adam, “Kau dengar suara mereka?” tanya Arie.
“Iya...
aku dengar..” ucap Adam sambil membenarkan gendongan Arie yang ada di
punggungnya.
“Aku
sekarang ada di jalan raya menyusuri tiap jalanan. Bisa kah kita bertemu
sekarang?” ucap Adam sambil mempercepat jalannya. Dia bahkan nyaris berlari
sehingga Arie meringis kesakitan karena
guncangan. Yaah masih ingat luka sobek di pinggangnya kan?
Fahmi
keluar dari bangunan, menengok sekitar, dan dia melihat ada bangunan yang
sangat tinggi di sebelah kanannya dengan jarak sekitar 500m, menurutnya itu
bangunan paling tinggi di sini, ada jam raksasa yang berbunyi sejam sekali di
sana.
“Kau
bisa lihat bangunan jam raksasa itu? Kau dekat bangunan itu tidak? Atau
disebelah mananya jam? Dan Arie dimana?”
“Aku
ada di gendongan Adam, gak usah khawatir.” Jawab Arie.
“Ah
syukurlah Rie, kalian bertemu juga.” Ucap Fahmi lega.
Adam
menengok sekitar, langkahnya langsung berhenti, “Kami sekarang tepat di depan
jam raksasa itu.”
“Baiklah
aku akan segera berlari kesana. Julian kau tak menjawab?’’
Julian
menelan air liurnya, meremas lehernya agar berhenti mengalirkan darah, “Aku tak
tau ada dimana. Ini hanya ruangan dengan penerangan obor dan di penuhi puluhan
mayat. Arie, Adam, Fahmi tolong aku... aku gak tahan lama-lama disini, aku
takut, sakit... aku luka parah sekarang.. tolong...”
Mata
Fahmi berkaca-kaca mendengar rintihan Julian, diremasnya kuat tangannya. Fahmi
tetap berlari ke arah jam raksasa, menemui dua sahabatnya setelah itu baru
berdiskusi tentang penyelamatan Julian.
Perlahan-lahan
mulai terlihat sosok Adam yang tinggi besar di tambah Arie yang menempel di
punggungnya, Adam dan Arie juga melihat sosok Fahmi. Adam langsung mempercepat
langkahnya untuk mendekat, Fahmi yang berkucuran keringat langsung
mengembangkan senyum.
Arie
langsung turun dari gendongan dan jalan terpincang, mereka bertiga langsung
berpelukan erat, terdengar suara-suara isakan yang diciptakan Arie dan Fahmi sedangkan
Adam mampu bertahan dengan wajah coolnya di suasana yang sedrama sekarang.
“Aku
sangat lega sekarang, asal kalian tau aku sangat ketakutan sendirian di tempat
terkutuk ini.” Ucap Fahmi sedikit gemas, dia langsung memeluk dua sahabatnya
bergantian dan sangat erat, terakhir mencium pipi mereka. Adam langsung
memasang wajah ngeri.
“Kakimu
bagaimana Fahmi?” ucap Adam yang keheranan melihat Fahmi bisa berlari.
Fahmi
menatap celananya yang Adam sobek beberapa jam lalu dan baru sadar tak ada luka
lagi disana, “A-aku tak tau bagaimana bisa hilang. Saat aku sadar sudah tak ada
luka. Dan aku baru ingat tadi aku terluka.”
“Maaf
ya, semua salahku. Aku yang terlalu keras kepala untuk lewat sini, dan sekarang
jangankan resepsi, keselamatan pun sepertinya akan hilang,” ucap Arie terisak
dan sedikit histeris.
Adam
langsung merangkul Arie dan menepuk pipi Arie.
Fahmi
melebarkan senyumnya dan menghela nafas, “Tak ada gunanya menyesal, sekarang kita
anggap saja ini games yang harus kita selesaikan.”
Semuanya
mengangguk mantab. Tapi fokus mata Fahmi langsung mengarah ke belut Arie yang
menggelantung dan ada darah yang mengaliri paha Arie, “Rie, kau kenapa?
Pakaianmu?”
Arie
menghela nafas, “Ceritanya panjang dan sekarang kita cari Julian yang
sepertinya mengalami nasib yang sama denganku.”
