Tuesday, February 9, 2016

Desa Loranten (Part 6 TAMAT)



Desa Loranten (Part 6 TAMAT)

By: Yanz

Enjoy it~~~~

“Engh...” terdengar rintihan kecil dari Julian. ‘Kenapa ini? Kenapa mataku sulit terbuka? Kenapa tubuhku tak bisa aku gerakkan?’ batin Julian yang mencoba sadar dari pingsannya, indra di tubuhnya belum mampu memberi respon.


Mata Julian bergetar memaksakan untuk terbuka, namun sebelum mata Julian terbuka indra penciumannya mulai berfungsi, dimana perut Julian langsung terasa mual karena mencium aroma busuk bangkai.

Syaraf-syarafnya mulai berfungsi sehingga bisa merasakan rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya, jarinya bergerak perlahan. ‘Aku harap aku Cuma bermimpi buruk... Iya pengalaman itu aku harap hanya mimpi buruk!’ batin Julian saat ingatannya mulai memflashback kejadian intim yang mengerikan itu, dimana dia melakukan hubungan intim dengan orang yang dia kira Fahmi dan kengerian berubah ketika orang itu berubah menjadi monster dan ada banyak monster yang ‘menyantabnya’ sehingga membuatnya kehilangan kesadaran.

Perlahan mata Julian membuka, kabur... ya pandangannya kabur, tapi dia bisa melihat cahaya dari obor-obor yang menempel di dinding batu bata, memberikan cahaya pada ruangan itu.

Pandangan Julian mulai jelas perlahan dan betapa terkejutnya dia saat melihat sekitar, ada banyak tubuh manusia terdampar berdesakan bersama dirinya... mereka lebih tepat disebut mayat-mayat, karena semuanya tak bergerak, berlumuran darah bahkan ada yang memiliki luka menganga mengerikan seperti luka dari gerogotan makhluk buas.

Saat Julian menatap tubuhnya, rupanya nasib tubuhnya juga tak jauh beda dengan puluhan mayat disini, ada banyak darah di tubuhnya, nyaris seluruh tubuhnya mendapatkan bekas gigitan-gigitan kecil tapi di bagian lehernya terdapat luka gigitan yang lebar dan terus mengeluarkan darah, apalagi luka di bagian lubangnya... rasanya Julian tidak sanggup lagi bergerak karena terlalu sakit di bagian lubangnya.

Julian menangis dalam diam, rasa shock dan luka di lehernya membuatnya tak bisa berbicara, ‘Teman-teman tolong aku... Aku tidak mau mati...’ batin Julian. Mulutnya ternganga mencoba menghirup udara karena dia tak sanggup menggunakan hidungnya untuk bernafas.

Julian berusaha keras mengembalikan fungsi syaraf di tubuhnya, mencoba menggerak-gerakkan jari kaki dan tangannya. Para monster itu sungguh ganas memperkosanya, dia bisa saja mati jika hanya disini selama berjam-jam tanpa ada yang menolong.

Julian bisa bergerak perlahan, sikutnya sudah bisa ditekuk namun dia kembali terkejut  saat lehernya mulai bisa menoleh, ada kepala mayat di sampingnya, nyaris putus dengan satu mata yang keluar, Julian langsung membuang muka, dia tutup mulutnya agar tak muntah.

Mayat-mayat itu adalah orang yang bernasib sama dengannya, terjebak di dalam desa ini, diperkosa para monster namun melawan sehingga dibantai habis-habisan. Sedangkan Julian terlalu lemah untuk melawan, sehingga saat itu dia hanya bisa memejamkan matanya dengan terisak hingga kesadarannya menghilang.

Sekali tarikan nafas panjang, Julian mengumpulkan tenaganya untuk mendorong tangannya di lantai agar tubuhnya mampu bangkit dan akhirnya dia bisa duduk.

Perlahan dia mencoba menekuk lututnya, ingin mencoba berdiri namun saat rasa sakit mengigit itu menyerang lubangnya dia urungkan niat untuk berdiri. Rasanya sobek di bagian sana terlalu besar, dia bisa melihat aliran darahnya yang berjalan mengotori lantai.

Julian memejamkan matanya membuat air matanya jatuh mengaliri pipi hingga dagunya, ‘Fahmi.. Adam, Arie... andai kalian bisa dengar aku...”

Di sisi lain Fahmi, Adam dan Arie mendengar suara Julian di tempat yang berbeda, “Julian... itu suara Julian.. tidak salah lagi!” ucap Fahmi saat mendengar suara Julian yang seolah berbisik kecil di kupingnya.

Dari atas langit muncul Wisnu yang melompat ringan seperti kertas yang jatuh, “Bagaimana keren kan aku? Jadi kalian tak susah lagi berkomunikasi..” ucapnya cengengesan.

“Maksudmu, kau yang menyihir kami agar bisa saling terhubung?’’ tanya Fahmi.

