Valentine si Dua Wajah (PART 1)
By:yanz
Enjoy it~~
NP: diilhami dari kisah nyata, valentineku
tahun lalu.
-Krisma POV-
Aku melirik bangunan Balai Kota yang
sudah banyak direnovasi, tanaman yang juga semakin beragam, banyak yang berubah
di tempat penuh kenangan ini. kecuali satu hal, hiasan yang berbentuk hati yang
di puncak cemara, yang menjadi saksi buta akan hatiku masih tertinggal.
FLASHBACK
“Yang merasa namanya Krisma Aditya
tolong maju!” teriak panitia.
Aku mulai menuruni tangga yang
sebelumnya menjadi tempat dudukku, aku sedang berada di Balai kota, tempat
dimana komunitasku mengadakan gathering. Kami hanya berada di teras, lebih
tepatnya duduk di deretan anak tangga yang begitu banyak sehingga mampu
menampung kami peserta gath yang lebih seratus orang.
Tema Gath ini tentu saja valentine
karena beberapa hari lalu bertepatan dengan hari valentine. Awalnya aku tidak
terlalu memperdulikan valentine karena aku jomblo, tapi setelah tau games dalam
gath kali ini adalah tukar kado aku cukup semangat. Para peserta dipanggil satu
persatu untuk menyerahkan kado.
Kado akan diberikan pada dua
pilihan, pilihan didapat dari dua kertas yang dikocok seperti arisan.
Pilihannya adalah memberikan kado pada yang kita suka atau yang tidak kita
suka. Saat kertas arisan jatuh di telapak tanganku, panitia segera membaca,
“Berikan hadiah valentinemu pada orang yang kamu suka...”
Aku tertunduk sambil meremas kotak
coklat yang aku pegang, di sisi lain banyak mata yang berbinar harap-harap
cemas di tempat duduk mereka. Aku melirik ke arah kanan, dimana Krisna
kembaranku yang juga panitia asik bercengkrama akrab dengan teman panitia lain,
tertawa lebar sambil memamerkan gingsulnya. Manis sekali. Kami kembar yang
lumayan identik, hanya berbeda dari senyuman. Dia memiliki gingsul sedangkan
gigiku normal namun aku memiliki lesung pipi dan dia tidak. Aku sangat
mencintai Krisna, bisa dibilang aku Twincest dengan kembaranku itu. (Twincest=
cinta sedarah yang dialami pasangan kembar)
Ah Krisna sangat menyebalkan, kenapa
disaat aku ingin menyerahkan coklat sekaligus mengungkapkan rasa sayangku, dia
justru bersikap tak perduli, bahkan dia tidak menatapku padahal posisiku sangat
dekat dengannya sekarang.
“Krisma lama sekali mikirnya. Yaudah
next biar gak buang waktu selagi Krisma mikir...” ucap panitia sambil melirik
list absensi, “Yogi Pranata...”
Pemuda mungil dan imut yang duduk di
paling depan itu langsung berjingkrak semangat, tapi saat di depan umum dia
juga kebingungan ingin memberikan kado pada siapa hingga dipanggil peserta
lainnya, Yogi berbisik denganku, “Kita tukeran kado dong.. aku mau nih kado
dari kamu...” ucapnya sok akrab.
Aku tersenyum kecut, hanya diam dan
menarik tangan orang random yang duduk di depanku, “Buat kamu...” ucapku dengan
senyum manis. Yogi terlihat kecewa, sedangkan cowok tinggi dan berwajah cool
yang aku tarik tadi mengerjab-kerjabkan matanya kebingungan. Aku hanya asal
saja, agar terhindar dari fans sok akrab seperti Yogi, lagian cowok yang aku
tarik tadi terlihat normal dan tidak akan tertarik denganku.
Tanpa bicara apapun aku langsung
kembali duduk. Wajahku cukup kusut, harusnya aku berikan kado tadi kepada
Krisna, aku sudah pikirkan semua ini matang-matang, aku bahkan sudah latihan di
depan cermin tapi kenapa aku terlalu kaku, bibirku beku dan aku kalah dengan
rasa takutku. Aku pengecut.
Gath berlangsung cukup suram, hingga
akhirnya ada banyak orang yang memanggilku bahkan menyenggolku, “Kris oi Kris!”
Aku yang tersadar dari lamunan
langsung kelabakan, “Eh eh ada apa?”
“Tuh ada yang mau kasih coklat ke
kamu... buruan sana ke depan...” ucap Asni, cewek yang duduk di sampingku.
Dengan senyum palsu aku pun maju,
terlihat cewek tambun dengan style culun tertunduk sambil senyum malu-malu,
“I-ini untuk senpai...” ucapnya gugup.
Dasar gadis gendut bodoh, dia pikir
aku terkesan hah dengan keramahannya? Tapi aku tetap tersenyum lembut, “Astaga,
coklat pertama yang aku dapat. Thanks ya.. umm Riska... kamu lucu.” Ucapku
ramah sambil mencubit pipinya. Riska langsung menutup wajahnya yang merah dan
berjingkrak-jingkrak heboh. Waduh, bisa gempa bumi nih.
Bukan Cuma Riska, namun cukup banyak
coklat yang aku dapat hari itu, sampai aku harus meminta kresek untuk
membawanya pulang. Di depan semua orang aku bertingkah sangat senang, tapi di
rumah, langsung aku buang coklat itu tanpa aku buka.
Dasar orang-orang bodoh, mereka mau
membunuhku rupanya dengan coklat sebanyak itu, aku bisa diabetes di masa muda
kalau begini.
Krisna menatapku dingin ketika dia
memergokiku membuang coklat tadi, “Masih bertahan dengan kemunafikanmu ya...
kalau kamu gak suka kenapa gak bilang aja ke mereka. Jangan bertingkah sok
ramah untuk merauk banyak fans sedangkan di belakang kamu tidak menganggap
mereka.”
“Kris... aku Cuma...” aku mencoba
meraih tangannya.
Tapi dia menepis tanganku, “Udah
lah... kamu emang ga pernah bisa berubah, suatu hari orang-orang akan tau
betapa munafiknya kamu.”
“Paling gak aku bisa jaga hati
mereka! Aku selalu berusaha memberikan kebaikan agar banyak yang senang.”
Krisna tersenyum sinis, “Lebih
tepatnya topeng kebaikan, dimana topengmu tersenyum dan di baliknya memasang
wajah iblis dan siap menerkam orang-orang sekitarmu.” Aku hanya terdiam sambil
meremas tanganku dengan geram. Dia sudah tau aku yang asli, dan dia tidak akan
pernah terkesan denganku.