Wajah
Fahmi mendadak khawatir iya, “Iya... Julian bagaimana ya? Aku coba sapa dulu.
Julian kau masih sadar kan?”
“Fahmi
tolong cepat, rasanya aku semakin lemah dan ada banyak serangga yang
mengerubuti lukaku...”
“Julian
coba kau berteriak agar kami bisa mendengar posisimu atau keluar dari bangunan
agar kami mudah menemukanmu. Ada banyak sekali bangunan disini.” ucap Fahmi
sambil membuka tiap bangunan bersama dua sahabatnya.
“Aku
tak bisa bicara Fahmi.. tenggorokanku bermasalah karena luka. Hikh.. aku takut.
Tapi aku akan mencoba bergerak perlahan keluar dari bangunan ini. Tunggu aku.”
Mendadak
ada petir yang mengejutkan dari langit, Arie menyadari ada benda cair yang
membasahi hidungnya. Rupanya merintik, namun makin deras. Adam mengerutkan
kening karena mencium aroma yang begitu amis. Saat dia menadahkan tangan untuk
merasakan hujan dia langsung terkejut karena hujannya berwarna merah.
“Hujan
darah, Teman-teman...” ucap Fahmi.
“Bau
sekali, ayo berteduh!” pinta Arie, mereka langsung berlari ke salah satu teras
untuk berteduh. Mereka memandang heran ke arah langit dan hujan.
“Mengerikan
sekali... darah dari mana ini?” tanya Fahmi.
“Itu
darah setiap korban disini, sepertinya hari ini panen mangsa...” ucap suara
Wisnu yang membisik di kuping Fahmi.
Fahmi
langsung menoleh kesana kemari, tak menemukan sosok Wisnu, “Wisnu? Kau kah?”
tanya Fahmi.
“Yoa...
hehe..” jawab Wisnu girang.
“Siapa
Wisnu?” tanya Adam.
“Oh.. dia salah satu makhluk penghuni desa ini
yang masih mau berbuat baik.”
Arie
tertawa mengejek, “Halah.. mana ada monster yang baik, mereka nyaris membunuh
aku dan Adam bahkan bahkan memperkosa... ehem...” Arie langsung menghentikan
kata-katanya dan berdehem karena salah omong, dia belum menceritakan apapun pada
Adam tentang pengalaman yang ia alami.
“Perkosa?”
tanya Adam.
Muka
Arie memerah namun bermimik kesal, “Ah sudah lah jangan dibahas!! Fahmi
lanjutkan penjelasanmu!” ucap Arie ketus.
Akhirnya
Fahmi mencoba menjelaskan semuanya, tentang makhluk disini semuanya adalah
manusia dikutuk menjadi gay karena sikap mereka, tentang pemerkosaan yang juga
nyaris ia alami, tentang Ratna dan juga lambang. Adam langsung membesarkan
matanya, “Sepertinya aku mengenali benda yang kau maksud.” Ucapnya. Adam mulai
membuka kantong yang dia ikat di tangannya. Wajah Fahmi langsung girang saat
melihat lambang yang terbuat dari emas itu.
“Benda
ini... astaga! Bagaimana bisa kau mendapatkannya?” tanya Fahmi.
“Panjang
ceritanya, sekarang kita masuk ke dalam saja dulu. Hujannya makin deras dan
membasahi teras.” Ucap Adam mengarahkan teman-temannya.
Begitu
masuk ke rumah yang terbuat dari bata itu, tubuh mereka langsung merinding.
Terlihat ada banyak sarang laba-laba yang berukuran lebih besar dari pada
umumnya. Pemandangan di dalam terlihat cukup jelas karena ada cahaya obor,
“Sepertinya kita tak sendirian disini.. Ada yang menyalakan obor.” Ucap Fahmi.
“Kita
memang tak pernah sendirian disini. Ada banyak makhluk yang mengawasi.” Jawab
Adam.
Arie
memutar-mutar badannya, “Aaaargghh...” namun dia langsung berteriak keras dan
membenamkan wajahnya di dada Adam saat melihat tengkorak yang terpasung di
salah satu sarang laba-laba,
Adam
langsung mengusap kepala Arie, “Jangan dilihat...”