“Tepat sekali!”

“Apa mereka bisa mendengar suaraku?”

“Bisa bisa... kau tinggal berbicara di dalam otakmu dan mereka akan mendengar.”

Fahmi tersenyum lebar dan langsung merengkuh tubuh Wisnu di dalam pelukannya, “Terimakasih itu sangat berarti buatku”

Wajah Wisnu memerah, dia menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil cengengesan, “Hehehe.. sudah cepat bergerak. Basmi Ratna dan kutukan mengerikan desa ini sebelum matahari terbit datang, kalau tidak kalian harus merasakan satu hari satu malam yang mengerikan lagi.”

Fahmi mengangguk mantab, mengusap kepala Wisnu sebelum berlari. Wisnu memasang wajah girang, melompat-lompat senang.

“Teman-teman kalian dimana? Ini aku Fahmi sedang berlari mengecek tiap bangunan di desa ini.” Ucap Fahmi dalam pikirannya.

“Fahmi! Hueee kau bisa mendengarku? Tolong naaah rasanya sebentar lagi aku akan mati, tubuhku sakit semua...” balas Julian. Dia kembali membaringkan tubuhnya di lantai karena berduduk saja dia terlalu lelah.

Fahmi mengusap keringat di keningnya menggunakan lengan, “Iya Julian, kau dimana? Aku akan kesana segera. Adam, Arie... tolong bicara menggunakan pikiran kalian agar kita terhubung.”

Arie yang mengalungkan tangannya di leher Adam, memajukan wajahnya ke sela leher Adam, “Kau dengar suara mereka?” tanya Arie.

“Iya... aku dengar..” ucap Adam sambil membenarkan gendongan Arie yang ada di punggungnya.

“Aku sekarang ada di jalan raya menyusuri tiap jalanan. Bisa kah kita bertemu sekarang?” ucap Adam sambil mempercepat jalannya. Dia bahkan nyaris berlari sehingga Arie meringis kesakitan  karena guncangan. Yaah masih ingat luka sobek di pinggangnya kan?

Fahmi keluar dari bangunan, menengok sekitar, dan dia melihat ada bangunan yang sangat tinggi di sebelah kanannya dengan jarak sekitar 500m, menurutnya itu bangunan paling tinggi di sini, ada jam raksasa yang berbunyi sejam sekali di sana.

“Kau bisa lihat bangunan jam raksasa itu? Kau dekat bangunan itu tidak? Atau disebelah mananya jam? Dan Arie dimana?”

“Aku ada di gendongan Adam, gak usah khawatir.” Jawab Arie.

“Ah syukurlah Rie, kalian bertemu juga.” Ucap Fahmi lega.

Adam menengok sekitar, langkahnya langsung berhenti, “Kami sekarang tepat di depan jam raksasa itu.”

“Baiklah aku akan segera berlari kesana. Julian kau tak menjawab?’’

Julian menelan air liurnya, meremas lehernya agar berhenti mengalirkan darah, “Aku tak tau ada dimana. Ini hanya ruangan dengan penerangan obor dan di penuhi puluhan mayat. Arie, Adam, Fahmi tolong aku... aku gak tahan lama-lama disini, aku takut, sakit... aku luka parah sekarang.. tolong...”

Mata Fahmi berkaca-kaca mendengar rintihan Julian, diremasnya kuat tangannya. Fahmi tetap berlari ke arah jam raksasa, menemui dua sahabatnya setelah itu baru berdiskusi tentang penyelamatan Julian.

Perlahan-lahan mulai terlihat sosok Adam yang tinggi besar di tambah Arie yang menempel di punggungnya, Adam dan Arie juga melihat sosok Fahmi. Adam langsung mempercepat langkahnya untuk mendekat, Fahmi yang berkucuran keringat langsung mengembangkan senyum.

Arie langsung turun dari gendongan dan jalan terpincang, mereka bertiga langsung berpelukan erat, terdengar suara-suara isakan yang diciptakan Arie dan Fahmi sedangkan Adam mampu bertahan dengan wajah coolnya di suasana yang sedrama sekarang.

“Aku sangat lega sekarang, asal kalian tau aku sangat ketakutan sendirian di tempat terkutuk ini.” Ucap Fahmi sedikit gemas, dia langsung memeluk dua sahabatnya bergantian dan sangat erat, terakhir mencium pipi mereka. Adam langsung memasang wajah ngeri.

“Kakimu bagaimana Fahmi?” ucap Adam yang keheranan melihat Fahmi bisa berlari.

Fahmi menatap celananya yang Adam sobek beberapa jam lalu dan baru sadar tak ada luka lagi disana, “A-aku tak tau bagaimana bisa hilang. Saat aku sadar sudah tak ada luka. Dan aku baru ingat tadi aku terluka.”

