Saturday, February 13, 2016

Valentine si Dua Wajah (PART 1)






Valentine si Dua Wajah (PART 1)



By:yanz



Enjoy it~~


NP: diilhami dari kisah nyata, valentineku tahun lalu.

-Krisma POV-

Aku melirik bangunan Balai Kota yang sudah banyak direnovasi, tanaman yang juga semakin beragam, banyak yang berubah di tempat penuh kenangan ini. kecuali satu hal, hiasan yang berbentuk hati yang di puncak cemara, yang menjadi saksi buta akan hatiku masih tertinggal.

FLASHBACK

“Yang merasa namanya Krisma Aditya tolong maju!” teriak panitia.

Aku mulai menuruni tangga yang sebelumnya menjadi tempat dudukku, aku sedang berada di Balai kota, tempat dimana komunitasku mengadakan gathering. Kami hanya berada di teras, lebih tepatnya duduk di deretan anak tangga yang begitu banyak sehingga mampu menampung kami peserta gath yang lebih seratus orang.

Tema Gath ini tentu saja valentine karena beberapa hari lalu bertepatan dengan hari valentine. Awalnya aku tidak terlalu memperdulikan valentine karena aku jomblo, tapi setelah tau games dalam gath kali ini adalah tukar kado aku cukup semangat. Para peserta dipanggil satu persatu untuk menyerahkan kado.

Kado akan diberikan pada dua pilihan, pilihan didapat dari dua kertas yang dikocok seperti arisan. Pilihannya adalah memberikan kado pada yang kita suka atau yang tidak kita suka. Saat kertas arisan jatuh di telapak tanganku, panitia segera membaca, “Berikan hadiah valentinemu pada orang yang kamu suka...”

Aku tertunduk sambil meremas kotak coklat yang aku pegang, di sisi lain banyak mata yang berbinar harap-harap cemas di tempat duduk mereka. Aku melirik ke arah kanan, dimana Krisna kembaranku yang juga panitia asik bercengkrama akrab dengan teman panitia lain, tertawa lebar sambil memamerkan gingsulnya. Manis sekali. Kami kembar yang lumayan identik, hanya berbeda dari senyuman. Dia memiliki gingsul sedangkan gigiku normal namun aku memiliki lesung pipi dan dia tidak. Aku sangat mencintai Krisna, bisa dibilang aku Twincest dengan kembaranku itu. (Twincest= cinta sedarah yang dialami pasangan kembar)

Ah Krisna sangat menyebalkan, kenapa disaat aku ingin menyerahkan coklat sekaligus mengungkapkan rasa sayangku, dia justru bersikap tak perduli, bahkan dia tidak menatapku padahal posisiku sangat dekat dengannya sekarang.

“Krisma lama sekali mikirnya. Yaudah next biar gak buang waktu selagi Krisma mikir...” ucap panitia sambil melirik list absensi, “Yogi Pranata...”

Pemuda mungil dan imut yang duduk di paling depan itu langsung berjingkrak semangat, tapi saat di depan umum dia juga kebingungan ingin memberikan kado pada siapa hingga dipanggil peserta lainnya, Yogi berbisik denganku, “Kita tukeran kado dong.. aku mau nih kado dari kamu...” ucapnya sok akrab.

Aku tersenyum kecut, hanya diam dan menarik tangan orang random yang duduk di depanku, “Buat kamu...” ucapku dengan senyum manis. Yogi terlihat kecewa, sedangkan cowok tinggi dan berwajah cool yang aku tarik tadi mengerjab-kerjabkan matanya kebingungan. Aku hanya asal saja, agar terhindar dari fans sok akrab seperti Yogi, lagian cowok yang aku tarik tadi terlihat normal dan tidak akan tertarik denganku.

Tanpa bicara apapun aku langsung kembali duduk. Wajahku cukup kusut, harusnya aku berikan kado tadi kepada Krisna, aku sudah pikirkan semua ini matang-matang, aku bahkan sudah latihan di depan cermin tapi kenapa aku terlalu kaku, bibirku beku dan aku kalah dengan rasa takutku. Aku pengecut.

Gath berlangsung cukup suram, hingga akhirnya ada banyak orang yang memanggilku bahkan menyenggolku, “Kris oi Kris!”

Aku yang tersadar dari lamunan langsung kelabakan, “Eh eh ada apa?”

“Tuh ada yang mau kasih coklat ke kamu... buruan sana ke depan...” ucap Asni, cewek yang duduk di sampingku.

Dengan senyum palsu aku pun maju, terlihat cewek tambun dengan style culun tertunduk sambil senyum malu-malu, “I-ini untuk senpai...” ucapnya gugup.

Dasar gadis gendut bodoh, dia pikir aku terkesan hah dengan keramahannya? Tapi aku tetap tersenyum lembut, “Astaga, coklat pertama yang aku dapat. Thanks ya.. umm Riska... kamu lucu.” Ucapku ramah sambil mencubit pipinya. Riska langsung menutup wajahnya yang merah dan berjingkrak-jingkrak heboh. Waduh, bisa gempa bumi nih.

Bukan Cuma Riska, namun cukup banyak coklat yang aku dapat hari itu, sampai aku harus meminta kresek untuk membawanya pulang. Di depan semua orang aku bertingkah sangat senang, tapi di rumah, langsung aku buang coklat itu tanpa aku buka.

Dasar orang-orang bodoh, mereka mau membunuhku rupanya dengan coklat sebanyak itu, aku bisa diabetes di masa muda kalau begini.

Krisna menatapku dingin ketika dia memergokiku membuang coklat tadi, “Masih bertahan dengan kemunafikanmu ya... kalau kamu gak suka kenapa gak bilang aja ke mereka. Jangan bertingkah sok ramah untuk merauk banyak fans sedangkan di belakang kamu tidak menganggap mereka.”

“Kris... aku Cuma...” aku mencoba meraih tangannya.

Tapi dia menepis tanganku, “Udah lah... kamu emang ga pernah bisa berubah, suatu hari orang-orang akan tau betapa munafiknya kamu.”

“Paling gak aku bisa jaga hati mereka! Aku selalu berusaha memberikan kebaikan agar banyak yang senang.”

Krisna tersenyum sinis, “Lebih tepatnya topeng kebaikan, dimana topengmu tersenyum dan di baliknya memasang wajah iblis dan siap menerkam orang-orang sekitarmu.” Aku hanya terdiam sambil meremas tanganku dengan geram. Dia sudah tau aku yang asli, dan dia tidak akan pernah terkesan denganku.  