“Sepertinya
bukan Cuma kita yang pernah terjebak disini...” ucap Fahmi sambil menendang
tulang-tulang menjauh.
“Arie?
Itu suaramu? Kenapa aku mendengar suara teriakanmu sangat dekat?” batin Julian
sehingga membuat tiga sahabatnya mendengar.
“Iya
Julian, tadi aku berteriak karena terkejut. Apa kau disini?” jawab Arie.
“Entahlah,
yang pasti aku berada di ruangan dengan material batu bata.” Ucap Julian yang
mulai merangkak di sekitar dinding untuk mencari pintu. Dia menahan rasa
sakitnya sekuat tenaga sehingga butiran bening mengalir dan berjatuhan di
dagunya.
“Tidak
salah lagi, kita pasti berada di bangunan yang sama. Julian cobalah berteriak
agar kami tau dimana posisimu!” suruh Fahmi. Fahmi dan Adam mulai berlarian di
pinggir ruangan mencoba mencari pintu lain tapi tak ada pintu.
“Ehem...
ekh...” Julian berdehem sangat kecil, hanya itu yang bisa dia lakukan.
Tenggorokannya sangat sakit dan terasa kering.
Saat
kaki Julian tak sengaja menendang salah satu tangan yang terpenggal dari
tubuhnya, Julian mendapatkan Ide, “Apa kalian bisa mencium bau bangkai?” tanya
Julian.
“Ya
memang ada sedikit bau busuk disini, banyak tulang-tulang manusia juga.” Jawab
Adam.
“Bagus,
cari sisi ruangan yang bau bangkainya sangat tajam. Aku terjebak bersama
puluhan mayat yang menggenaskan disini, tolong aku sudah tak tahan dengan
baunya.” Ringis Julian. Dia bersendar di dinding karena sudah tak sanggup
berjalan, rasanya dia mau pingsan saja. Dia juga putus asa mencari, karena tak ada
terlihat pintu di sini.
Arie
Cuma mampu terdiam berdiri di dekat sebuah lemari buku, dia mengendus-endus
udara, baunya makin tajam di sekitar sini. Arie meremas luka di pinggangnya
karena mulai gatal bercampur perih.
Lelah
berdiri, Arie bersendar ke lemari namun lemarinya bergerak memutar membuat
tubuh Arie jatuh ke sisi lain ruangan.
Bruuk!
“Aaaaaaargghhh..
aaaargghhh...” teriak Arie saat melihat bangkai yang tercabik-cabik dengan
mulut sobek di sampingnya saat dia terjatuh ke lantai.
Adam
dan Fahmi mendorong lagi dinding itu sehingga terbuka seperti pintu rahasia
yang seperti pintu dorong di mall biasanya. “Uhuk... uhuk... bau sekali...”
keluh Fahmi sambil terbatuk dan mengibas udara dengan tangannya.
Julian yang berada di ujung ruangan langsung
melambai-lambai ke arah mereka saat melihat ada dinding yang terbuka. Fahmi
langsung berlari mengejar Julian, memeluk erat tubuh pemuda yang sangat dia
sayangi itu, saat ingin mencium Julian, Fahmi langsung menghentikan gerakannya
karena mencium aroma yang sangat amis.
Luka
Julian...
Fahmi
menjauhkan tubuhnya perlahan, menatap Julian yang bugil dengan banyak luka di
tubuhnya, yang paling terlihat tentu saja luka yang ada di leher dan darah yang
mengaliri pahanya.
“Kenapa
bisa begini?” lirih Fahmi meremas bahu Julian, Fahmi tak kuasa menahan bulir
bening yang mengaliri pipinya.
Julian
tersenyum lebar, menggeleng kuat dan mengusap kedua pipi Fahmi, mengisyaratkan
bahwa dirinya baik-baik saja. Fahmi kembali memeluk Julian dan mengecup kening
sahabatnya itu.
Arie
meremas lengan Adam, “Ah sudah lah
romantis-romantisannya, aku sudah mau muntah. Kita keluar sekarang ya! Uhukk..
hueek...” tegur Arie yang ikut gemas melihat dua sahabat itu sempat-sempatnya
mesra dan melupakan kondisi dimana sekarang mereka bersama puluhan mayat. Adam membawa
Arie keluar lebih dulu.