TBC
Garing ya... rasanya ada yang kurang
gitu. And kejadian nyata yang aku alami di cerita ini adalah ketika orang yang
mau kasih kado ada di dekat aku, tapi dengan bodohnya aku ngasih ke sembarang
orang!
--
Valentine si Dua Wajah (PART 2)
By: Lian48
Enjoy it~~
Aku berjalan kaki melintasi
trotowar untuk pergi ke tempat kerja, yah aku lebih suka berjalan kaki dari
pada berkendara, selain mencari kesehatan aku ingin tebar pesona dan mencari
lebih banyak fans dengan mengobral senyum termanis yang dihiasi lesung pipi.
Lagi pula Bank tempat aku bekerja tidak terlalu jauh, hanya beberapa ratus
meter dari rumah.
Aku reflek melompat ke belakang
saat merasakan ada guyuran air dari arah depan, shit... siapa orang gila yang
membuang air jemuran ke arah trotowar? Aku mendongak dan aku terkejut ada
seseorang yang melompat dari balkon lantai dua rumah itu, “Hei... lu yang waktu
itu kasih gue coklat di gath komunitas jepang kan?”
Aku melirik cowok tinggi yang
kulitnya kecoklatan namun aromanya sangat maskulin dan sejuk, “Maaf salah
orang...” ucapku sopan namun berusaha menghindar.
Dia justru mengikutiku sekarang,
memposisikan diri di depanku namun berjalan mundur agar dia tetap menatapku.
Rasanya ingin aku memutar bola mata untuk menunjukkan ekspresi jengah, namun
aku tetap melengkungkan bibir tipisku. “Gak, gak mungkin gue salah... gue hapal
bau lu..” ucapnya sambil mengendus leherku.
Okay, aku mulai risih sekarang.
Langsung aku tatap dia dengan wajah datar, “Bisa tinggalkan aku? Aku ingin
pergi kerja sekarang...”
Dia tertawa memamerkan barisan
gigi rapinya. Dia angkat kedua lengannya di belakang kepala membuat bicep
sexy-nya terekspose, “Yaelah formal banget lu... umm kita belum kenalan, gue
gak nyangka gath pertama bisa ditaksir cowok manis kaya lu. Gue Fariz...”
Cowok otak udang yang terlalu
percaya diri, “Sorry, aku top dan aku tidak tertarik dengan cowok maskulin.”
Ucapku to the point dengan nada tajam karena radarku bisa merasakan
identitasnya sekarang, bagaimana caranya menatapku nakal cukup meyakinkanku
bahwa dia type gay yang manly.
Fariz tertawa sambil memegang
perutnya, “Lu top? Gue gak salah liat? Tinggi lu standar buat cowok Indonesia,
paling sekitar 170-an, langsing, putih dan senyum yang cute.”
“Wah pujian di pagi hari, aku
jadi kenyang sampe eneg. Udah ya, apa yang salah dengan top cute? Bukankah
sedang trend? Yang terpenting jiwanya dan kekuatannya...”
Fariz menatapku semakin nakal,
“Waw kekuatannya? Kekuatan apa nih kalau boleh tau? Atau boleh gue coba?”
tanyanya sambil merangkul pinggangku.
Aku mempercepat langkah hingga
sampai di depan Bank, seorang satpam membukakan pintu sambil menyapa, aku balas
sapaannya. Namun Fariz terpaksa mundur karena dia tidak memiliki keperluan.
Penampilan menarikku sukses
membawaku menjadi teller Bank, melayani berbagai orang berbeda setiap harinya,
ada yang sabar, ada yang ramah, kurang ajar atau bahkan mencoba pdkt. Diincar
pria dan wanita, karena bukan lagi rahasia jika aku seorang gay.
Aku sudah biasa menghadapi
nasabah yang centil dan menggoda dengan cara mengganti topik pembicaraan agar
aku tidak perlu berkata kasar ataupun mengeluarkan sisi iblisku. Namun yang
satu ini cukup membuatku frustasi, Fariz mulai masuk ke dalam lingkungan
kerjaku, berkedok sebagai nasabah yang menyetor uang setiap hari, namun dia
tarik lagi uangnya dari ATM, dia setor lagi, tarik lagi dan setor lagi terus
berulang-ulang setiap hari disertai percakapan sok akrab darinya. Tujuannya
hanya satu, agar bisa dilayani teller tampan sepertiku.
Aku frustasi melihat saldo
rekeningnya yang tidak bertambah dan ingin memakinya, “Ngapain sih lu disini?
Berisik bangke! Lu Cuma nambah-nambahin kerjaan gue yang udah ribet.” Tapi
tidak mungkin kan seorang karyawan bank berattitude seburuk itu. Aku sudah
terlatih kok menjadi munafik, meskipun jiwa iblis ini sudah meraung-raung ingin
keluar.
Fariz meletakkan dagunya di atas meja, dia berakting lugu sekarang
untuk mendapatkan perhatianku, “Mohon tanda tulis nama dan tanda tangan disini
ya, Pak..” pintaku tersenyum sambil menyodorkan kertas ke atas meja.
Fariz menangkap tanganku, saat
dia mengendus tanganku, aku merinding, “Parfum lu hari ini beda ya. Jauh lebih
lembut...” pujinya sambil tersenyum nakal.
Wajahku sempat kesal beberapa
detik, namun aku kembali mengatur nafas dan memasang senyum lembutku, “Silakan
ditulis kertasnya pak, antrian lain sedang menunggu.”
Fariz mengusap dagunya, “Wait...
gue baru sadar di atas bibir lu ada tai lalat kecil, bikin bibir lu tambah
manis.” Entah kenapa ucapannya kali ini membuat wajahku memerah.
Dengan cepat aku menyodorkan
pulpen, “Pulpennya boleh anda gunakan...” dia kembali menangkap tanganku,
bahkan dengan beraninya mengecup jariku, rasanya selangkanganku berdenyut
seketika. Aku panik, “SATPAM!” teriakku kesal.
Fariz langsung mengangkat
tangan, “Ow ow... sabar bung, segera gue selesaikan...”
Aku memijat kepalaku, “Dandy,
gantikan aku ya. Aku lagi gak enak badan...” ucapku lemas pada partnerku dan
mundur dari standku.
Fariz ternyata tidak mudah
menyerah, dia selalu setia menunggu aku pulang. Entah memberikanku bunga,
snack, coklat ataupun mengajak makan malam. Aku tidak pernah menolak karena
sudah jadi ciri khasku melayani siapa saja meskipun hatiku tidak suka.