TBC

Garing ya... rasanya ada yang kurang gitu. And kejadian nyata yang aku alami di cerita ini adalah ketika orang yang mau kasih kado ada di dekat aku, tapi dengan bodohnya aku ngasih ke sembarang orang!
--

Valentine si Dua Wajah (PART 2)

By: Lian48

Enjoy it~~



Aku berjalan kaki melintasi trotowar untuk pergi ke tempat kerja, yah aku lebih suka berjalan kaki dari pada berkendara, selain mencari kesehatan aku ingin tebar pesona dan mencari lebih banyak fans dengan mengobral senyum termanis yang dihiasi lesung pipi. Lagi pula Bank tempat aku bekerja tidak terlalu jauh, hanya beberapa ratus meter dari rumah.

Aku reflek melompat ke belakang saat merasakan ada guyuran air dari arah depan, shit... siapa orang gila yang membuang air jemuran ke arah trotowar? Aku mendongak dan aku terkejut ada seseorang yang melompat dari balkon lantai dua rumah itu, “Hei... lu yang waktu itu kasih gue coklat di gath komunitas jepang kan?”

Aku melirik cowok tinggi yang kulitnya kecoklatan namun aromanya sangat maskulin dan sejuk, “Maaf salah orang...” ucapku sopan namun berusaha menghindar.

Dia justru mengikutiku sekarang, memposisikan diri di depanku namun berjalan mundur agar dia tetap menatapku. Rasanya ingin aku memutar bola mata untuk menunjukkan ekspresi jengah, namun aku tetap melengkungkan bibir tipisku. “Gak, gak mungkin gue salah... gue hapal bau lu..” ucapnya sambil mengendus leherku.

Okay, aku mulai risih sekarang. Langsung aku tatap dia dengan wajah datar, “Bisa tinggalkan aku? Aku ingin pergi kerja sekarang...”

Dia tertawa memamerkan barisan gigi rapinya. Dia angkat kedua lengannya di belakang kepala membuat bicep sexy-nya terekspose, “Yaelah formal banget lu... umm kita belum kenalan, gue gak nyangka gath pertama bisa ditaksir cowok manis kaya lu. Gue Fariz...”

Cowok otak udang yang terlalu percaya diri, “Sorry, aku top dan aku tidak tertarik dengan cowok maskulin.” Ucapku to the point dengan nada tajam karena radarku bisa merasakan identitasnya sekarang, bagaimana caranya menatapku nakal cukup meyakinkanku bahwa dia type gay yang manly.

Fariz tertawa sambil memegang perutnya, “Lu top? Gue gak salah liat? Tinggi lu standar buat cowok Indonesia, paling sekitar 170-an, langsing, putih dan senyum yang cute.”

“Wah pujian di pagi hari, aku jadi kenyang sampe eneg. Udah ya, apa yang salah dengan top cute? Bukankah sedang trend? Yang terpenting jiwanya dan kekuatannya...”

Fariz menatapku semakin nakal, “Waw kekuatannya? Kekuatan apa nih kalau boleh tau? Atau boleh gue coba?” tanyanya sambil merangkul pinggangku.

Aku mempercepat langkah hingga sampai di depan Bank, seorang satpam membukakan pintu sambil menyapa, aku balas sapaannya. Namun Fariz terpaksa mundur karena dia tidak memiliki keperluan.

Penampilan menarikku sukses membawaku menjadi teller Bank, melayani berbagai orang berbeda setiap harinya, ada yang sabar, ada yang ramah, kurang ajar atau bahkan mencoba pdkt. Diincar pria dan wanita, karena bukan lagi rahasia jika aku seorang gay.

Aku sudah biasa menghadapi nasabah yang centil dan menggoda dengan cara mengganti topik pembicaraan agar aku tidak perlu berkata kasar ataupun mengeluarkan sisi iblisku. Namun yang satu ini cukup membuatku frustasi, Fariz mulai masuk ke dalam lingkungan kerjaku, berkedok sebagai nasabah yang menyetor uang setiap hari, namun dia tarik lagi uangnya dari ATM, dia setor lagi, tarik lagi dan setor lagi terus berulang-ulang setiap hari disertai percakapan sok akrab darinya. Tujuannya hanya satu, agar bisa dilayani teller tampan sepertiku.

Aku frustasi melihat saldo rekeningnya yang tidak bertambah dan ingin memakinya, “Ngapain sih lu disini? Berisik bangke! Lu Cuma nambah-nambahin kerjaan gue yang udah ribet.” Tapi tidak mungkin kan seorang karyawan bank berattitude seburuk itu. Aku sudah terlatih kok menjadi munafik, meskipun jiwa iblis ini sudah meraung-raung ingin keluar.

Fariz meletakkan dagunya  di atas meja, dia berakting lugu sekarang untuk mendapatkan perhatianku, “Mohon tanda tulis nama dan tanda tangan disini ya, Pak..” pintaku tersenyum sambil menyodorkan kertas ke atas meja.

Fariz menangkap tanganku, saat dia mengendus tanganku, aku merinding, “Parfum lu hari ini beda ya. Jauh lebih lembut...” pujinya sambil tersenyum nakal.

Wajahku sempat kesal beberapa detik, namun aku kembali mengatur nafas dan memasang senyum lembutku, “Silakan ditulis kertasnya pak, antrian lain sedang menunggu.”

Fariz mengusap dagunya, “Wait... gue baru sadar di atas bibir lu ada tai lalat kecil, bikin bibir lu tambah manis.” Entah kenapa ucapannya kali ini membuat wajahku memerah.

Dengan cepat aku menyodorkan pulpen, “Pulpennya boleh anda gunakan...” dia kembali menangkap tanganku, bahkan dengan beraninya mengecup jariku, rasanya selangkanganku berdenyut seketika. Aku panik, “SATPAM!” teriakku kesal.

Fariz langsung mengangkat tangan, “Ow ow... sabar bung, segera gue selesaikan...”

Aku memijat kepalaku, “Dandy, gantikan aku ya. Aku lagi gak enak badan...” ucapku lemas pada partnerku dan mundur dari standku.