Fahmi
mulai membungkuk memberikan isyarat agar Julian mendarat di gendongannya.
Mereka pun keluar dari ruangan itu dan kembali mendorong lemari tertutup agar
bau itu sedikit tersamarkan.
“Hujan
di luar belum reda, mungkin sebentar lagi...” ucap Adam yang berdiri di depan
pintu.
Julian
turun dari bahu Fahmi perlahan, dia bergerak ke arah depan Fahmi dan
mengalungkan tangannya di leher Fahmi. Fahmi melepaskan tangan Julian,
“Sebentar ya...” ucapnya sambil melepas kemejanya.
Fahmi
menutupi tubuh Julian yang telanjang. Julian tersenyum dengan wajah bersemu,
dia pikir tadi Fahmi tak mau di peluk. Julian kembali menyendarkan kepalanya di
dada Fahmi, “Kau masih lelah ya? Yaudah sini, baring dulu.” Fahmi mengarahkan
Tubuh Julian untuk ke bawah, Fahmi duduk bersandar ke dinding sedangkan Julian
berbaring di dadanya.
Arie
menatap ketus ke arah mereka dan menggoyang-goyang tangan Adam, “Dam, coba
lihat mereka!” adu Arie sambil menunjuk ke arah Fahmi dan Julian yang sudah
memejamkan mata.
“Terus?”
tanya Adam dengan nada datar.
“Issssh...”
desis Arie kesal.
Adam
tersenyum tipis melihat wajah Arie semakin tampan jika marah, langsung di
rangkulnya tubuh Arie, mengusap kepala sahabatnya dalam diam. Arie mengulum
senyumnya dan melingkarkan tangannya di pinggang sexy Adam.
“Jam
berapa sekarang?” tanya Arie.
“02:20
AM, waktu kita masih ada beberapa jam sebelum menuju pusat desa dan membasmi
kutukan ini.”
“Aku
lelah, boleh aku tidur?” tanya Arie. Adam menggenggam tangan Arie, keningnya
berkerut saat merasakan dinginnya tangan Arie.
Dia
lirik luka Arie yang masih mengalir, “Jangan tidur, aku takut kau tak bangun
lagi.” Adam memeluk kepala Arie.
“Tapi
aku mengantuk...”
Adam
menghela nafas, “Pejamkan matamu, tapi tolong jangan tidur..” lirih Adam sambil
menggesekkan hidungnya dengan hidung Arie.
“Iya,
aku janji gak tidur, ayo Dam.. kaya mereka, aku mau tidur di atas kamu.”
Adam
terkekeh, dikecupnya kening Arie sekilas, “Tunggu disini sebentar.”
Adam
berjalan ke arah Julian dan Fahmi, “Lian... Julian... bangun, jangan tidur
ya..” desis Adam sambil mengguncang pelan bahu Julian.
Julian
membuka matanya perlahan, disusul Fahmi yang juga terbangun, “Kenapa Dam?”
tanya Fahmi heran.
Adam
menjauhi Julian dan mendekatkan bibirnya ke kuping Fahmi, “Aku takut jika Lian
dan Arie bisa tidur selamanya jika mereka tak berusaha tetap sadar.”
Mata
Fahmi membulat, dipeluknya Julian dari belakang dengan erat. Fahmi memejamkan
matanya.
Arie
berjalan ke arah Adam dan memeluk lengan kekar Adam, entah kenapa anak satu ini
yang biasanya sengak mendadak manja dengan Adam. Mungkin dia merasa aman. Yeah,
saat situasi seperti ini lah mereka menjadi semakin dekat dan sikap asli mereka
keluar. Selalu ada hikmah di balik musibah bukan?
Adam
selalu gelisah menatap gelang jamnya, sudah pukul 02:30 AM. Takutnya dua
sahabatnya ini tak bisa bertahan lebih lama, lebih baik dia cepat menyelesaikan
misi antara lambang dan juga Ratna.
“Fahmi,
titip Arie dan Lian ya? Aku pergi dulu...”
“Dam
mau kemana?” tanya Fahmi mengerutkan kening.