Seperti sekarang aku minta
diajak ke restoran seafood yang mahal agar dia kapok menggodaku, biar dompet
busuknya kempes! Tau rasa kan dia nanti. Tapi wajah Fariz tetap tenang, kakinya
justru nakal meraba betisku sekarang, lagi-lagi aku merinding dan menjauhkan kaki,
“Lu kalau jutek bikin gue makin gemes ya. Makin Ganteng lu kalau jutek ahaha..” godanya.
Aku tersenyum angkuh, “Semua
orang juga tau aku ganteng...”
“Gue dapat banyak info dari
orang sekitar, katanya lu itu orangnya super ramah bin sopan, terus mempesona,
tapi kok lu jutek sama gue?”
Aku memasang wajah malas,
“Karena kamu terlalu menganggu.”
Kini kaki nakalnya merayap di
sela pahaku, “Tapi walau aku mengganggu, aku bisa memberi kenikmatan di atas kasur.”
Tawarnya.
Salah satu keningku terangkat, “Kamu
mau menggoyang kasur denganku? Apa yang berani kamu kasih...” ucapku menantang tanpa
jaim.
“Apapun.” Ucapnya pede.
Aku mengeluarkan bola hiasan
natal berbentuk hati, “Walaupun kamu aku suruh panjat pohon cemara tertinggi di
balkot untuk sangkutkan aksesoris berbentuk hati ini di puncak pohon?” aku
menyodorkan aksesoris itu.
Fariz mengangkat bahunya dan
memasang wajah meremehkan, “Siapa takut.”
Yaah padahal awalnya tantanganku
hanya ancaman, hanya main-main tapi dasar Fariz pemuda bodoh otak udang yang
tidak pernah menyerah. Di sore yang kekuningan dia nekat memanjat pohon cemara
yang dahannya sangat rapuh, tapi dia cekatan menempelkan tubuhnya di batang
pohon, kaki dan tangannya kuat sekali, tidak heran dia memiliki tubuh yang
indah. Hebatnya dia mampu selesaikan misi kurang dari lima menit. Aku kalah
telak.
Dia melompat ke bawah, mengusap
pipiku, “Bagaimana, siap menerima cintaku?”
Aku menyipitkan mata, “Tidak
perlu munafik membawa embel-embel cinta kalau menginginkan tubuhku saja. Kamu
akan dapatkan malam ini, karena pria sejati tidak akan ingkar janji.”
Fariz menatapku dingin, dia
mendekat dan menunduk untuk menempelkan hidung tegasnya pada pipiku, “Apa aku
terlihat seperti cowok bejad yang hanya menginginkan cinta satu malam?”
Aku mengangkat bahu, “Maybe...
Kau terlihat berbakat memikat hati, pasti berpengalaman memainkan perasaan.
Gapapa, jujur saja kalau Cuma ingin one night stand.”
Fariz tertawa, “Berbakat memikat
hati? Berarti kamu sudah terpikat ya...” mukaku memerah saat dia berbisik dan
nafasnya menghembus di tengkukku. “Aku menginginkan tubuhmu, tapi juga cintamu
untuk selamanya. Boleh kah?”
“Bullshit...” desisku.
“Kayanya kamu sudah sering patah
hati ya makanya mati rasa separah ini. aku bakal buktiin, jika masih ada cinta
di zaman ini.”
Aku hanya mengangkat bahu.
Sebenarnya aku belum pernah berpacaran, padahal banyak yang menginginkanku. Aku
selektif, sejauh ini hanya Krisna yang mampu membayang-bayangi hidupku. Tapi
walau tidak berpengalaman aku banyak dengarkan curhatan orang-orang, banyak
membaca dan menonton sehingga aku cukup tau kehidupan ini meski tidak aku
alami. Aku cukup tau bagaimana lika-likunya sebuah relationship.
Tapi meski jomblo, aku sering
tidur dengan para fansku, terutama yang berfisik manis. Hanya memakai tubuh
mereka ketika butuh, aku brengsek ya? Haha.. Aku ingin membuat semuanya simple,
dengan tetap bersenang-senang tanpa harus melibatkan diri akan rumitnya
relationship.
Namun Kini Fariz ada di atas
tubuhku tanpa pakaian,kami hanya ditutupi selimut. Dia mengecup bahuku dengan
lembut, menatapku penuh cinta dan secara mendadak menyambar bibirku. Cukup
membuatku gugup, setelah serangan ganas bertubi-tubi dia kembali mencumbuku
lembut, meraba perutku, menghisap leherku. Lama sekali pemanasan yang dia
lakukan kadang membuatku gemas menyerangnya, tapi dia menahanku, aku
benar-benar mabuk malam ini, dia mampu menaik-turunkan emosiku, “Aaaaargghh
damnn eemmhh... cukup basa-basinya, aku sudah aaah... selesaikan ini dengan
cepat brengsek!” bentakku disela erangan.
“Little devil, kamu jadi
kelihatan makin sexy kalau horny begini ahaha...’’ masih saja dia menggodaku.
Tubuhku benar-benar sudah mandi keringat sekarang, aku cukup mengejang shock
saat dia melumat ujung penisku yang sudah memerah, “Sudah siap santapan utama
rupanya?’’
Aku menggerang, “Aaaaahhh sudah
dari tadi bodoh aaah.... sialan, lihat saja Fariz aku bakal hukum kamu!” aku
mulai bangkit, mendorong badannya namun badannya sangat kokoh tidak bisa aku
gerakan sama sekali, dia justru tersenyum nakal, dalam sekejab dia menguasai
tubuhku, aku menggerang hebat saat dengan brutal dia menyetubuhiku.
Keperkasaannya benar-benar
membuatku tumbang, aku nyaris pingsan rasanya merasakan ngilu pinggangku yang
dihantam sangat ganas dan lubangku memanas namun sukses membuatku klimaks dua
kali, padahal dia belum klimaks. Aku sangat lega akhirnya dia keluar juga,
“Aaaaargghhh aaahhh my sexy boy euuuummhhhh..” dia justru mengguncangku lebih
hebat meski cairan hangatnya sudah membasahiku, aku Cuma bisa meraung sambil
meremas dan menggigit sprei.
“Gilaaa aaaaarggghhh... Fariz
stoppp aaaaakhhh...” tusukannya yang menyentuh titik prostatku sukses membuatku
klimaks untuk yang ketiga kalinya.