Fariz ternyata tidak mudah menyerah, dia selalu setia menunggu aku pulang. Entah memberikanku bunga, snack, coklat ataupun mengajak makan malam. Aku tidak pernah menolak karena sudah jadi ciri khasku melayani siapa saja meskipun hatiku tidak suka.

Seperti sekarang aku minta diajak ke restoran seafood yang mahal agar dia kapok menggodaku, biar dompet busuknya kempes! Tau rasa kan dia nanti. Tapi wajah Fariz tetap tenang, kakinya justru nakal meraba betisku sekarang, lagi-lagi aku merinding dan menjauhkan kaki, “Lu kalau jutek bikin gue makin gemes ya. Makin  Ganteng lu kalau jutek ahaha..” godanya.

Aku tersenyum angkuh, “Semua orang juga tau aku ganteng...”

“Gue dapat banyak info dari orang sekitar, katanya lu itu orangnya super ramah bin sopan, terus mempesona, tapi kok lu jutek sama gue?”

Aku memasang wajah malas, “Karena kamu terlalu menganggu.”

Kini kaki nakalnya merayap di sela pahaku, “Tapi walau aku mengganggu,  aku bisa memberi kenikmatan di atas kasur.” Tawarnya.

Salah satu keningku terangkat, “Kamu mau menggoyang kasur denganku? Apa yang berani kamu kasih...” ucapku menantang tanpa jaim.

“Apapun.” Ucapnya pede.

Aku mengeluarkan bola hiasan natal berbentuk hati, “Walaupun kamu aku suruh panjat pohon cemara tertinggi di balkot untuk sangkutkan aksesoris berbentuk hati ini di puncak pohon?” aku menyodorkan aksesoris itu.

Fariz mengangkat bahunya dan memasang wajah meremehkan, “Siapa takut.”

Yaah padahal awalnya tantanganku hanya ancaman, hanya main-main tapi dasar Fariz pemuda bodoh otak udang yang tidak pernah menyerah. Di sore yang kekuningan dia nekat memanjat pohon cemara yang dahannya sangat rapuh, tapi dia cekatan menempelkan tubuhnya di batang pohon, kaki dan tangannya kuat sekali, tidak heran dia memiliki tubuh yang indah. Hebatnya dia mampu selesaikan misi kurang dari lima menit. Aku kalah telak.

Dia melompat ke bawah, mengusap pipiku, “Bagaimana, siap menerima cintaku?”

Aku menyipitkan mata, “Tidak perlu munafik membawa embel-embel cinta kalau menginginkan tubuhku saja. Kamu akan dapatkan malam ini, karena pria sejati tidak akan ingkar janji.”

Fariz menatapku dingin, dia mendekat dan menunduk untuk menempelkan hidung tegasnya pada pipiku, “Apa aku terlihat seperti cowok bejad yang hanya menginginkan cinta satu malam?”

Aku mengangkat bahu, “Maybe... Kau terlihat berbakat memikat hati, pasti berpengalaman memainkan perasaan. Gapapa, jujur saja kalau Cuma ingin one night stand.”

Fariz tertawa, “Berbakat memikat hati? Berarti kamu sudah terpikat ya...” mukaku memerah saat dia berbisik dan nafasnya menghembus di tengkukku. “Aku menginginkan tubuhmu, tapi juga cintamu untuk selamanya. Boleh kah?”

“Bullshit...” desisku.

“Kayanya kamu sudah sering patah hati ya makanya mati rasa separah ini. aku bakal buktiin, jika masih ada cinta di zaman ini.”

Aku hanya mengangkat bahu. Sebenarnya aku belum pernah berpacaran, padahal banyak yang menginginkanku. Aku selektif, sejauh ini hanya Krisna yang mampu membayang-bayangi hidupku. Tapi walau tidak berpengalaman aku banyak dengarkan curhatan orang-orang, banyak membaca dan menonton sehingga aku cukup tau kehidupan ini meski tidak aku alami. Aku cukup tau bagaimana lika-likunya sebuah relationship.

Tapi meski jomblo, aku sering tidur dengan para fansku, terutama yang berfisik manis. Hanya memakai tubuh mereka ketika butuh, aku brengsek ya? Haha.. Aku ingin membuat semuanya simple, dengan tetap bersenang-senang tanpa harus melibatkan diri akan rumitnya relationship.

Namun Kini Fariz ada di atas tubuhku tanpa pakaian,kami hanya ditutupi selimut. Dia mengecup bahuku dengan lembut, menatapku penuh cinta dan secara mendadak menyambar bibirku. Cukup membuatku gugup, setelah serangan ganas bertubi-tubi dia kembali mencumbuku lembut, meraba perutku, menghisap leherku. Lama sekali pemanasan yang dia lakukan kadang membuatku gemas menyerangnya, tapi dia menahanku, aku benar-benar mabuk malam ini, dia mampu menaik-turunkan emosiku, “Aaaaargghh damnn eemmhh... cukup basa-basinya, aku sudah aaah... selesaikan ini dengan cepat brengsek!” bentakku disela erangan.

“Little devil, kamu jadi kelihatan makin sexy kalau horny begini ahaha...’’ masih saja dia menggodaku. Tubuhku benar-benar sudah mandi keringat sekarang, aku cukup mengejang shock saat dia melumat ujung penisku yang sudah memerah, “Sudah siap santapan utama rupanya?’’

Aku menggerang, “Aaaaahhh sudah dari tadi bodoh aaah.... sialan, lihat saja Fariz aku bakal hukum kamu!” aku mulai bangkit, mendorong badannya namun badannya sangat kokoh tidak bisa aku gerakan sama sekali, dia justru tersenyum nakal, dalam sekejab dia menguasai tubuhku, aku menggerang hebat saat dengan brutal dia menyetubuhiku.

Keperkasaannya benar-benar membuatku tumbang, aku nyaris pingsan rasanya merasakan ngilu pinggangku yang dihantam sangat ganas dan lubangku memanas namun sukses membuatku klimaks dua kali, padahal dia belum klimaks. Aku sangat lega akhirnya dia keluar juga, “Aaaaargghhh aaahhh my sexy boy euuuummhhhh..” dia justru mengguncangku lebih hebat meski cairan hangatnya sudah membasahiku, aku Cuma bisa meraung sambil meremas dan menggigit sprei.

“Gilaaa aaaaarggghhh... Fariz stoppp aaaaakhhh...” tusukannya yang menyentuh titik prostatku sukses membuatku klimaks untuk yang ketiga kalinya.