“Aku
harus segera menyelesaikan misi secepat mungkin. Tak mungkin lebih lama kan?
Misteri sudah terpecahkan, solusi sudah didapat. Tinggal realisasi kan?’’
Mendadak
Arie menggerang sambil meremas jaket di sisi pinggangnya, “Aaaakhhh aaakhh..
sakit, Dam.... lukanya semakin menggigit, panas dan juga gatal.”
Tubuh
Julian juga mendadak mengejang, meremas lengan Fahmi dengan erat, Julian
menggaruk-garuk lehernya yang luka. “Julian, jangan dek! Nanti lukanya semakin
parah..” tegur Fahmi yang menahan tangan Julian. Adam juga menangkapi Arie yang
histeris.
Mendadak
Fahmi kembali mendengar bisikan Wisnu, “Ratna sudah mengetahui rencana kalian
sehingga dia mengaktifkan racun yang mengenai teman-temanmu. Laksanakan misi
itu sekarang juga.”
“Tapi
Nu, bagaimana bisa? Kami tak mungkin meninggalkan mereka berdua.” Jawab Fahmi
sambil memeluk erat Julian agar tak membrontak.
Wisnu
menggigit bibirnya, dadanya sangat nyeri melihat pemandangan itu, “Hujan sudah mulai
reda, lukai salah satu pohon, ambil kulitnya dan oleskan getahnya pada luka
mereka. Itu yang aku lakukan untuk menyembuhkan lukamu. Pohon-pohon disini
memiliki kemampuan khusus.”
Fahmi
tersenyum lebar menatap ke segala arah, “Terimakasih banyak Wisnu, aku tak akan
melupakan jasamu. Oh ya, kalau getah pohon bisa menyembuhkan luka, kenapa tak
kau gunakan untuk luka bakarmu?”
“Tak
berlaku untuk kami, penghuni desa ini terkutuk.”
“Oh
begitu, maaf.”
Fahmi
langsung menarik Adam untuk keluar. “Kita ambil getah pohon untuk obat luka
mereka Dam!”
Mereka
sempat terpeleset di tanah yang basah bekas hujan darah namun kembali bangkit
walau dengan tubuh yang berlumuran darah. Mata mereka menatap liar ke arah
tanah untuk mencari sesuatu yang tajam.
Namun
hanya menemukan tulang kaki, Adam pukul tulang itu ke pohon sehingga patah dan
menciptakan ujung yang tajam, Fahmi mulai menorehkan tulang itu ke pohon,
mengoyak-koyak kulit pohon dan sangat girang melihat getah kental yang sangat
banyak.
“Fahmi,
kau bisa lihat bengkak di punggungku? Rasanya sangat gatal dan nyeri. Tolong
oleskan..” ucap Adam, ya kita ingat kembali kelabang raksasa yang menggigit
punggung Adam yang menciptakan bengkak dengan lubang menganga di tengahnya,
Fahmi sedikit ngilu melihatnya.
Adam
mulai mengoleskan getah ke luka di lengannya sedangkan Fahmi mengoles di
punggung Adam, “Aaaargghh... aaaahhh aaahhh..” Adam menggerang keras karena
merasa terbakar oleh getah itu, mendadak muncul asap di luka Adam dan setelah
asap itu hilang lukanya pun hilang. Sakitnya hanya sekejab.
Senyum
Adam dan Fahmi langsung merekah begitu melihat Fakta menakjubkan itu. Hal itu
juga mereka praktekkan pada Arie dan Julian dan syukurlah mereka kembali
sembuh, Arie langsung songong dan tengil kembali sedangkan Julian langsung pecicilan
lagi.
Wisnu
hanya melihat dari kejauhan dengan wajah datar, “Peranku mungkin sudah tak
terlalu penting lagi.” Lirihnya.
**
Empat
cowok tampan tadi bersembunyi di balik bangunan besar, mereka akan melancarkan
misi segera. Terlihat sosok mayat Ratna yang masih utuh, hanya mengalami luka
bakar namun tak menjadi benulang meskipun telah tewas dua tahun lalu. Mayat itu
terpasung di kayu besar. Ada bangunan mengelilingi pusat desa yang membentuk
bundaran itu.