Kali ini kami tumbang bersamaan,
aku terengah-engah dengan bibir terbuka. Dia tertawa lucu, dikecupnya bibirku
singkat, “Kapok! Aku gak bisa imbangin kamu...” ucapku merajuk.
Dengan lembut Fariz menarik
pinggangku merapat tubuhnya yang hangat, dia tertawa mengejek, “Bodoh amat,
yang pasti reaksimu benar-benar membuatku horny. Kamu yang aku cari.”
Aku mendorong dadanya,
“Bullshit...” jawabku ketus untuk kesekian kalinya.
Tapi dengan tenang dia masih
mendekapku, saat menatap wajahnya yang teduh mendadak dadaku berdebar, mukaku
merah seketika. Entah perasaan apa ini, aku belum pernah merasakan ini pada
teman tidurku sebelumnya. Fariz juga mengusap kepalaku dengan lembut, aku
benar-benar hanyut hingga saking gemasnya aku menggigit lehernya, “Aw kok main
serang? Kode buat ronde kedua nih? Haha..” guraunya.
Aku langsung menghantam wajahnya
dengan bantal, “Gila! Ini aja sudah bikin pinggangku mau copot dan lubangku
sobek! Kamu harus tanggung jawab kalau aku gak bisa kerja satu minggu!” rutukku
kesal.
“Aku siap jadi pelayanmu
kapanpun kau mau, my lord.” Ucapnya dengan senyum sexy. Sial dadaku semakin
ingin meledak.
Aku meremas bahu kokohnya hingga
kukuku menancap cukup dalam, “Riz, rasa manis ini Cuma awal kan?”
Fariz menaikkan satu alisnya,
“Kamu kenapa lagi?”
Aku menatapnya dengan tatapan
datar, “Aku sering dengar cerita orang. Semua orang selalu manis di awal,
ketika pdkt selalu sms selamat pagi jam lima atau enam pagi, namun setelah
pacaran mundur jam 7 pagi, semakin lama jam 9, lalu jam 1 siang bahkan parahnya
dua hari tidak memberi kabar. Perlahan perhatiannya berkurang. Masalah klasik
yang sering dialami setiap hubungan yaitu perubahan.”
“Itu normal, namanya bosan. Sama
seperti kamu lagi ngebet sama sebuah gadjet yang ada di toko, rasanya gila
hingga terbawa mimpi, saat kamu berhasil memilikinya kamu bakal seneng banget,
megangnya aja hati-hati, selalu diperlakukan special, tapi perlahan kamu lempar
ke kasur juga santai, kamu mulai merasa biasa aja sama hpmu, rasa antusias kaya
sebelum beli udah hilang.” Ucapnya panjang lebar.
“Lalu?” tanyaku sambil
mengerutkan kening.
“Bosan bukan berarti gak cinta.
Ketika hp itu rusak atau hilang kamu bakal frustasi dan baru sadar betapa
berharganya hp itu. Coba perumpamaan itu disejajarkan dengan orang pacaran.
Yang perlu kita lakukan Cuma bersyukur, selalu konsisten bersikap menyenangkan
sebagai bentuk syukur.” Ucapan Fariz cukup sukses membuatku ternganga, aku
langsung memeluknya gemas, entah kenapa aku terisak. Apa aku menangis bahagia
atau terharu? Entah lah, aku tidak bisa menghentikan isakanku.
“Eh kenapa nih? Aku salah
ngomong ya?” tanyanyaa panik sambil menciumi wajahku.
Aku menggeleng sambil tersenyum,
“Gak, Riz. Aku Cuma bahagia akhirnya punya kamu. Janji jangan pernah berubah
walau suatu hari kita bosan satu sama lain.”
Fariz mengecup tangan dan
bibirku secara bergantian, “Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Aku akan
selalu ada buatmu dalam kondisi apapun.”
--
Valentine si Dua Wajah (PART 3)
By: Lian48
Enjoy it~~
Dengan tingkah konyol Fariz
melemparkan snack kemudian menangkap dengan mulutnya layaknya lumba-lumba.
Cowok yang memiliki kesan pertama yang cool ini ternyata bodoh juga tingkahnya,
kadang manja, kadang kekanakan, dan kadang cool membuatku penasaran. Aku
menikmatinya karena tidak membosankan walaupun hari ini aku dibuat kesal, “Mau
snack? Aaaa...” dia mencoba menyuapiku tapi aku membuang muka.
Aku kesal, karena di hari ulang
tahunku jangankan memberi kado, sekedar ucapan saja tidak dia berikan,
jangan-jangan dia tidak mengetahui apapun tentangku? Dasar cowok bodoh! “Eh
pocky nih? Main pocky games yuk?” pintanya sambil meletakkan pocky di bibirnya,
dia menarik daguku agar aku menyambut sisi lain dari batangan coklat itu.
Namun lagi-lagi aku membuang muka,
dia mencoba berjalan menghadapiku, menatapku dengan mata sexy-nya, “Kenapa kok
ngambek? Bilang dong ada apa.”
Aku hanya diam dengan mendengus
kesal, dia mulai menyumpal mulutku dengan pocky, lalu wajahnya mendekat untuk
menggigit ujung pocky yang lain, semakin mendekat hingga wajahku memerah namun
aku kembali membuang muka hingga pocky-nya patah. Aku pikir games berakhir,
tapi gagal menciumku membuat Fariz bringas mendorongku di sofa dan melumat
bibirku, sekujur tubuhku merinding hingga selangkanganku berdenyut kuat, aku
memukul-mukul dadanya mencoba lepas namun terlambat, pintu terdobrak.
“SURPRISE!!!” teriak banyak orang
yang menerjang pintu kamarku dan menyaksikan adegan panasku bersama Fariz.
Kriik... krikk..
Awalnya suasana hening karena
canggung, namun ada yang memulai, “Heeei yooo yang ulang tahun bengong aja!
Tiup lilinnya dong!” teriak Yogi menyeretku ke depan kue-kue yang cukup banyak,
untungnya kamarku cukup luas sehingga mampu menampung segitu banyak fansku yang
kompak memberi kejutan.
Lautan manusia membuat sosok Fariz
tenggelam entah kemana, hanya dia yang aku butuhkan di hari specialku,
sedangkan mereka semua sampah tidak penting. Aku sama sekali tidak terkesan
dengan usaha mereka.
Mendadak kamarku langsung berubah
jadi pesta perayaan mewah, ada yang membawa ketering, cemilan, musik, lightning
bahkan games tapi disini aku hanya linglung mencari sosok Fariz.