“Maaf ya, semua salahku. Aku yang terlalu keras kepala untuk lewat sini, dan sekarang jangankan resepsi, keselamatan pun sepertinya akan hilang,” ucap Arie terisak dan sedikit histeris.

Adam langsung merangkul Arie dan menepuk pipi Arie.

Fahmi melebarkan senyumnya dan menghela nafas, “Tak ada gunanya menyesal, sekarang kita anggap saja ini games yang harus kita selesaikan.”

Semuanya mengangguk mantab. Tapi fokus mata Fahmi langsung mengarah ke belut Arie yang menggelantung dan ada darah yang mengaliri paha Arie, “Rie, kau kenapa? Pakaianmu?”

Arie menghela nafas, “Ceritanya panjang dan sekarang kita cari Julian yang sepertinya mengalami nasib yang sama denganku.”

Wajah Fahmi mendadak khawatir iya, “Iya... Julian bagaimana ya? Aku coba sapa dulu. Julian kau masih sadar kan?”

“Fahmi tolong cepat, rasanya aku semakin lemah dan ada banyak serangga yang mengerubuti lukaku...”

“Julian coba kau berteriak agar kami bisa mendengar posisimu atau keluar dari bangunan agar kami mudah menemukanmu. Ada banyak sekali bangunan disini.” ucap Fahmi sambil membuka tiap bangunan bersama dua sahabatnya.

“Aku tak bisa bicara Fahmi.. tenggorokanku bermasalah karena luka. Hikh.. aku takut. Tapi aku akan mencoba bergerak perlahan keluar dari bangunan ini. Tunggu aku.”

Mendadak ada petir yang mengejutkan dari langit, Arie menyadari ada benda cair yang membasahi hidungnya. Rupanya merintik, namun makin deras. Adam mengerutkan kening karena mencium aroma yang begitu amis. Saat dia menadahkan tangan untuk merasakan hujan dia langsung terkejut karena hujannya berwarna merah.

“Hujan darah, Teman-teman...” ucap Fahmi.

“Bau sekali, ayo berteduh!” pinta Arie, mereka langsung berlari ke salah satu teras untuk berteduh. Mereka memandang heran ke arah langit dan hujan.

“Mengerikan sekali... darah dari mana ini?” tanya Fahmi.

“Itu darah setiap korban disini, sepertinya hari ini panen mangsa...” ucap suara Wisnu yang membisik di kuping Fahmi.

Fahmi langsung menoleh kesana kemari, tak menemukan sosok Wisnu, “Wisnu? Kau kah?” tanya Fahmi.

“Yoa... hehe..” jawab Wisnu girang.

“Siapa Wisnu?” tanya Adam.

 “Oh.. dia salah satu makhluk penghuni desa ini yang masih mau berbuat baik.”

Arie tertawa mengejek, “Halah.. mana ada monster yang baik, mereka nyaris membunuh aku dan Adam bahkan bahkan memperkosa... ehem...” Arie langsung menghentikan kata-katanya dan berdehem karena salah omong, dia belum menceritakan apapun pada Adam tentang pengalaman yang ia alami.

“Perkosa?” tanya Adam.

Muka Arie memerah namun bermimik kesal, “Ah sudah lah jangan dibahas!! Fahmi lanjutkan penjelasanmu!” ucap Arie ketus.

Akhirnya Fahmi mencoba menjelaskan semuanya, tentang makhluk disini semuanya adalah manusia dikutuk menjadi gay karena sikap mereka, tentang pemerkosaan yang juga nyaris ia alami, tentang Ratna dan juga lambang. Adam langsung membesarkan matanya, “Sepertinya aku mengenali benda yang kau maksud.” Ucapnya. Adam mulai membuka kantong yang dia ikat di tangannya. Wajah Fahmi langsung girang saat melihat lambang yang terbuat dari emas itu.

“Benda ini... astaga! Bagaimana bisa kau mendapatkannya?” tanya Fahmi.

“Panjang ceritanya, sekarang kita masuk ke dalam saja dulu. Hujannya makin deras dan membasahi teras.” Ucap Adam mengarahkan teman-temannya.

Begitu masuk ke rumah yang terbuat dari bata itu, tubuh mereka langsung merinding. Terlihat ada banyak sarang laba-laba yang berukuran lebih besar dari pada umumnya. Pemandangan di dalam terlihat cukup jelas karena ada cahaya obor, “Sepertinya kita tak sendirian disini.. Ada yang menyalakan obor.” Ucap Fahmi.

“Kita memang tak pernah sendirian disini. Ada banyak makhluk yang mengawasi.” Jawab Adam.

Arie memutar-mutar badannya, “Aaaargghh...” namun dia langsung berteriak keras dan membenamkan wajahnya di dada Adam saat melihat tengkorak yang terpasung di salah satu sarang laba-laba,

Adam langsung mengusap kepala Arie, “Jangan dilihat...”