“Cuma
menempelkan lambang ini ke kulitnya saja kan? Halah gampang..” ucap Arie yang
kembali gegabah.
Adam
langsung menarik tubuh Arie dan mendekap mulutnya saat Arie mencoba keluar dari
persembunyian, “Jangan sembarangan, ini tak semudah yang kau pikirkan. Kita
harus hati-hati, harus ada taktik.”
“Ya,
harus ada umpan terlebih dahulu, dan yang menempelkan menyerang dari belakang.
Okay?” sahut Fahmi.
“Yang
pasti aku tak mau jadi umpan.” Ucap Arie ketus sambil melipat tangannya di
dada.
“Aku
saja aku saja!!” ucap Julian girang.
Muka
Fahmi langsung panik, “Jangan!! Dari pada kau yang jadi umpan lebih baik aku.”
“Ah
gak asik...” Julian langsung merajuk.
“Tapi
aku takut kau kenapa-kenapa, dek..” Fahmi menggenggam kedua tangan Julian.
Wisnu Cuma bisa memasang wajah marah sambil berjingkrak-jingkrak kesal dari
atas gedung, dia selalu mengawasi.
“Aku
muncul di depan, salah satu dari kalian tempelin, dua yang lain stand by
menyerang kalau terjadi hal-hal tak diinginkan. Begitu saja kan? Ayolah sudah
mau pagi ini...” desak Julian.
Dengan
berat hati Fahmi mengiyakan ajuan Julian itu.
Saat
Julian berjalan penuh percaya diri ke depan, api langsung berkobar mengelilingi
tempat itu. Fahmi, Adam dan Arie langsung panik karena Julian tak terlihat,
terhalang cahaya api. Diluar dugaan sekarang Fahmi yang memegang lambang
kebingungan bagaimana mencapai Ratna dan menyelamatkan Julian.
Julian
meremas tangannya, keringat dingin bergulir di keningnya.
Sosok
Ratna bergerak perlahan, matanya yang penuh dengan warna merah terbuka, api
membara melekat di kepalanya memberikan pandangan bahwa Ratna memiliki rambut
api. Begitu pun jari-jarinya, ada api yang mencuat panjang seolah Ratna
memiliki kuku api.
“Besar
juga nyalimu..” ucap suara yang sangat besar dan terdengar seperti suara
penyihir wanita.
julian
hanya bisa terdiam, ‘Ayo cepat bergerak.. Fahmi kenapa Cuma diam!!!’ batin
Julian panik.
“Ayolah
Fahmi, melompati api dalam sekejap gak bakal terasa panasnya. Atau aku saja
yang gantikan sini..” ucap Arie dengan percaya dirinya. Namun Adam melarang,
Adam memberikan isyarat pada Fahmi menggunakan tatapan sehingga Fahmi berlari
dengan cepat.
Julian
menoleh kesana-kemari melihat Ratna yang bergerak sangat cepat mengelilinginya,
membuatnya pusing, gerakannya secepat kilat. Fahmi yang melompati api juga
langsung terdiam bingung, dia tak bisa apa-apa.
“Arahkan
lambang itu ke Ratna, berlian di tengah lambang akan bersinar dan sinarnya akan
melumpuhkan Ratna beberapa saat.” Wisnu kembali memberi instruksi melalui
bisikan.
Fahmi
pun mengikuti arahan itu, dia arahkan sinarnya dan langsung menghentikan
langkah Ratna dan membuatnya berasap. Namun setelah menoleh ke arah Fahmi,
Ratna memandang dengan tatapan bengis, taring-taringnya mencuat tajam siap
mengoyak daging-daging segar.
“Aaaaaarghh!!”
dari kejauhan terdengar teriakan keras, muncullah Adam dan Arie dari arah yang
berlawanan sambil membawa kayu runcing, mereka berlari cepat ke arah Ratna dan
berhasil membuat kayu itu menusuk punggung dan perut Ratna hingga menembus
dagingnya.
“Cih...
Kalian lamban. Sini mana lambangnya, tinggal tempel kan..” ucap Arie
meremehkan.
Namun
Ratna melakukan gerakan menghentak membuat tanah bergelombang, mereka berempat
langsung terjatuh.