Aku tersenyum lega menemukannya di
pojokan, tersenyum lembut sambil melambai, dia seolah mengasingkan diri dari
lingkunganku. Aku ingin segera mendatanginya tapi ucapan selamat selalu
berdatangan dan salaman ini menghambat gerakanku. Dasar manusia-manusia keparat
tidak penting!
Terdengar suara soundsistem yang
memekikkan telinga, “Yogi bbm lu terus, capek gue balasnya.” Terdengar suara
Krisna dari salon keras itu.
“Gak penting, Cuma spamer... Lisa
juga kasih kue brownis tiap hari. buat kamu aja, ada di kulkas. Aku gak suka
makanan manis kaya sampah. Mereka semua memuakkan...” terdengar ucapanku yang
tajam dan busuk dalam soundsistem itu. Aku panik, aku mencoba mencari asal
suara itu dan menghentikannya secepat mungkin, tapi suara itu terus mengoceh.
Siapa orang yang merekam ucapanku kemudian mempublishnya disaat tidak tepat
begini.
“Aku capek Dinda tiap hari
peluk-peluk sampe dadanya nempel, dia pikir membanggakan dada palsu kaya gitu
doang...” wajah Dinda rekan kerjaku langsung menegang saat mendengar ucapanku
dan banyak lagi perkataan busukku yang akhirnya terbongkar semua. Krisna, ini
pasti ulahnya.
PLOOK
Kue tart besar sukses mendarat di
wajahku, “Gitu ya kamu ternyata, busuk aslinya kamu. Aku kecewa kalau Krisma
yang aku idamkan selama ini palsu dan gak pernah ada.”
Dengan cepat Fariz berlari
memelukku, “Mohon tenang semuanya!” tegas Fariz memberikan aba-aba sedangkan
aku hanya ketakutan meremas kaosnya.
“Halah munafik! Gak usah kamu
lindungin orang kaya dia, paling kamu juga Cuma dia bohongin!” ucap Riska si
gadis tambun. Mereka mencoba melempariku telur, makanan maupun minuman namun
Fariz sampai jatuh terlungkup karena melindungiku, mereka semakin bingas hingga
aku bisa rasakan cakaran maupun jambakan yang sukses mendapatiku, sisanya tubuh
Fariz yang jadi korban injakan ataupun lemparan. Aku tidak habis pikir ada yang
berani melemparkan kursi hingga Fariz terbatuk darah. Aku tidak bisa lagi
menahan eranganku, “Tolong aaargghhh... Fariz kamu jangan bodoh, cepat lari,
aku yang pantas dapatin ini semua!”
Sialnya Fariz hanya memberikan
senyuman lembut , aku raba wajah tampannya yang memberikan senyuman damai. Aku
sesegukan sambil menempelkan tubuh kami, aku sangat berharap ada yang bisa
menolong kami. Aku akhirnya tersentak sekarang saat ada yang menarik kakiku
bringas hingga aku terpisah dengan Fariz, ada yang mencoba melemparkan botol ke
arahku namun sirine polisi membuat mereka semua panik.
“Itu mereka pak..” ucap Krisna
sambil menunjuk pada peserta yang mengeroyokku itu, sebagian banyak yang sempat
lari, hanya beberapa yang tertangkap. Krisna kini menatapku dengan tatapan yang
tidak bisa aku mengerti.
--
Aku dan Krisna duduk terdiam di
ruang tunggu sebuah rumah sakit. Walau terlihat tenang, Air mataku tidak bisa
berhenti mengalir semenjak aku melihat Fariz tergeletak kesakitan.
BRUUK!
Krisna langsung tersungkur akan
tinjuan kerasku, “Aku benci kamu! Kalau sampai Fariz kenapa-kenapa, aku gak
akan pernah anggap kamu lagi.”
Bahu Krisna bergetar, dia tertunduk
namun aku bisa lihat tetesan air di lantai, dia menangis. “Aku gak nyangka
bakal seekstrim itu reaksi mereka.” Elak Krisna.
Aku menatap angkuh, “Lalu kalau pun
mereka ga seekstrim tadi kamu bakal seneng aku dibenci semua orang!” bentakku
lagi.
“Iya! Aku bakal seneng, aku iri...
aku Iri Krisma! Aku benci kamu bisa dekat sama semua orang tapi denganku
sodaramu sendiri kau acuhkan!”
Aku menatap dengan mata membulat,
“Aku gak ngerti...”
“Aku kehilangan kamu yang dulu
semenjak lulus SD. Kamu jadi dingin, kaku, parahnya selalu melontarkan keluh
kesah atau kebencianmu terhadap orang-orang di luar sana. Aku gak kenal kamu.
Tapi disisi lain kamu terus tebar pesona, gak ngehargai orang yang di dekat
kamu...”
Aku menggigit bibirku, benar memang
selama ini aku memendam perasaan terhadap Krisna tapi hal itu membuatku justru
memiliki jarak dengannya karena rasa gengsiku yang terlalu besar, bahkan aku
tidak pernah bisa mengakui perasaanku. “Aku gak niat nyakitin kamu Krisma, aku
Cuma mau kasih pelajaran tapi... tapi semuanya diluar kendali! Diluar
perhitunganku!’’ Krisna sampai meninju keramik dengan kesal, bisa aku lihat
bercak merah disana.
Perasaanku masih kacau, tapi dengan
tarikan nafas aku mencoba tenang. Aku mencoba mendekati Krisna, mendekapnya
secara perlahan, “Maaf kalau aku berubah menjadi buruk... bisa kita bangun dari
awal persodaraan kita?”
Krisna menatapku, “Kamu gak bohong
kan? Kamu gak pakai topeng lagi kan...”
Aku melakukan gerakan seolah membuka
topeng dan menunjukkan wajah sangarku, “Baiklah sebenarnya kamu ngeselin, rese,
kekanakan, jutek, minta jitakin ampe sekarat. Tapi bagaimana juga you are my
bro, we are twins... aku tetep sayang kamu kok cuiiih cuiih kok najis banget ya
nyebutnya..”
Krisna langsung tertawa sambil
mendorong kepalaku, “Bilang sayang aja gengsi, dasar iblis...”
Aku menggelitikinya, “Eh eh iblis
gini juga kamu cinta kan! Huuu!”
Krisna mencoba menepis tanganku yang
menggelitikinya, sekarang dia memelukku, “Kangen bangettt.” Aku hanya tersenyum
tipis sambil mengusap kepalanya. Lama dia tidak pernah semanja ini.