“Sepertinya bukan Cuma kita yang pernah terjebak disini...” ucap Fahmi sambil menendang tulang-tulang menjauh.

“Arie? Itu suaramu? Kenapa aku mendengar suara teriakanmu sangat dekat?” batin Julian sehingga membuat tiga sahabatnya mendengar.

“Iya Julian, tadi aku berteriak karena terkejut. Apa kau disini?” jawab Arie.

“Entahlah, yang pasti aku berada di ruangan dengan material batu bata.” Ucap Julian yang mulai merangkak di sekitar dinding untuk mencari pintu. Dia menahan rasa sakitnya sekuat tenaga sehingga butiran bening mengalir dan berjatuhan di dagunya.

“Tidak salah lagi, kita pasti berada di bangunan yang sama. Julian cobalah berteriak agar kami tau dimana posisimu!” suruh Fahmi. Fahmi dan Adam mulai berlarian di pinggir ruangan mencoba mencari pintu lain tapi tak ada pintu.

“Ehem... ekh...” Julian berdehem sangat kecil, hanya itu yang bisa dia lakukan. Tenggorokannya sangat sakit dan terasa kering.

Saat kaki Julian tak sengaja menendang salah satu tangan yang terpenggal dari tubuhnya, Julian mendapatkan Ide, “Apa kalian bisa mencium bau bangkai?” tanya Julian.

“Ya memang ada sedikit bau busuk disini, banyak tulang-tulang manusia juga.” Jawab Adam.

“Bagus, cari sisi ruangan yang bau bangkainya sangat tajam. Aku terjebak bersama puluhan mayat yang menggenaskan disini, tolong aku sudah tak tahan dengan baunya.” Ringis Julian. Dia bersendar di dinding karena sudah tak sanggup berjalan, rasanya dia mau pingsan saja. Dia juga putus asa mencari, karena tak ada terlihat pintu di sini.

Arie Cuma mampu terdiam berdiri di dekat sebuah lemari buku, dia mengendus-endus udara, baunya makin tajam di sekitar sini. Arie meremas luka di pinggangnya karena mulai gatal bercampur perih.

Lelah berdiri, Arie bersendar ke lemari namun lemarinya bergerak memutar membuat tubuh Arie jatuh ke sisi lain ruangan.

Bruuk!

“Aaaaaaargghhh.. aaaargghhh...” teriak Arie saat melihat bangkai yang tercabik-cabik dengan mulut sobek di sampingnya saat dia terjatuh ke lantai.

Adam dan Fahmi mendorong lagi dinding itu sehingga terbuka seperti pintu rahasia yang seperti pintu dorong di mall biasanya. “Uhuk... uhuk... bau sekali...” keluh Fahmi sambil terbatuk dan mengibas udara dengan tangannya.

Julian  yang berada di ujung ruangan langsung melambai-lambai ke arah mereka saat melihat ada dinding yang terbuka. Fahmi langsung berlari mengejar Julian, memeluk erat tubuh pemuda yang sangat dia sayangi itu, saat ingin mencium Julian, Fahmi langsung menghentikan gerakannya karena mencium aroma yang sangat amis.

Luka Julian...

Fahmi menjauhkan tubuhnya perlahan, menatap Julian yang bugil dengan banyak luka di tubuhnya, yang paling terlihat tentu saja luka yang ada di leher dan darah yang mengaliri pahanya.

“Kenapa bisa begini?” lirih Fahmi meremas bahu Julian, Fahmi tak kuasa menahan bulir bening yang mengaliri pipinya.

Julian tersenyum lebar, menggeleng kuat dan mengusap kedua pipi Fahmi, mengisyaratkan bahwa dirinya baik-baik saja. Fahmi kembali memeluk Julian dan mengecup kening sahabatnya itu.

Arie meremas lengan  Adam, “Ah sudah lah romantis-romantisannya, aku sudah mau muntah. Kita keluar sekarang ya! Uhukk.. hueek...” tegur Arie yang ikut gemas melihat dua sahabat itu sempat-sempatnya mesra dan melupakan kondisi dimana sekarang mereka bersama puluhan mayat. Adam membawa Arie keluar lebih dulu.

Fahmi mulai membungkuk memberikan isyarat agar Julian mendarat di gendongannya. Mereka pun keluar dari ruangan itu dan kembali mendorong lemari tertutup agar bau itu sedikit tersamarkan.

“Hujan di luar belum reda, mungkin sebentar lagi...” ucap Adam yang berdiri di depan pintu.

Julian turun dari bahu Fahmi perlahan, dia bergerak ke arah depan Fahmi dan mengalungkan tangannya di leher Fahmi. Fahmi melepaskan tangan Julian, “Sebentar ya...” ucapnya sambil melepas kemejanya.