Secara
mengejutkan muncul tangan-tangan busuk dari tanah, tangan yang memiliki kuku
tajam, berwarna hitam kecoklatan dan mencengkram tubuh ke empat pemuda itu.
“Huaaaa
haaaa haaaa!!!” teriak Julian panik dan membuat traumanya kembali muncul,
Julian bergerak bringas sehingga berhasil mematahkan tangan itu, disusul dengan
Adam yang lolos juga, Adam bahkan menarik tangan itu hingga keluar beserta
orangnya dari tanah itu. Julian menginjak-injak tangan yang menjerat Fahmi.
Saat
mencoba menolong Arie, Adam langsung terjatuh karena kibasan api yang Ratna
berikan. Punggung Adam langsung memerah, tapi dia kembali bangkit untuk menarik
tangan yang menangkap Arie.
Sedangkan
dari arah belakang, bermunculan banyak tentacle yang menangkap Adam dan
menggeliat di tubuh Adam. Fahmi yang sudah terlepas, berlari ke arah kayu yang
menancap di dada Ratna, dicabutnya kayu itu dan dia gunakan untuk memukul
tentacle-tentacle itu. Seperti di awal, tentacle yang terluka langsung terbakar
dan menjadi abu.
Arie
melirik lambang yang tergeletak di tanah, dia berlari untuk meraih lambang itu
namun mata Ratna menatap tajam, dia semburkan api ke lambang itu. Api yaang
sangat besar.
Mereka
berempat ternganga, “Bagaimana ini? Habis sudah harapan kita.” Lirih Julian.
Sebelum
sempat berpikir, Ratna kembali murka, dia menyerangi mereka dengan tembakan api
bertubi-tubi. Arie mencoba bergerak mendekat karena dia type petarung jarak
dekat, menendang dan meninju bangkai Ratna itu hingga terpelanting beberapa
kali, namun Ratna kembali bangkit, bergerak secepat dan mencabik-cabik tubuh
mereka.
Yang
lain sibuk bertarung, Julian merangkak mendekati api tadi, mencoba
mengorek-ngorek lambang dengan menggunakan ranting. Saat lambang itu berhasil
keluar dari api, Julian mencoba mengambilnya namun tangannya justru melepuh.
Julian
meniup-tiup lambang itu namun sangat lamban dinginnya. Sesekali Julian menengok
kondisi teman-temannya yang mulai terbantai. Tak ada waktu lagi, dengan nekat
Julian membungkuk, menempelkan perutnya pada lambang itu, “AAAAAARGGHH...
aaahhh... aaahhh..” erangnya saat panasnya emas itu membakar kulitnya. Benar
saja, saat Julian bangkit lambang itu sudah tercetak jelas di perutnya.
Dengan
tatapan dingin Julian berlari ke arah Ratna, memeluk tubuh Ratna,
“Aaaaarggghh... aaaaaaakkkhhh!!!!” Tubuh Ratna langsung mengeluarkan asap.
Julian tetap memeluk dengan erat sambil memejamkan mata hingga tangannya tak
merasakan benda padat lagi. Begitu membuka mata Julian langsung terbatuk-batuk.
Ratna telah menjadi abu.
Angin
coklat dan sangat deras meniup kencang, membuat debu berterbangan. Terlihat
samar-samar Wisnu melompat ringan lagi seperti kertas dari atas, Wisnu
tersenyum lembut. “Terimakasih telah menyelesaikan misi ini. Aku bisa
beristirahat dengan tenang.”
Fahmi
langsung mendekat namun saat ingin memeluk Wisnu tubuhnya lenyap menjadi abu.
Fahmi menggerang, “Aku belum sempat mengucapkan terimakasih aaaarghh!”
Angin
semakin kuat saja, mereka tak mampu membuka mata lagi dan tubuh mereka melayang
ditiup angin.. mereka berputar-putar di udara, Arie melakukan gerakan renang,
memanfaatkan kemampuan terbangnya, Adam menjitak Arie yang bermain-main.