Kali ini kami tumbang bersamaan, aku terengah-engah dengan bibir terbuka. Dia tertawa lucu, dikecupnya bibirku singkat, “Kapok! Aku gak bisa imbangin kamu...” ucapku merajuk.

Dengan lembut Fariz menarik pinggangku merapat tubuhnya yang hangat, dia tertawa mengejek, “Bodoh amat, yang pasti reaksimu benar-benar membuatku horny. Kamu yang aku cari.”

Aku mendorong dadanya, “Bullshit...” jawabku ketus untuk kesekian kalinya.

Tapi dengan tenang dia masih mendekapku, saat menatap wajahnya yang teduh mendadak dadaku berdebar, mukaku merah seketika. Entah perasaan apa ini, aku belum pernah merasakan ini pada teman tidurku sebelumnya. Fariz juga mengusap kepalaku dengan lembut, aku benar-benar hanyut hingga saking gemasnya aku menggigit lehernya, “Aw kok main serang? Kode buat ronde kedua nih? Haha..” guraunya.

Aku langsung menghantam wajahnya dengan bantal, “Gila! Ini aja sudah bikin pinggangku mau copot dan lubangku sobek! Kamu harus tanggung jawab kalau aku gak bisa kerja satu minggu!” rutukku kesal.

“Aku siap jadi pelayanmu kapanpun kau mau, my lord.” Ucapnya dengan senyum sexy. Sial dadaku semakin ingin meledak.

Aku meremas bahu kokohnya hingga kukuku menancap cukup dalam, “Riz, rasa manis ini Cuma awal kan?”

Fariz menaikkan satu alisnya, “Kamu kenapa lagi?”

Aku menatapnya dengan tatapan datar, “Aku sering dengar cerita orang. Semua orang selalu manis di awal, ketika pdkt selalu sms selamat pagi jam lima atau enam pagi, namun setelah pacaran mundur jam 7 pagi, semakin lama jam 9, lalu jam 1 siang bahkan parahnya dua hari tidak memberi kabar. Perlahan perhatiannya berkurang. Masalah klasik yang sering dialami setiap hubungan yaitu perubahan.”

“Itu normal, namanya bosan. Sama seperti kamu lagi ngebet sama sebuah gadjet yang ada di toko, rasanya gila hingga terbawa mimpi, saat kamu berhasil memilikinya kamu bakal seneng banget, megangnya aja hati-hati, selalu diperlakukan special, tapi perlahan kamu lempar ke kasur juga santai, kamu mulai merasa biasa aja sama hpmu, rasa antusias kaya sebelum beli udah hilang.” Ucapnya panjang lebar.

“Lalu?” tanyaku sambil mengerutkan kening.

“Bosan bukan berarti gak cinta. Ketika hp itu rusak atau hilang kamu bakal frustasi dan baru sadar betapa berharganya hp itu. Coba perumpamaan itu disejajarkan dengan orang pacaran. Yang perlu kita lakukan Cuma bersyukur, selalu konsisten bersikap menyenangkan sebagai bentuk syukur.” Ucapan Fariz cukup sukses membuatku ternganga, aku langsung memeluknya gemas, entah kenapa aku terisak. Apa aku menangis bahagia atau terharu? Entah lah, aku tidak bisa menghentikan isakanku.

“Eh kenapa nih? Aku salah ngomong ya?” tanyanyaa panik sambil menciumi wajahku.

Aku menggeleng sambil tersenyum, “Gak, Riz. Aku Cuma bahagia akhirnya punya kamu. Janji jangan pernah berubah walau suatu hari kita bosan satu sama lain.”

Fariz mengecup tangan dan bibirku secara bergantian, “Aku akan berusaha semaksimal mungkin. Aku akan selalu ada buatmu dalam kondisi apapun.”

--
Valentine si Dua Wajah (PART 3)

By: Lian48

Enjoy it~~


Dengan tingkah konyol Fariz melemparkan snack kemudian menangkap dengan mulutnya layaknya lumba-lumba. Cowok yang memiliki kesan pertama yang cool ini ternyata bodoh juga tingkahnya, kadang manja, kadang kekanakan, dan kadang cool membuatku penasaran. Aku menikmatinya karena tidak membosankan walaupun hari ini aku dibuat kesal, “Mau snack? Aaaa...” dia mencoba menyuapiku tapi aku membuang muka.

Aku kesal, karena di hari ulang tahunku jangankan memberi kado, sekedar ucapan saja tidak dia berikan, jangan-jangan dia tidak mengetahui apapun tentangku? Dasar cowok bodoh! “Eh pocky nih? Main pocky games yuk?” pintanya sambil meletakkan pocky di bibirnya, dia menarik daguku agar aku menyambut sisi lain dari batangan coklat itu.

Namun lagi-lagi aku membuang muka, dia mencoba berjalan menghadapiku, menatapku dengan mata sexy-nya, “Kenapa kok ngambek? Bilang dong ada apa.”

Aku hanya diam dengan mendengus kesal, dia mulai menyumpal mulutku dengan pocky, lalu wajahnya mendekat untuk menggigit ujung pocky yang lain, semakin mendekat hingga wajahku memerah namun aku kembali membuang muka hingga pocky-nya patah. Aku pikir games berakhir, tapi gagal menciumku membuat Fariz bringas mendorongku di sofa dan melumat bibirku, sekujur tubuhku merinding hingga selangkanganku berdenyut kuat, aku memukul-mukul dadanya mencoba lepas namun terlambat, pintu terdobrak.

“SURPRISE!!!” teriak banyak orang yang menerjang pintu kamarku dan menyaksikan adegan panasku bersama Fariz.

Kriik... krikk..

Awalnya suasana hening karena canggung, namun ada yang memulai, “Heeei yooo yang ulang tahun bengong aja! Tiup lilinnya dong!” teriak Yogi menyeretku ke depan kue-kue yang cukup banyak, untungnya kamarku cukup luas sehingga mampu menampung segitu banyak fansku yang kompak memberi kejutan.

Lautan manusia membuat sosok Fariz tenggelam entah kemana, hanya dia yang aku butuhkan di hari specialku, sedangkan mereka semua sampah tidak penting. Aku sama sekali tidak terkesan dengan usaha mereka.

Mendadak kamarku langsung berubah jadi pesta perayaan mewah, ada yang membawa ketering, cemilan, musik, lightning bahkan games tapi disini aku hanya linglung mencari sosok Fariz.