Fahmi menutupi tubuh Julian yang telanjang. Julian tersenyum dengan wajah bersemu, dia pikir tadi Fahmi tak mau di peluk. Julian kembali menyendarkan kepalanya di dada Fahmi, “Kau masih lelah ya? Yaudah sini, baring dulu.” Fahmi mengarahkan Tubuh Julian untuk ke bawah, Fahmi duduk bersandar ke dinding sedangkan Julian berbaring di dadanya.

Arie menatap ketus ke arah mereka dan menggoyang-goyang tangan Adam, “Dam, coba lihat mereka!” adu Arie sambil menunjuk ke arah Fahmi dan Julian yang sudah memejamkan mata.

“Terus?” tanya Adam dengan nada datar.

“Issssh...” desis Arie kesal.

Adam tersenyum tipis melihat wajah Arie semakin tampan jika marah, langsung di rangkulnya tubuh Arie, mengusap kepala sahabatnya dalam diam. Arie mengulum senyumnya dan melingkarkan tangannya di pinggang sexy Adam.

“Jam berapa sekarang?” tanya Arie.

“02:20 AM, waktu kita masih ada beberapa jam sebelum menuju pusat desa dan membasmi kutukan ini.”

“Aku lelah, boleh aku tidur?” tanya Arie. Adam menggenggam tangan Arie, keningnya berkerut saat merasakan dinginnya tangan Arie.

Dia lirik luka Arie yang masih mengalir, “Jangan tidur, aku takut kau tak bangun lagi.” Adam memeluk kepala Arie.

“Tapi aku mengantuk...”

Adam menghela nafas, “Pejamkan matamu, tapi tolong jangan tidur..” lirih Adam sambil menggesekkan hidungnya dengan hidung Arie.

“Iya, aku janji gak tidur, ayo Dam.. kaya mereka, aku mau tidur di atas kamu.”

Adam terkekeh, dikecupnya kening Arie sekilas, “Tunggu disini sebentar.”

Adam berjalan ke arah Julian dan Fahmi, “Lian... Julian... bangun, jangan tidur ya..” desis Adam sambil mengguncang pelan bahu Julian.

Julian membuka matanya perlahan, disusul Fahmi yang juga terbangun, “Kenapa Dam?” tanya Fahmi heran.

Adam menjauhi Julian dan mendekatkan bibirnya ke kuping Fahmi, “Aku takut jika Lian dan Arie bisa tidur selamanya jika mereka tak berusaha tetap sadar.”

Mata Fahmi membulat, dipeluknya Julian dari belakang dengan erat. Fahmi memejamkan matanya.

Arie berjalan ke arah Adam dan memeluk lengan kekar Adam, entah kenapa anak satu ini yang biasanya sengak mendadak manja dengan Adam. Mungkin dia merasa aman. Yeah, saat situasi seperti ini lah mereka menjadi semakin dekat dan sikap asli mereka keluar. Selalu ada hikmah di balik musibah bukan?

Adam selalu gelisah menatap gelang jamnya, sudah pukul 02:30 AM. Takutnya dua sahabatnya ini tak bisa bertahan lebih lama, lebih baik dia cepat menyelesaikan misi antara lambang dan juga Ratna.

“Fahmi, titip Arie dan Lian ya? Aku pergi dulu...”

“Dam mau kemana?” tanya Fahmi mengerutkan kening.

“Aku harus segera menyelesaikan misi secepat mungkin. Tak mungkin lebih lama kan? Misteri sudah terpecahkan, solusi sudah didapat. Tinggal realisasi kan?’’

Mendadak Arie menggerang sambil meremas jaket di sisi pinggangnya, “Aaaakhhh aaakhh.. sakit, Dam.... lukanya semakin menggigit, panas dan juga gatal.”

Tubuh Julian juga mendadak mengejang, meremas lengan Fahmi dengan erat, Julian menggaruk-garuk lehernya yang luka. “Julian, jangan dek! Nanti lukanya semakin parah..” tegur Fahmi yang menahan tangan Julian. Adam juga menangkapi Arie yang histeris.

Mendadak Fahmi kembali mendengar bisikan Wisnu, “Ratna sudah mengetahui rencana kalian sehingga dia mengaktifkan racun yang mengenai teman-temanmu. Laksanakan misi itu sekarang juga.”

“Tapi Nu, bagaimana bisa? Kami tak mungkin meninggalkan mereka berdua.” Jawab Fahmi sambil memeluk erat Julian agar tak membrontak.

Wisnu menggigit bibirnya, dadanya sangat nyeri melihat pemandangan itu, “Hujan sudah mulai reda, lukai salah satu pohon, ambil kulitnya dan oleskan getahnya pada luka mereka. Itu yang aku lakukan untuk menyembuhkan lukamu. Pohon-pohon disini memiliki kemampuan khusus.”

Fahmi tersenyum lebar menatap ke segala arah, “Terimakasih banyak Wisnu, aku tak akan melupakan jasamu. Oh ya, kalau getah pohon bisa menyembuhkan luka, kenapa tak kau gunakan untuk luka bakarmu?”