Mereka
merasa terhempas namun saat membuka mata dan mengaktifkan telinga, yang
terdengar iringan musik RnB, Arie langsung menginjak rem membuat tubuh mereka
semua terbanting ke depan, “A-apa yang barusan terjadi? Aku bermimpi? Saat
menyetir?” tanya Arie.
Fahmi
menengok jendela, langit mulai terang kekuningan.
“Kau
mimpi apa?” tanya Adam.
“Desa
yang menakutkan!” ucap Arie merinding.
“Yeaay
samsung S4 milikku kembali muaah muaaah!” teriak Julian riang.
“Aku
juga bermimpi tentang desa itu, aneh bagaimana bisa sama.” Sahut Fahmi.
Adam
melirik tangannya, ada kantung yang berisi banyak berlian dan emas, “Ini bukan
mimpi, ini nyata! Aku kaya!”
Julian
membuka bajunya untuk melihat bekas lambang yang ada di perutnya, “Iya bukan
mimpi hoooo..” ucap Julian takjub.
Fahmi
memasang wajah mupeng sambil mencium kaca mobilnya, “Aaah kenyataan yang
sungguh indah mobilku yang aku beli dari hasil keringatku sendiri telah
kembali.”
“Eh
eh coba lihat, di depan bukannya tempat resepsi pernikahan Rani?” tanya Arie
sambil menjalankan mobil kembali.
“Gak
salah lagi, syukurlah kita bisa sampai tepat waktu!!! Nyawa selamat, resepsi
tak tertinggal!”
“Asik
asik!!” ucap Julian semangat. Julian kembali asik menggesekkan gadjetnya ke
pipi.
Mereka
memarkir mobil dengan rapi, menatap takjub ke arah dekorasi teras yang sangat
indah, terlihat banyak tamu yang datang dengan mengenakan setelan rapi nan
formal, hanya mereka berempat yang memakai pakaian yang terlalu santai.
Semangat yang terlalu menggebu membuat mereka tak memperdulikan setelan lagi.
Mereka berlari riang menaiki tangga putih dengan karpet merah.
WO
telah mengatur tempat ini dengan sangat indah, warna putih yang sangat dominan
dan bunga mawar pink plastik yang menggelantung di tiap dinding, langit-langit
dihiasi kain yang membentuk bunga mawar 3 dimensi.
Mereka
berempat bergenggaman tangan, “Satu malam yang luar biasa...” desis Adam.
“Benar-benar
tak bisa terlupakan..” lanjut Arie.
“Penuh
pengorbanan, perjuangan, sakit dan air mata.” Ucap Fahmi dengan senyuman.
“AND
HAPPY ENDING!!!” teriak Julian semangat sambil berjingkrak-jingkrak.
Rani yang melihat empat sahabat SMAnya dari jauh
langsung berlari sambil mengangkat rok pengantinnya, “Heeh.. tomboynya gak
hilang..” keluh Arie.
“Woi
woi...” Rani menjitaki empat sahabatnya itu kemudian memeluk mereka gemas,
“Senangnya kalian datang sangat pagi.”
“Haduh
begini kah sambutan yang kau berikan tuan putri?” ucap Julian sambil mengusap
kepalanya.
Rani
menariki pipi Julian dengan gemas, “Eh guys, mumpung tamu masih sepi aku
perkenalkan suamiku dengan kalian. Karena setelah kuliah kita tinggal di kota
yang berbeda jadi aku belum sempat mengenalkan Jodi kan?”
Rani
mengarahkan mereka berempat ke pelaminan, “Jodi, perkenalkan ini
sahabat-sahabat aku yang paling baaaik sedunia!!” ucap Rani girang.
Mata
Fahmi membulat, “Wisnu, kau kah?”
Jodi
tersenyum lembut.
TAMAT
Buat
yang terakhir kalian coba cerna sendiri ya maksudnya. Aku juga gak tau
maksudnya apaan *plak
Cuma
mau memberi kesan ending yang beda aja makanya gitu :p
Aku
tunggu kesan dan pesan terakhir kalian. Komentar!
Rani kawin sama Hantunya Wisnu..????
ReplyDeletehihihihih
serem..
Njirr hp aku juga Samsung s4 hahaha... Ngomong ngomong akh suka endingnya... Ketemu lagi mereka.. Jodoh kali
ReplyDelete