Aku tersenyum lega menemukannya di pojokan, tersenyum lembut sambil melambai, dia seolah mengasingkan diri dari lingkunganku. Aku ingin segera mendatanginya tapi ucapan selamat selalu berdatangan dan salaman ini menghambat gerakanku. Dasar manusia-manusia keparat tidak penting!

Terdengar suara soundsistem yang memekikkan telinga, “Yogi bbm lu terus, capek gue balasnya.” Terdengar suara Krisna dari salon keras itu.

“Gak penting, Cuma spamer... Lisa juga kasih kue brownis tiap hari. buat kamu aja, ada di kulkas. Aku gak suka makanan manis kaya sampah. Mereka semua memuakkan...” terdengar ucapanku yang tajam dan busuk dalam soundsistem itu. Aku panik, aku mencoba mencari asal suara itu dan menghentikannya secepat mungkin, tapi suara itu terus mengoceh. Siapa orang yang merekam ucapanku kemudian mempublishnya disaat tidak tepat begini.

“Aku capek Dinda tiap hari peluk-peluk sampe dadanya nempel, dia pikir membanggakan dada palsu kaya gitu doang...” wajah Dinda rekan kerjaku langsung menegang saat mendengar ucapanku dan banyak lagi perkataan busukku yang akhirnya terbongkar semua. Krisna, ini pasti ulahnya.

PLOOK

Kue tart besar sukses mendarat di wajahku, “Gitu ya kamu ternyata, busuk aslinya kamu. Aku kecewa kalau Krisma yang aku idamkan selama ini palsu dan gak pernah ada.”

Dengan cepat Fariz berlari memelukku, “Mohon tenang semuanya!” tegas Fariz memberikan aba-aba sedangkan aku hanya ketakutan meremas kaosnya.

“Halah munafik! Gak usah kamu lindungin orang kaya dia, paling kamu juga Cuma dia bohongin!” ucap Riska si gadis tambun. Mereka mencoba melempariku telur, makanan maupun minuman namun Fariz sampai jatuh terlungkup karena melindungiku, mereka semakin bingas hingga aku bisa rasakan cakaran maupun jambakan yang sukses mendapatiku, sisanya tubuh Fariz yang jadi korban injakan ataupun lemparan. Aku tidak habis pikir ada yang berani melemparkan kursi hingga Fariz terbatuk darah. Aku tidak bisa lagi menahan eranganku, “Tolong aaargghhh... Fariz kamu jangan bodoh, cepat lari, aku yang pantas dapatin ini semua!”

Sialnya Fariz hanya memberikan senyuman lembut , aku raba wajah tampannya yang memberikan senyuman damai. Aku sesegukan sambil menempelkan tubuh kami, aku sangat berharap ada yang bisa menolong kami. Aku akhirnya tersentak sekarang saat ada yang menarik kakiku bringas hingga aku terpisah dengan Fariz, ada yang mencoba melemparkan botol ke arahku namun sirine polisi membuat mereka semua panik.

“Itu mereka pak..” ucap Krisna sambil menunjuk pada peserta yang mengeroyokku itu, sebagian banyak yang sempat lari, hanya beberapa yang tertangkap. Krisna kini menatapku dengan tatapan yang tidak bisa aku mengerti.

--

Aku dan Krisna duduk terdiam di ruang tunggu sebuah rumah sakit. Walau terlihat tenang, Air mataku tidak bisa berhenti mengalir semenjak aku melihat Fariz tergeletak kesakitan.

BRUUK!

Krisna langsung tersungkur akan tinjuan kerasku, “Aku benci kamu! Kalau sampai Fariz kenapa-kenapa, aku gak akan pernah anggap kamu lagi.”

Bahu Krisna bergetar, dia tertunduk namun aku bisa lihat tetesan air di lantai, dia menangis. “Aku gak nyangka bakal seekstrim itu reaksi mereka.” Elak Krisna.

Aku menatap angkuh, “Lalu kalau pun mereka ga seekstrim tadi kamu bakal seneng aku dibenci semua orang!” bentakku lagi.

“Iya! Aku bakal seneng, aku iri... aku Iri Krisma! Aku benci kamu bisa dekat sama semua orang tapi denganku sodaramu sendiri kau acuhkan!”

Aku menatap dengan mata membulat, “Aku gak ngerti...”

“Aku kehilangan kamu yang dulu semenjak lulus SD. Kamu jadi dingin, kaku, parahnya selalu melontarkan keluh kesah atau kebencianmu terhadap orang-orang di luar sana. Aku gak kenal kamu. Tapi disisi lain kamu terus tebar pesona, gak ngehargai orang yang di dekat kamu...”

Aku menggigit bibirku, benar memang selama ini aku memendam perasaan terhadap Krisna tapi hal itu membuatku justru memiliki jarak dengannya karena rasa gengsiku yang terlalu besar, bahkan aku tidak pernah bisa mengakui perasaanku. “Aku gak niat nyakitin kamu Krisma, aku Cuma mau kasih pelajaran tapi... tapi semuanya diluar kendali! Diluar perhitunganku!’’ Krisna sampai meninju keramik dengan kesal, bisa aku lihat bercak merah disana.

Perasaanku masih kacau, tapi dengan tarikan nafas aku mencoba tenang. Aku mencoba mendekati Krisna, mendekapnya secara perlahan, “Maaf kalau aku berubah menjadi buruk... bisa kita bangun dari awal persodaraan kita?”

Krisna menatapku, “Kamu gak bohong kan? Kamu gak pakai topeng lagi kan...”

Aku melakukan gerakan seolah membuka topeng dan menunjukkan wajah sangarku, “Baiklah sebenarnya kamu ngeselin, rese, kekanakan, jutek, minta jitakin ampe sekarat. Tapi bagaimana juga you are my bro, we are twins... aku tetep sayang kamu kok cuiiih cuiih kok najis banget ya nyebutnya..”

Krisna langsung tertawa sambil mendorong kepalaku, “Bilang sayang aja gengsi, dasar iblis...”

Aku menggelitikinya, “Eh eh iblis gini juga kamu cinta kan! Huuu!”

Krisna mencoba menepis tanganku yang menggelitikinya, sekarang dia memelukku, “Kangen bangettt.” Aku hanya tersenyum tipis sambil mengusap kepalanya. Lama dia tidak pernah semanja ini.