“Tak berlaku untuk kami, penghuni desa ini terkutuk.”

“Oh begitu, maaf.”

Fahmi langsung menarik Adam untuk keluar. “Kita ambil getah pohon untuk obat luka mereka Dam!”

Mereka sempat terpeleset di tanah yang basah bekas hujan darah namun kembali bangkit walau dengan tubuh yang berlumuran darah. Mata mereka menatap liar ke arah tanah untuk mencari sesuatu yang tajam.

Namun hanya menemukan tulang kaki, Adam pukul tulang itu ke pohon sehingga patah dan menciptakan ujung yang tajam, Fahmi mulai menorehkan tulang itu ke pohon, mengoyak-koyak kulit pohon dan sangat girang melihat getah kental yang sangat banyak.

“Fahmi, kau bisa lihat bengkak di punggungku? Rasanya sangat gatal dan nyeri. Tolong oleskan..” ucap Adam, ya kita ingat kembali kelabang raksasa yang menggigit punggung Adam yang menciptakan bengkak dengan lubang menganga di tengahnya, Fahmi sedikit ngilu melihatnya.

Adam mulai mengoleskan getah ke luka di lengannya sedangkan Fahmi mengoles di punggung Adam, “Aaaargghh... aaaahhh aaahhh..” Adam menggerang keras karena merasa terbakar oleh getah itu, mendadak muncul asap di luka Adam dan setelah asap itu hilang lukanya pun hilang. Sakitnya hanya sekejab.

Senyum Adam dan Fahmi langsung merekah begitu melihat Fakta menakjubkan itu. Hal itu juga mereka praktekkan pada Arie dan Julian dan syukurlah mereka kembali sembuh, Arie langsung songong dan tengil kembali sedangkan Julian langsung pecicilan lagi.

Wisnu hanya melihat dari kejauhan dengan wajah datar, “Peranku mungkin sudah tak terlalu penting lagi.” Lirihnya.


**

Empat cowok tampan tadi bersembunyi di balik bangunan besar, mereka akan melancarkan misi segera. Terlihat sosok mayat Ratna yang masih utuh, hanya mengalami luka bakar namun tak menjadi benulang meskipun telah tewas dua tahun lalu. Mayat itu terpasung di kayu besar. Ada bangunan mengelilingi pusat desa yang membentuk bundaran itu.

“Cuma menempelkan lambang ini ke kulitnya saja kan? Halah gampang..” ucap Arie yang kembali gegabah.

Adam langsung menarik tubuh Arie dan mendekap mulutnya saat Arie mencoba keluar dari persembunyian, “Jangan sembarangan, ini tak semudah yang kau pikirkan. Kita harus hati-hati, harus ada taktik.”

“Ya, harus ada umpan terlebih dahulu, dan yang menempelkan menyerang dari belakang. Okay?” sahut Fahmi.

“Yang pasti aku tak mau jadi umpan.” Ucap Arie ketus sambil melipat tangannya di dada.

“Aku saja aku saja!!” ucap Julian girang.

Muka Fahmi langsung panik, “Jangan!! Dari pada kau yang jadi umpan lebih baik aku.”

“Ah gak asik...” Julian langsung merajuk.

“Tapi aku takut kau kenapa-kenapa, dek..” Fahmi menggenggam kedua tangan Julian. Wisnu Cuma bisa memasang wajah marah sambil berjingkrak-jingkrak kesal dari atas gedung, dia selalu mengawasi.

“Aku muncul di depan, salah satu dari kalian tempelin, dua yang lain stand by menyerang kalau terjadi hal-hal tak diinginkan. Begitu saja kan? Ayolah sudah mau pagi ini...” desak Julian.

Dengan berat hati Fahmi mengiyakan ajuan Julian itu.

Saat Julian berjalan penuh percaya diri ke depan, api langsung berkobar mengelilingi tempat itu. Fahmi, Adam dan Arie langsung panik karena Julian tak terlihat, terhalang cahaya api. Diluar dugaan sekarang Fahmi yang memegang lambang kebingungan bagaimana mencapai Ratna dan menyelamatkan Julian.

Julian meremas tangannya, keringat dingin bergulir di keningnya.

Sosok Ratna bergerak perlahan, matanya yang penuh dengan warna merah terbuka, api membara melekat di kepalanya memberikan pandangan bahwa Ratna memiliki rambut api. Begitu pun jari-jarinya, ada api yang mencuat panjang seolah Ratna memiliki kuku api.

“Besar juga nyalimu..” ucap suara yang sangat besar dan terdengar seperti suara penyihir wanita.

julian hanya bisa terdiam, ‘Ayo cepat bergerak.. Fahmi kenapa Cuma diam!!!’ batin Julian panik.