Mendadak ada seseorang yang penuh
perban mendatangi kami dan tersenyum ceria dan langsung memeluk kami, “Chieee
baikan!” ejek Fariz.
“Modus modus!” Aku memukul tangan
Fariz hingga dia meringis memegangi perbannya, “Eh sorry reflek! Habisnya kaya
mau ngembat pasangan kembar aje..”
Fariz memasang pose mikir, “Kayanya
punya dua cowok cute boleh juga...”
“Iya silakan aja Riz aku sunat kamu
sampe habis!!!” ucapku tajam.
“Hahaha becanda sayaaang..” dia
memeluk dan mengacak-acak rambutku.
Krisna tertawa, “Gak usah takut
Krisma, aku straight kok... aku udah punya cewek...”
“Eh masa? Kapan-kapan kenalin dong!”
“Pasti... ada masanya nanti bro!”
Kami pun mulai bercanda akrab, aku
sangat bersyukur cidera Fariz tidak terlalu parah.
--
Valentine si Dua Wajah (PART 4)
By: Lian48
Enjoy it~~
NP: diilhami dari kisah nyata,
valentineku tahun lalu.
“Yaah jerawatku pecah, rusak nih
reputasiku sebagai teller... ah!” rutukku di depan cermin.
“Yaelah olesin alkohol atau
balsem biar adem...” jawab Fariz asal.
“Greget kamu Riz... aku punya
Listerin doang disini...” ucapku dengan wajah datar.
Tapi Fariz justru terbahak,
“Jerawatmu mau kumur-kumur ya cok!”
“Kampret kamu... bukannya cari
solusi..”
Dia mendekat, merayap di
pinggangku dengan mimik manja, “Sini abang cium dikit juga sembuh...”
Aku terkekeh, “Dasar genit!
Modus!”
“Jelek betul jerawatmu di jidat
jadi kaya India nehi nehi aca aca~ ahaha...” saat Fariz mengejek begitu aku
melemparinya sepatu. Rese sekali ejekannya. “Tapi kamu tetap manis di mataku.
Biarin aja kamu jelek jadi gak ada yang naksir, cukup aku yang naksir.” Fariz
memelukku gemas. Aku menoleh ke belakang untuk mengecup bibirnya. Betapa pemuda
ini menjadi candu untukku.
Perlahan-lahan Fariz meraba-raba
perutku, membuatku menggeliat geli, “Emmmhh mancing nih?” tanyaku sewot.
“Sayang perutnya gede ya...
jangan-jangan ada baby-nya!” ucapnya dengan wajah shock
Aku terbahak sambil mendorong
wajahnya, “Hahaha ngaco kamu! Ini gara-gara kamu keseringan beliin jajanan
gratis! Naik lima kilo kan aku..”
Dengan wajah bloonnya dia tetap
meletakkan kupingnya di perutku, kemudian mengecup perutku dengan lembut,
“Beneran ada baby-nya kok. Nih baby bilang ‘Papa papa aku kangen... ayo dong
masuk sini kunjungi aku” ucapnya sambil meraba selangkanganku.
Aku langsung menjitaknya, “Hmm
hmm modus aja terus..”
Fariz mulai menghempaskan
tubuhnya di kasur, “Hehe namanya juga usaha. Sayang ayo sini, ada yang mau aku
sampaikan.”
Aku langsung berbaring di
samping Fariz, bergeliat manja sambil menempelkan hidungku pada pipinya. “Ada
apa Riz? Mau bilang kamu mau lamar aku kah? Ahaha...” ucapku becanda.
Fariz tersenyum pahit, “Aku
minta maaf, sebaiknya kamu siapin hati yang kuat dengar kabar ini.”
Aku meremas kaosnya, merasa ini
bukan sesuatu yang baik akan disampaikan. “Apa?” aku hanya bertanya dengan nada
dingin dan pandangan ketus.
“Ah sayang jangan begitu
natapnya, ayolah senyum manisnya mana cheees!” dia menarik-narik pipiku namun
kutepis kasar.
“Cukup basa-basinya, aku sangat
kesal jika dibuat penasaran!!” bentakku.
“Aku bakal pulang ke Jerman,
dalam waktu dekat.” Aku hanya terdiam. “Maaf gak jelasin ini dari awal. Aku
disini sebenarnya Cuma liburan semester, aku masih kuliah di luar negri dua
tahun lagi... jadi...” Fariz menggantungkan ucapannya seolah ingin melihat
reaksiku dengan menatapku lekat.
Aku hanya diam dengan tatapan
kosong, semua yang ingin aku ledakkan seolah terkunci di mulutku. “Sayang, kok
Cuma diem?”
Aku meliriknya dengan wajah
tenang, “Maumu apa? Aku melarangmu pergi? Kamu gak mungkin kan ninggalin
kuliahmu demi stay. Ga ada yang perlu aku sampaikan.”
Fariz memelukku erat, “Sayang
aku bakal kangen... kamu nginap ya sampai aku pergi nanti.”
Jadi dia mau aku merasa semakin
sakit? Gila.. “Kapan balik? Hubungan
kita gimana?”
Dia menggenggam tanganku erat
dan mengecup jari-jariku dengan gemas, “Kita tetap jalan, sudah pasti itu
mauku. Mungkin aku baru balik tahun depan karena libur semester depan aku harus
nginap di rumah ibuku, kau tau kan orang tuaku berpisah jadi aku harus membagi
waktu untuk mereka...”
Aku tertunduk, rasanya aku sudah
tidak kuat, “Aku mual, aku mau ke toilet..”
Dengan wajah konyol nan shock
dia mengusap perutku, “Baby kita rewel lagi ya?” cukup Fariz... astaga ini
membuatku semakin sakit. Dengan kasar aku menepis tangannya, aku berlari ke
toilet dan membanting pintu dengan keras.
Aku tumpahkan semua emosiku yang
tadi tertahan, aku menangis histeris meskipun di luar berusaha terlihat tegar
dan sama sekali tidak terluka. Fariz begoooo! Tega dia hadir dalam hidupku
sesingkat ini, hanya satu bulan... astaga, bagaimana bisa aku segila ini...
bagaimana bisa cintaku sedalam ini hanya dalam sebulan.
Aku terengah-engah dengan mulut
terbuka, cairan di wajahku tumpah kemana-mana, kupukul lantai berkali-kali, aku
benar-benar tidak menyangka. Kenapa aku bodoh menerima kehadirannya begitu saja
tanpa tau latar belakangnya, bagaimana bisa dia disini... “Sayang, jangan
menyimpannya sendirian. Bukankah lebih baik kita berpelukan dan menangis
bersama untuk menikmati detik-detik terakhir kita?”