Mendadak ada seseorang yang penuh perban mendatangi kami dan tersenyum ceria dan langsung memeluk kami, “Chieee baikan!” ejek Fariz.

“Modus modus!” Aku memukul tangan Fariz hingga dia meringis memegangi perbannya, “Eh sorry reflek! Habisnya kaya mau ngembat pasangan kembar aje..”

Fariz memasang pose mikir, “Kayanya punya dua cowok cute boleh juga...”

“Iya silakan aja Riz aku sunat kamu sampe habis!!!” ucapku tajam.

“Hahaha becanda sayaaang..” dia memeluk dan mengacak-acak rambutku.

Krisna tertawa, “Gak usah takut Krisma, aku straight kok... aku udah punya cewek...”

“Eh masa? Kapan-kapan kenalin dong!”

“Pasti... ada masanya nanti bro!”

Kami pun mulai bercanda akrab, aku sangat bersyukur cidera Fariz tidak terlalu parah.

--


Valentine si Dua Wajah (PART 4)

By: Lian48

Enjoy it~~

NP: diilhami dari kisah nyata, valentineku tahun lalu.

“Yaah jerawatku pecah, rusak nih reputasiku sebagai teller... ah!” rutukku di depan cermin.

“Yaelah olesin alkohol atau balsem biar adem...” jawab Fariz asal.

“Greget kamu Riz... aku punya Listerin doang disini...” ucapku dengan wajah datar.

Tapi Fariz justru terbahak, “Jerawatmu mau kumur-kumur ya cok!”

“Kampret kamu... bukannya cari solusi..”

Dia mendekat, merayap di pinggangku dengan mimik manja, “Sini abang cium dikit juga sembuh...”

Aku terkekeh, “Dasar genit! Modus!”

“Jelek betul jerawatmu di jidat jadi kaya India nehi nehi aca aca~ ahaha...” saat Fariz mengejek begitu aku melemparinya sepatu. Rese sekali ejekannya. “Tapi kamu tetap manis di mataku. Biarin aja kamu jelek jadi gak ada yang naksir, cukup aku yang naksir.” Fariz memelukku gemas. Aku menoleh ke belakang untuk mengecup bibirnya. Betapa pemuda ini menjadi candu untukku.

Perlahan-lahan Fariz meraba-raba perutku, membuatku menggeliat geli, “Emmmhh mancing nih?” tanyaku sewot.

“Sayang perutnya gede ya... jangan-jangan ada baby-nya!” ucapnya dengan wajah shock

Aku terbahak sambil mendorong wajahnya, “Hahaha ngaco kamu! Ini gara-gara kamu keseringan beliin jajanan gratis! Naik lima kilo kan aku..”

Dengan wajah bloonnya dia tetap meletakkan kupingnya di perutku, kemudian mengecup perutku dengan lembut, “Beneran ada baby-nya kok. Nih baby bilang ‘Papa papa aku kangen... ayo dong masuk sini kunjungi aku” ucapnya sambil meraba selangkanganku.

Aku langsung menjitaknya, “Hmm hmm modus aja terus..”

Fariz mulai menghempaskan tubuhnya di kasur, “Hehe namanya juga usaha. Sayang ayo sini, ada yang mau aku sampaikan.”

Aku langsung berbaring di samping Fariz, bergeliat manja sambil menempelkan hidungku pada pipinya. “Ada apa Riz? Mau bilang kamu mau lamar aku kah? Ahaha...” ucapku becanda.

Fariz tersenyum pahit, “Aku minta maaf, sebaiknya kamu siapin hati yang kuat dengar kabar ini.”

Aku meremas kaosnya, merasa ini bukan sesuatu yang baik akan disampaikan. “Apa?” aku hanya bertanya dengan nada dingin dan pandangan ketus.

“Ah sayang jangan begitu natapnya, ayolah senyum manisnya mana cheees!” dia menarik-narik pipiku namun kutepis kasar.

“Cukup basa-basinya, aku sangat kesal jika dibuat penasaran!!” bentakku.

“Aku bakal pulang ke Jerman, dalam waktu dekat.” Aku hanya terdiam. “Maaf gak jelasin ini dari awal. Aku disini sebenarnya Cuma liburan semester, aku masih kuliah di luar negri dua tahun lagi... jadi...” Fariz menggantungkan ucapannya seolah ingin melihat reaksiku dengan menatapku lekat.

Aku hanya diam dengan tatapan kosong, semua yang ingin aku ledakkan seolah terkunci di mulutku. “Sayang, kok Cuma diem?”

Aku meliriknya dengan wajah tenang, “Maumu apa? Aku melarangmu pergi? Kamu gak mungkin kan ninggalin kuliahmu demi stay. Ga ada yang perlu aku sampaikan.”

Fariz memelukku erat, “Sayang aku bakal kangen... kamu nginap ya sampai aku pergi nanti.”

Jadi dia mau aku merasa semakin sakit? Gila..  “Kapan balik? Hubungan kita gimana?”

Dia menggenggam tanganku erat dan mengecup jari-jariku dengan gemas, “Kita tetap jalan, sudah pasti itu mauku. Mungkin aku baru balik tahun depan karena libur semester depan aku harus nginap di rumah ibuku, kau tau kan orang tuaku berpisah jadi aku harus membagi waktu untuk mereka...”

Aku tertunduk, rasanya aku sudah tidak kuat, “Aku mual, aku mau ke toilet..”

Dengan wajah konyol nan shock dia mengusap perutku, “Baby kita rewel lagi ya?” cukup Fariz... astaga ini membuatku semakin sakit. Dengan kasar aku menepis tangannya, aku berlari ke toilet dan membanting pintu dengan keras.

Aku tumpahkan semua emosiku yang tadi tertahan, aku menangis histeris meskipun di luar berusaha terlihat tegar dan sama sekali tidak terluka. Fariz begoooo! Tega dia hadir dalam hidupku sesingkat ini, hanya satu bulan... astaga, bagaimana bisa aku segila ini... bagaimana bisa cintaku sedalam ini hanya dalam sebulan.

Aku terengah-engah dengan mulut terbuka, cairan di wajahku tumpah kemana-mana, kupukul lantai berkali-kali, aku benar-benar tidak menyangka. Kenapa aku bodoh menerima kehadirannya begitu saja tanpa tau latar belakangnya, bagaimana bisa dia disini... “Sayang, jangan menyimpannya sendirian. Bukankah lebih baik kita berpelukan dan menangis bersama untuk menikmati detik-detik terakhir kita?”