“Ayolah Fahmi, melompati api dalam sekejap gak bakal terasa panasnya. Atau aku saja yang gantikan sini..” ucap Arie dengan percaya dirinya. Namun Adam melarang, Adam memberikan isyarat pada Fahmi menggunakan tatapan sehingga Fahmi berlari dengan cepat.

Julian menoleh kesana-kemari melihat Ratna yang bergerak sangat cepat mengelilinginya, membuatnya pusing, gerakannya secepat kilat. Fahmi yang melompati api juga langsung terdiam bingung, dia tak bisa apa-apa.

“Arahkan lambang itu ke Ratna, berlian di tengah lambang akan bersinar dan sinarnya akan melumpuhkan Ratna beberapa saat.” Wisnu kembali memberi instruksi melalui bisikan.

Fahmi pun mengikuti arahan itu, dia arahkan sinarnya dan langsung menghentikan langkah Ratna dan membuatnya berasap. Namun setelah menoleh ke arah Fahmi, Ratna memandang dengan tatapan bengis, taring-taringnya mencuat tajam siap mengoyak daging-daging segar.

“Aaaaaarghh!!” dari kejauhan terdengar teriakan keras, muncullah Adam dan Arie dari arah yang berlawanan sambil membawa kayu runcing, mereka berlari cepat ke arah Ratna dan berhasil membuat kayu itu menusuk punggung dan perut Ratna hingga menembus dagingnya.

“Cih... Kalian lamban. Sini mana lambangnya, tinggal tempel kan..” ucap Arie meremehkan.

Namun Ratna melakukan gerakan menghentak membuat tanah bergelombang, mereka berempat langsung terjatuh.

Secara mengejutkan muncul tangan-tangan busuk dari tanah, tangan yang memiliki kuku tajam, berwarna hitam kecoklatan dan mencengkram tubuh ke empat pemuda itu.

“Huaaaa haaaa haaaa!!!” teriak Julian panik dan membuat traumanya kembali muncul, Julian bergerak bringas sehingga berhasil mematahkan tangan itu, disusul dengan Adam yang lolos juga, Adam bahkan menarik tangan itu hingga keluar beserta orangnya dari tanah itu. Julian menginjak-injak tangan yang menjerat Fahmi.

Saat mencoba menolong Arie, Adam langsung terjatuh karena kibasan api yang Ratna berikan. Punggung Adam langsung memerah, tapi dia kembali bangkit untuk menarik tangan yang menangkap Arie.

Sedangkan dari arah belakang, bermunculan banyak tentacle yang menangkap Adam dan menggeliat di tubuh Adam. Fahmi yang sudah terlepas, berlari ke arah kayu yang menancap di dada Ratna, dicabutnya kayu itu dan dia gunakan untuk memukul tentacle-tentacle itu. Seperti di awal, tentacle yang terluka langsung terbakar dan menjadi abu.

Arie melirik lambang yang tergeletak di tanah, dia berlari untuk meraih lambang itu namun mata Ratna menatap tajam, dia semburkan api ke lambang itu. Api yaang sangat besar.

Mereka berempat ternganga, “Bagaimana ini? Habis sudah harapan kita.” Lirih Julian.

Sebelum sempat berpikir, Ratna kembali murka, dia menyerangi mereka dengan tembakan api bertubi-tubi. Arie mencoba bergerak mendekat karena dia type petarung jarak dekat, menendang dan meninju bangkai Ratna itu hingga terpelanting beberapa kali, namun Ratna kembali bangkit, bergerak secepat dan mencabik-cabik tubuh mereka.

Yang lain sibuk bertarung, Julian merangkak mendekati api tadi, mencoba mengorek-ngorek lambang dengan menggunakan ranting. Saat lambang itu berhasil keluar dari api, Julian mencoba mengambilnya namun tangannya justru melepuh.

Julian meniup-tiup lambang itu namun sangat lamban dinginnya. Sesekali Julian menengok kondisi teman-temannya yang mulai terbantai. Tak ada waktu lagi, dengan nekat Julian membungkuk, menempelkan perutnya pada lambang itu, “AAAAAARGGHH... aaahhh... aaahhh..” erangnya saat panasnya emas itu membakar kulitnya. Benar saja, saat Julian bangkit lambang itu sudah tercetak jelas di perutnya.

Dengan tatapan dingin Julian berlari ke arah Ratna, memeluk tubuh Ratna, “Aaaaarggghh... aaaaaaakkkhhh!!!!” Tubuh Ratna langsung mengeluarkan asap. Julian tetap memeluk dengan erat sambil memejamkan mata hingga tangannya tak merasakan benda padat lagi. Begitu membuka mata Julian langsung terbatuk-batuk. Ratna telah menjadi abu.

Angin coklat dan sangat deras meniup kencang, membuat debu berterbangan. Terlihat samar-samar Wisnu melompat ringan lagi seperti kertas dari atas, Wisnu tersenyum lembut. “Terimakasih telah menyelesaikan misi ini. Aku bisa beristirahat dengan tenang.”