Aku mencoba tenang, kuguyur
wajahku dengan air sebanyak mungkin, aku mengatur nafas dan emosiku sebisa
mungkin. Bukankah aku terlahir sebagai orang yang memiliki dua wajah? Sebisa
mungkin aku mengendalikan expresiku agar bertolak belakang dengan isi hatiku.
Aku mulai membuka pintu dengan tatapan polos seolah tidak terjadi apa-apa, “Aku
mau pulang, tadi Krisna titip bakso.”
“Nginap lah... yah yah? Dua hari
lagi aku pulang...”
Deg...
Dadaku benar-benar sakit, saking
sakitnya seolah semuanya ingin keluar dari rongga mulutku, tapi aku justru
mengembangkan senyum sambil menepuk pipinya, “Persiapkan barang-barangmu dengan
baik. Jangan sampai ada yang tertinggal.”
Fariz menatapku dengan mata
sedih, menggenggam tanganku namun secara perlahan terlepas, aku berjalan seolah
mengacuhkannya. “Hatiku pastinya akan tertinggal.”
-Dua hari Kemudian-
“Syahreza Irwan..” panggilku
saat membaca nama dalam kwitansi. Muncul seorang pria brewokan dengan wajah
sangar, namun sebagai teller profesional aku tetap memberikan senyuman ramah,
“Tujuh ratus ribu rupiah ya, pak.” Ucapku lagi membaca uang yang harus dia
berikan. Saat dia memberikan uangnya, aku mulai melakukan berbagai step dengan
perangkatku.
Sesekali aku melirik jam yang
menunjukkan jam sepuluh pagi, sebentar lagi Fariz akan pergi. Aku berkeringat
dingin memikirkan ini semua. Semenjak aku pergi dari rumahnya aku tidak pernah
lagi menemuinya, membalas smsnya ataupun mengangkat telfonnya, aku selalu
menghilang entah kemana untuk menghindarinya. Aku berusaha melatih diri sedini
mungkin untuk berpisah dengannya, aku berusaha beradaptasi dengan kesepian
lagi.
Tapi sialnya HP-ku yang berbunyi
bertubi-tubi ini cukup menyiksaku dan mengacaukan konsentrasiku.
-Krisma! Kamu kenapa gak mau
ketemu aku? Ini kesempatan terakhir kita sayang!- dadaku lagi-lagi sesak
membaca pesannya.
-Aku sudah di bandara KKK dan
sejam lagi berangkat, gak ada kah kesempatan terakhir? Aku bener-bener kangen.
Kamu tega bikin aku sakit sedalam ini?-
Brengsek, dasar bego! Dia yang
sakiti aku, dia tau akan pergi tapi dengan sengaja dia masuk ke dalam
kehidupanku, bodohnya perasaanku menerimanya dengan sangat pasrah! Dasar Fariz
brengsek!!!
Aku matikan HP-ku, tapi dengan
refleknya mataku selalu melirik jam. Bank baru istirahat jam dua belas, tidak
akan terkejar. Sialan! Apa yang aku pikirkan? Menemuinya untuk terakhir kali?
Tidak.. tidak selemah itu imanku goyah hanya karena cinta sang keparat ini.
waktu mulai berjalan semakin jauh, aku tetap bekerja hingga jam sepuluh lewat
tiga puluh menit, walaupun aku bekerja dalam lamunan.
PLAK
Pukulan seseorang mengenai
kepalaku sukses membuatku tersadar dari lamunan, “Ayo ke toilet, tukeran baju.”
Bisik seseorang yang wajahnya mirip denganku.
“Krisna ngapain disini?” tanyaku
shock melihat kembaranku.
“Halah, lu bego. Harusnya gue
yang tanya ngapain lu masih disini sedangkan laki lu bentar lagi pergi? Udah
kita tukeran tempat. Gak usah muna terlalu lama, hati lu udah jerit-jerit mau
cabut secepat mungkin kan dan nemuin dia? Heran gue masih gak kapok aja lu jadi
orang munafik.” Ucapan Krisna membuat dadaku semakin tertusuk. Tapi aku
mengangguk mantab.
Dengan cepat kami bertukar
pakaian, Krisna memelukku, menepuk pundakku, “Good luck bro...” aku hanya
mengangguk semangat.
Aku berlari kencang menerobos
bank, berlarian di trotoar kemudian celingukan mencari taxi hingga aku
lambaikan tangan dan dapatkan taxi itu, “Pak kecepatan penuh, Bandara KKK.”
Ucapku tergesa-gesa.
Aku melirik jam tangan yang
menunjukkan pukul 10:45 astaga, tidak mungkin tersusul rasanya. Kakiku terus
bergerak tanpa bisa diam, taxi ayolah lebih cepat lagi!!!
Rasanya aku ingin mengutuk diri
sendiri yang begitu bodoh mengulur waktu selama ini. Saking gemasnya, aku nekat
berdesak di sela kursi untuk maju ke depan, aku geser kasar sopir itu, “Biar
aku yang nyetir pak! Lama sekali!!” ucapku ketus.
“Eh eh jangan, gak boleh
begitu!!” namun aku hanya mengabaikan ucapan panik supir itu. Aku mulai
menyetir dengan brutalnya, bergelak-gelok menikung kendaraan yang ada di depan.
Supirnya sampai memeluk kursi dengan erat sambil berdzikir.
Jam 11:05 baru sampai ke
bandara, aku lemparkan uang seratus ribu ke supirnya yang masih shock lalu aku
berlari kencang. Sialnya aku tidak tau sama sekali keberadaan Fariz disaat
HP-ku tertinggal di atas meja teller!!! Sialan memang!
Capek berlari memutuskanku duduk
di kursi random di bandara, aku menutup wajah dengan telapak tangan, rasanya
aku ingin menangis histeris tapi aku tahan. Ini keramaian, cukup hatiku yang
menangis.
Mendadak wangi maskulin yang
khas memenuhi indra penciumanku, aku kenal aroma ini! saat membuka mata aku
melihat Fariz ada di sampingku, “Aaaaaargghh bodoh!!” teriakku sambil
memeluknya bringas.
“Aduh aduh sesek!!” teriaknya.
“Eh ini kaya di film film kan lu
gak jadi pergi! Lu Cuma mainin gue kan? Ya kan? Demen lu liat gue galau!”
ocehku sambil menangis dalam tawa.