Aku mencoba tenang, kuguyur wajahku dengan air sebanyak mungkin, aku mengatur nafas dan emosiku sebisa mungkin. Bukankah aku terlahir sebagai orang yang memiliki dua wajah? Sebisa mungkin aku mengendalikan expresiku agar bertolak belakang dengan isi hatiku. Aku mulai membuka pintu dengan tatapan polos seolah tidak terjadi apa-apa, “Aku mau pulang, tadi Krisna titip bakso.”

“Nginap lah... yah yah? Dua hari lagi aku pulang...”

Deg...

Dadaku benar-benar sakit, saking sakitnya seolah semuanya ingin keluar dari rongga mulutku, tapi aku justru mengembangkan senyum sambil menepuk pipinya, “Persiapkan barang-barangmu dengan baik. Jangan sampai ada yang tertinggal.”

Fariz menatapku dengan mata sedih, menggenggam tanganku namun secara perlahan terlepas, aku berjalan seolah mengacuhkannya. “Hatiku pastinya akan tertinggal.”

-Dua hari Kemudian-

“Syahreza Irwan..” panggilku saat membaca nama dalam kwitansi. Muncul seorang pria brewokan dengan wajah sangar, namun sebagai teller profesional aku tetap memberikan senyuman ramah, “Tujuh ratus ribu rupiah ya, pak.” Ucapku lagi membaca uang yang harus dia berikan. Saat dia memberikan uangnya, aku mulai melakukan berbagai step dengan perangkatku.

Sesekali aku melirik jam yang menunjukkan jam sepuluh pagi, sebentar lagi Fariz akan pergi. Aku berkeringat dingin memikirkan ini semua. Semenjak aku pergi dari rumahnya aku tidak pernah lagi menemuinya, membalas smsnya ataupun mengangkat telfonnya, aku selalu menghilang entah kemana untuk menghindarinya. Aku berusaha melatih diri sedini mungkin untuk berpisah dengannya, aku berusaha beradaptasi dengan kesepian lagi.

Tapi sialnya HP-ku yang berbunyi bertubi-tubi ini cukup menyiksaku dan mengacaukan konsentrasiku.

-Krisma! Kamu kenapa gak mau ketemu aku? Ini kesempatan terakhir kita sayang!- dadaku lagi-lagi sesak membaca pesannya.

-Aku sudah di bandara KKK dan sejam lagi berangkat, gak ada kah kesempatan terakhir? Aku bener-bener kangen. Kamu tega bikin aku sakit sedalam ini?-

Brengsek, dasar bego! Dia yang sakiti aku, dia tau akan pergi tapi dengan sengaja dia masuk ke dalam kehidupanku, bodohnya perasaanku menerimanya dengan sangat pasrah! Dasar Fariz brengsek!!!

Aku matikan HP-ku, tapi dengan refleknya mataku selalu melirik jam. Bank baru istirahat jam dua belas, tidak akan terkejar. Sialan! Apa yang aku pikirkan? Menemuinya untuk terakhir kali? Tidak.. tidak selemah itu imanku goyah hanya karena cinta sang keparat ini. waktu mulai berjalan semakin jauh, aku tetap bekerja hingga jam sepuluh lewat tiga puluh menit, walaupun aku bekerja dalam lamunan.

PLAK

Pukulan seseorang mengenai kepalaku sukses membuatku tersadar dari lamunan, “Ayo ke toilet, tukeran baju.” Bisik seseorang yang wajahnya mirip denganku.

“Krisna ngapain disini?” tanyaku shock melihat kembaranku.

“Halah, lu bego. Harusnya gue yang tanya ngapain lu masih disini sedangkan laki lu bentar lagi pergi? Udah kita tukeran tempat. Gak usah muna terlalu lama, hati lu udah jerit-jerit mau cabut secepat mungkin kan dan nemuin dia? Heran gue masih gak kapok aja lu jadi orang munafik.” Ucapan Krisna membuat dadaku semakin tertusuk. Tapi aku mengangguk mantab.

Dengan cepat kami bertukar pakaian, Krisna memelukku, menepuk pundakku, “Good luck bro...” aku hanya mengangguk semangat.

Aku berlari kencang menerobos bank, berlarian di trotoar kemudian celingukan mencari taxi hingga aku lambaikan tangan dan dapatkan taxi itu, “Pak kecepatan penuh, Bandara KKK.” Ucapku tergesa-gesa.

Aku melirik jam tangan yang menunjukkan pukul 10:45 astaga, tidak mungkin tersusul rasanya. Kakiku terus bergerak tanpa bisa diam, taxi ayolah lebih cepat lagi!!!

Rasanya aku ingin mengutuk diri sendiri yang begitu bodoh mengulur waktu selama ini. Saking gemasnya, aku nekat berdesak di sela kursi untuk maju ke depan, aku geser kasar sopir itu, “Biar aku yang nyetir pak! Lama sekali!!” ucapku ketus.

“Eh eh jangan, gak boleh begitu!!” namun aku hanya mengabaikan ucapan panik supir itu. Aku mulai menyetir dengan brutalnya, bergelak-gelok menikung kendaraan yang ada di depan. Supirnya sampai memeluk kursi dengan erat sambil berdzikir.

Jam 11:05 baru sampai ke bandara, aku lemparkan uang seratus ribu ke supirnya yang masih shock lalu aku berlari kencang. Sialnya aku tidak tau sama sekali keberadaan Fariz disaat HP-ku tertinggal di atas meja teller!!! Sialan memang!

Capek berlari memutuskanku duduk di kursi random di bandara, aku menutup wajah dengan telapak tangan, rasanya aku ingin menangis histeris tapi aku tahan. Ini keramaian, cukup hatiku yang menangis.

Mendadak wangi maskulin yang khas memenuhi indra penciumanku, aku kenal aroma ini! saat membuka mata aku melihat Fariz ada di sampingku, “Aaaaaargghh bodoh!!” teriakku sambil memeluknya bringas.

“Aduh aduh sesek!!” teriaknya.

“Eh ini kaya di film film kan lu gak jadi pergi! Lu Cuma mainin gue kan? Ya kan? Demen lu liat gue galau!” ocehku sambil menangis dalam tawa.