Fahmi langsung mendekat namun saat ingin memeluk Wisnu tubuhnya lenyap menjadi abu. Fahmi menggerang, “Aku belum sempat mengucapkan terimakasih aaaarghh!”

Angin semakin kuat saja, mereka tak mampu membuka mata lagi dan tubuh mereka melayang ditiup angin.. mereka berputar-putar di udara, Arie melakukan gerakan renang, memanfaatkan kemampuan terbangnya, Adam menjitak Arie yang bermain-main.

Mereka merasa terhempas namun saat membuka mata dan mengaktifkan telinga, yang terdengar iringan musik RnB, Arie langsung menginjak rem membuat tubuh mereka semua terbanting ke depan, “A-apa yang barusan terjadi? Aku bermimpi? Saat menyetir?” tanya Arie.

Fahmi menengok jendela, langit mulai terang kekuningan.

“Kau mimpi apa?” tanya Adam.

“Desa yang menakutkan!” ucap Arie merinding.

“Yeaay samsung S4 milikku kembali muaah muaaah!” teriak Julian riang.

“Aku juga bermimpi tentang desa itu, aneh bagaimana bisa sama.” Sahut Fahmi.

Adam melirik tangannya, ada kantung yang berisi banyak berlian dan emas, “Ini bukan mimpi, ini nyata! Aku kaya!”

Julian membuka bajunya untuk melihat bekas lambang yang ada di perutnya, “Iya bukan mimpi hoooo..” ucap Julian takjub.

Fahmi memasang wajah mupeng sambil mencium kaca mobilnya, “Aaah kenyataan yang sungguh indah mobilku yang aku beli dari hasil keringatku sendiri telah kembali.”

“Eh eh coba lihat, di depan bukannya tempat resepsi pernikahan Rani?” tanya Arie sambil menjalankan mobil kembali.

“Gak salah lagi, syukurlah kita bisa sampai tepat waktu!!! Nyawa selamat, resepsi tak tertinggal!”

“Asik asik!!” ucap Julian semangat. Julian kembali asik menggesekkan gadjetnya ke pipi.

Mereka memarkir mobil dengan rapi, menatap takjub ke arah dekorasi teras yang sangat indah, terlihat banyak tamu yang datang dengan mengenakan setelan rapi nan formal, hanya mereka berempat yang memakai pakaian yang terlalu santai. Semangat yang terlalu menggebu membuat mereka tak memperdulikan setelan lagi. Mereka berlari riang menaiki tangga putih dengan karpet merah.

WO telah mengatur tempat ini dengan sangat indah, warna putih yang sangat dominan dan bunga mawar pink plastik yang menggelantung di tiap dinding, langit-langit dihiasi kain yang membentuk bunga mawar 3 dimensi.

Mereka berempat bergenggaman tangan, “Satu malam yang luar biasa...” desis Adam.

“Benar-benar tak bisa terlupakan..” lanjut Arie.

“Penuh pengorbanan, perjuangan, sakit dan air mata.” Ucap Fahmi dengan senyuman.

“AND HAPPY ENDING!!!” teriak Julian semangat sambil berjingkrak-jingkrak.

 Rani yang melihat empat sahabat SMAnya dari jauh langsung berlari sambil mengangkat rok pengantinnya, “Heeh.. tomboynya gak hilang..” keluh Arie.

“Woi woi...” Rani menjitaki empat sahabatnya itu kemudian memeluk mereka gemas, “Senangnya kalian datang sangat pagi.”

“Haduh begini kah sambutan yang kau berikan tuan putri?” ucap Julian sambil mengusap kepalanya.

Rani menariki pipi Julian dengan gemas, “Eh guys, mumpung tamu masih sepi aku perkenalkan suamiku dengan kalian. Karena setelah kuliah kita tinggal di kota yang berbeda jadi aku belum sempat mengenalkan Jodi kan?”

Rani mengarahkan mereka berempat ke pelaminan, “Jodi, perkenalkan ini sahabat-sahabat aku yang paling baaaik sedunia!!” ucap Rani girang.

Mata Fahmi membulat, “Wisnu, kau kah?”

Jodi tersenyum lembut.

TAMAT

Buat yang terakhir kalian coba cerna sendiri ya maksudnya. Aku juga gak tau maksudnya apaan *plak

Cuma mau memberi kesan ending yang beda aja makanya gitu :p


Aku tunggu kesan dan pesan terakhir kalian. Komentar!

2 comments:

  1. Rani kawin sama Hantunya Wisnu..????
    hihihihih
    serem..

    ReplyDelete
  2. Njirr hp aku juga Samsung s4 hahaha... Ngomong ngomong akh suka endingnya... Ketemu lagi mereka.. Jodoh kali

    ReplyDelete