Fariz menggaruk belakang
kepalanya, “Gak juga sih, aku tetap pergi...” aku langsung lesu, “Tapi
pesawatnya delay sampai jam satu. Kita masih punya waktu..”
Walaupun wajahku murung, aku
tetap memeluknya, merasakan kehangatannya untuk terakhir kali. Dia melepas
jaketnya yang wangi itu, “Kalau kangen, peluk jaket ini dan pejamkan mata.
Anggap aja aku selalu ada di dekatmu, dan setia menghiasi indra pendengaranmu
melalui via telepon.”
Aku hanya mengangguk sedih, aku
tidak bisa menyembunyikan expresiku lagi kali ini. “Hei ayo lah... jangan
memberikan kesan terakhir yang pahit begini. Berikan lah sesuatu yang manis...
eniwei toilet tadi aku lihat sepi.”
Aku menjitaknya, “Bodoh!”
“Chiee langsung ngerti maksudku.
Pengalaman mesum ya?” ejeknya.
Wajahku memerah, sialan, disaat
genting begini sempat-sempatnya dia mengajak ‘duel’
END FLASHBACK
Aku duduk di bawah pohon cemara
balai kota ini, memeluk lutut sambil menatap langit yang kekuningan. Suasana
yang mengingatkanku akan hubungan kami berawal, dia mendapatkanku disaat
seperti ini. sudah setahun, tidak terasa aku mampu bertahan selama setahun
dengan hubungan jarak jauh, tetap setia, tetap berharap.
Seperti janji kami dulu, sebosan
apapun kami tidak akan pernah berubah. Manisnya hubungan kami tidak pernah
berkurang sepersen pun, Fariz konsisten akan janjinya. Dia tetap pemuda cool
yang kadang konyol, kadang manja, kadang membuat horny walau disayangkan tidak
lagi bisa aku rasakan hangatnya ‘perkakasnya’.
Aku mendadak terkekeh mengingat
kado ulang tahun yang dia kirimkan, sebuah dildo yang berukuran sama dengan
miliknya. Sialan, dia pikir aku butuh benda seperti itu hah? Aku butuh
miliknya! Yang asli... yaah walaupun aku pakai juga bersama Fantasi liatku.
Mendadak teleponku berbunyi, ah
Fariz! “Riz... ini aku lagi di balai kota... bikin makin kangen tau gak,
bego..”
Suara tampan disana tertawa,
“Hahaha aku tau kok aku ngangenin... hei coba liat langit!”
“Kenapa dengan langit Riz?
Mendadak kamu terbang dari Jerman kesini kah?”
Lagi-lagi dia terkekeh, “Gak
lah, aku Cuma mau bilang, walau kamu jauh disana, kita memandang langit yang
sama.”
“Lebay! Ahaha... tapi manis juga
Riz... kaya lagu.”
Fariz bergumam, “Hmm ya, kamu
tau lagunya? Nih aku mau nyanyiin..
Dering telfonku membuatku
tersenyum di pagi hari
Kau bercerita semalam kita
bertemu dalam mimpi
Entah mengapa aku merasakan
hadirmu disini.
Tawa candamu menghibur saatku
sendiri..
Aku disini dan kau disana, hanya
berjumpa via suara..
Namun ku selalu menunggu saat
kita akan berjumpa.
Meski kau kini jauh disana..
Kita memandang langit yang
sama...
Jauh di mata namun, dekat di
hati..”
(Ran- Dekat di hati)
Secara perlahan ku mendengar
suara itu dekat, bukan... bukan sekedar telepon, namun benar-benar ada. Gilanya
saat aku menoleh dia benar-benar ada, “Aaaarghhh Gila Fariz! Kapan kamu pulang!
Kenapa gak bilang!”
Dengan mata terpejam dan wajah
menghayati dia kembali mengalunkan suara merdunya, “Jauh di mata namun, dekat
dimaki~~”
Aku terbahak, “Iya! Kamu kampret
sih...” makiku.
Dia langsung menyambar bibirku
dengan kecupan basah, “Super kangen!!”
“Aku mega giga kangen!”
Fariz menjewerku, “Lebay
ahaha... Gimana seneng kejutannya?”
“Banget! Gila somplak kamu!”
Dia mengecup tanganku, “Gak Cuma
itu, masih ada kejutan berikutnya. Yaitu... aku sudah lulus kuliah, bulan depan
aku wisuda..”
Aku menjitak Fariz dengan gemas,
“Gila! Kamu gila! Bagaimana bisa hah?”
Fariz memasang wajah sombong
dengan hidung mekar-mekar, “Bisa lah... Fariz gitu loh... well, aku belajar
keras demi kita. Aku benar-benar berjuang mengerjakan skripshit ini, agar aku
bisa bekerja disini, agar kita bisa terus bersama.”
“Aku bangga kamu bisa segigih
itu Riz, ternyata the power of love bisa membuat semangat juga ahaha...”
“Wait, masih ada kejutan
lain...” Fariz berlutut di depanku, mengeluarkan sekotak cincin, “Happy
valentine and would you be mine forever?”
Aku menaikkan satu alis, “Maksud
lo?”
“Nikah lah bego... kita kan udah
keseringan kawin, nikahnya kapan...” ucap Fariz sewot.
Aku terbahak, “Serius?”
Wajah Fariz mulai suntuk dan
menutup kotak cincinnya, “Oh jadi gak mau nih...” dia berlagak ingin pergi.
Dengan cepat aku memeluknya dari
belakang, “Hanya orang bodoh yang mampu menolak lamaran pangeran berkuda
putih...”
Kami mulai berdiri berhadapan,
dia mengusap keningku lembut dan memberi kecupan disana. Nyaman sekali, rasanya
tidak ingin aku lepaskan lagi. Apapun rintangan sudah siap mental aku terjang.
TAMAT
Kamfreeet~~ gak nyangka mampu
tamatin cerpen *?* ini. padahal aku ngetiknya dari awal februari loh!! Atau
malah januiari. Kebiasaanku tuh kalau udah nunggak cerita gak bakal pernah lagi
aku sentuh! Tuh ada belasan cerita gak tamat yang aku geletakkan tak berdaya.
Tapi aku nyoba rubah kebiasaan,
ini aku cicil ngetiknya tiap minggu. Ternyata sedikit demi sedikit mampu juga
aku tamatkan. Kira2 maksa gak ya?
Boleh lah...sy suka cerita2x....kapan lagi nulisx bro ?? Aku tunggu yah...
ReplyDelete