Fariz menggaruk belakang kepalanya, “Gak juga sih, aku tetap pergi...” aku langsung lesu, “Tapi pesawatnya delay sampai jam satu. Kita masih punya waktu..”

Walaupun wajahku murung, aku tetap memeluknya, merasakan kehangatannya untuk terakhir kali. Dia melepas jaketnya yang wangi itu, “Kalau kangen, peluk jaket ini dan pejamkan mata. Anggap aja aku selalu ada di dekatmu, dan setia menghiasi indra pendengaranmu melalui via telepon.”

Aku hanya mengangguk sedih, aku tidak bisa menyembunyikan expresiku lagi kali ini. “Hei ayo lah... jangan memberikan kesan terakhir yang pahit begini. Berikan lah sesuatu yang manis... eniwei toilet tadi aku lihat sepi.”

Aku menjitaknya, “Bodoh!”

“Chiee langsung ngerti maksudku. Pengalaman mesum ya?” ejeknya.

Wajahku memerah, sialan, disaat genting begini sempat-sempatnya dia mengajak ‘duel’

END FLASHBACK

Aku duduk di bawah pohon cemara balai kota ini, memeluk lutut sambil menatap langit yang kekuningan. Suasana yang mengingatkanku akan hubungan kami berawal, dia mendapatkanku disaat seperti ini. sudah setahun, tidak terasa aku mampu bertahan selama setahun dengan hubungan jarak jauh, tetap setia, tetap berharap.

Seperti janji kami dulu, sebosan apapun kami tidak akan pernah berubah. Manisnya hubungan kami tidak pernah berkurang sepersen pun, Fariz konsisten akan janjinya. Dia tetap pemuda cool yang kadang konyol, kadang manja, kadang membuat horny walau disayangkan tidak lagi bisa aku rasakan hangatnya ‘perkakasnya’.

Aku mendadak terkekeh mengingat kado ulang tahun yang dia kirimkan, sebuah dildo yang berukuran sama dengan miliknya. Sialan, dia pikir aku butuh benda seperti itu hah? Aku butuh miliknya! Yang asli... yaah walaupun aku pakai juga bersama Fantasi liatku.

Mendadak teleponku berbunyi, ah Fariz! “Riz... ini aku lagi di balai kota... bikin makin kangen tau gak, bego..”

Suara tampan disana tertawa, “Hahaha aku tau kok aku ngangenin... hei coba liat langit!”

“Kenapa dengan langit Riz? Mendadak kamu terbang dari Jerman kesini kah?”

Lagi-lagi dia terkekeh, “Gak lah, aku Cuma mau bilang, walau kamu jauh disana, kita memandang langit yang sama.”

“Lebay! Ahaha... tapi manis juga Riz... kaya lagu.”

Fariz bergumam, “Hmm ya, kamu tau lagunya? Nih aku mau nyanyiin..

Dering telfonku membuatku tersenyum di pagi hari
Kau bercerita semalam kita bertemu dalam mimpi
Entah mengapa aku merasakan hadirmu disini.
Tawa candamu menghibur saatku sendiri..

Aku disini dan kau disana, hanya berjumpa via suara..
Namun ku selalu menunggu saat kita akan berjumpa.

Meski kau kini jauh disana..
Kita memandang langit yang sama...
Jauh di mata namun, dekat di hati..”

(Ran- Dekat di hati)

Secara perlahan ku mendengar suara itu dekat, bukan... bukan sekedar telepon, namun benar-benar ada. Gilanya saat aku menoleh dia benar-benar ada, “Aaaarghhh Gila Fariz! Kapan kamu pulang! Kenapa gak bilang!”

Dengan mata terpejam dan wajah menghayati dia kembali mengalunkan suara merdunya, “Jauh di mata namun, dekat dimaki~~”

Aku terbahak, “Iya! Kamu kampret sih...” makiku.

Dia langsung menyambar bibirku dengan kecupan basah, “Super kangen!!”

“Aku mega giga kangen!”

Fariz menjewerku, “Lebay ahaha... Gimana seneng kejutannya?”

“Banget! Gila somplak kamu!”

Dia mengecup tanganku, “Gak Cuma itu, masih ada kejutan berikutnya. Yaitu... aku sudah lulus kuliah, bulan depan aku wisuda..”

Aku menjitak Fariz dengan gemas, “Gila! Kamu gila! Bagaimana bisa hah?”

Fariz memasang wajah sombong dengan hidung mekar-mekar, “Bisa lah... Fariz gitu loh... well, aku belajar keras demi kita. Aku benar-benar berjuang mengerjakan skripshit ini, agar aku bisa bekerja disini, agar kita bisa terus bersama.”

“Aku bangga kamu bisa segigih itu Riz, ternyata the power of love bisa membuat semangat juga ahaha...”

“Wait, masih ada kejutan lain...” Fariz berlutut di depanku, mengeluarkan sekotak cincin, “Happy valentine and would you be mine forever?”

Aku menaikkan satu alis, “Maksud lo?”

“Nikah lah bego... kita kan udah keseringan kawin, nikahnya kapan...” ucap Fariz sewot.

Aku terbahak, “Serius?”

Wajah Fariz mulai suntuk dan menutup kotak cincinnya, “Oh jadi gak mau nih...” dia berlagak ingin pergi.

Dengan cepat aku memeluknya dari belakang, “Hanya orang bodoh yang mampu menolak lamaran pangeran berkuda putih...”

Kami mulai berdiri berhadapan, dia mengusap keningku lembut dan memberi kecupan disana. Nyaman sekali, rasanya tidak ingin aku lepaskan lagi. Apapun rintangan sudah siap mental aku terjang.

TAMAT

Kamfreeet~~ gak nyangka mampu tamatin cerpen *?* ini. padahal aku ngetiknya dari awal februari loh!! Atau malah januiari. Kebiasaanku tuh kalau udah nunggak cerita gak bakal pernah lagi aku sentuh! Tuh ada belasan cerita gak tamat yang aku geletakkan tak berdaya.

Tapi aku nyoba rubah kebiasaan, ini aku cicil ngetiknya tiap minggu. Ternyata sedikit demi sedikit mampu juga aku tamatkan. Kira2 maksa gak ya?

1 comment:

  1. Boleh lah...sy suka cerita2x....kapan lagi nulisx bro ?? Aku tunggu yah...

    ReplyDelete