Roommate (PART 4)
By: Yanz
Enjoy it~
-April POV- Lima Tahun kemudian-
Aku membantu Aries memasang dasinya, dengan senyuman lembut
dan penuh semangat. Bajunya sudah rapi dan dia bener-bener tampan dengan
setelan kemeja begini. Jadi baik aku maupun Aries sudah memiliki pekerjaan yang
lebih menjanjikan, begini begini kami sarjana ya walau cukup terlambat sih
suksesnya, dia sekarang admin di sebuah mall sedangkan aku jadi sekertaris di
perusahaan asuransi, aku feminimnya Cuma pas kerja, diluar itu tetap jadi
April-nya Aries yang dulu.
“Sayang aku kerja dulu,” dia mengecup mesra pipiku dan
melangkah meninggalkan rumah kami. Oh ya setelah menabung selama empat tahun
kami bisa beli rumah minimalis namun cukup mewah. Bertahan selama ini gak mudah
sih, pasti banyak tantangan, tapi sudah terlalu banyak yang dikorbankan jadi
kami harus bertahan.
Setelah hasil tes HIV AIDS dari Aries maupun aku negatif
kami memutuskan buat berhubungan tanpa pengaman lagi walaupun aku harus suntik
kb tiap bulan. Aries sudah kenalkan aku pada orang tuanya, mereka sangat
wellcome begitu pun aku sudah bawa dia ke orang tuaku, dari dua belah pihak
sudah memberikan lampu hijau sedangkan hubungan kami semakin lama sudah semakin
jauh, gak ada bedanya dari pasangan suami istri hanya saja kami belum legal di
mata Tuhan.
Aku sebenarnya cukup galau mikirin masalah ini apalagi kedua
belah pihak sudah mendesak pernikahan kami karena umur juga udah terlalu
matang, sudah seharusnya punya anak. Tapi Aries selalu mendadak autis kalau
ditanyain tentang nikah. T_T
Dan aku semakin galau ketika beberapa kali memergoki pesan
mesranya dengan cowok. Apa jangan-jangan Aries masih suka kumat? Kalau aku
bahas pasti jadi masalah, “Ries ini maksudnya apa?” tanyaku sambil menangis
pelan waktu nyodorin gadjetnya.
“Kamu itu gak bisa hargain privasy aku ya!! Siapa yang suruh
kamu buka-buka gadjetku hah!!!” dia malah bentak aku, dia banyak berubah.
“Sejak kapan kita punya privasy? Bukannya kamu sendiri yang
dulu bilang jangan ada privasy antara kita.” Aku masih sesegukan dengan tangan
gemetar.
“Gak usah cari masalah deh! Jangan bikin aku muak!!” kalau
Aries sudah meletup-letup seperti itu aku biasanya terpaksa mengalah, Cuma diam
walau nangis sendiri bagaimana pun aku cinta dia, gak ada satu cewek pun yang
rela cowoknya selingkuh meski pun dengan cowok lain.
Gak lama Aries bakal mendekat, ikut duduk di kasur kemudian
meluk aku dari belakang, pelukan yang hangat dan hembusan nafas panjang penuh
penyesalan, “Maaf sayang...” lirihnya pilu.
Aku mengangguk walaupun tangisku semakin deras, dia bakal
ciumin tengkukku membujuk dengan berbagai rayuan, bercinta dan suasana pun
kembali adem seperti semula.
Sudah berapa kali hubungan kami kaya gitu, ya selama Aries
dan aku saling berjuang memperbaiki keadaan maka kami awet yaah lima tahun
penuh perjuangan bahkan kami sampai gak nyangka sudah jalan selama ini karena
kami menikmati hubungan ini dan saling mencintai.
Tapi gak lama, masalah datang lagi. Waktu aku meeting dengan
klienku di restoran aku gak sengaja memergoki Aries lagi makan berduaan sama
cowok brondong, gesturenya sangat jelas dan radarku langsung nangkap kalau
cowok bersama Aries itu gay dan hubungan mereka gak biasa. “Maaf pak saya
permisi sebentar.” Pamitku pada klienku.
Dengan emosi memuncak aku menghampiri mereka, Aries terlihat
sangat shock. Walaupun tanganku sudah sangat geregetan hingga mengepal kuat aku
tetap tersenyum tenang, menarik kursi untuk bergabung bersama mereka, “Hai
Ries, kebetulan banget ketemu disini. Ini siapamu ya? Kenalan dong... hai
brondong, kenalin aku April, pernah satu kost sama Aries.” Well, aku gak bohong
kan?
Pemuda yang cukup tampan itu menyambut tanganku dengan
senyuman ceria, “Aku Irwan, temennya Aries ehehe...”
Aku memasang mimik shock, “Woaah Cuma temen? Serius? Kalian
keliatan banget loh dari jauh mesranya, kalian serasi banget kalau jadi
pasangan hehehe kebetulan aku supporter lgbt.”
Aries meremas pahaku seolah meminta aku cukup, tapi aku
menendang kasar kakinya. “Hehehe lagi menuju ke arah sana sih...” ucap Irwan
salah tingkah.
“Owwhhh masih pdkt rupanya, tapi kalian manis banget loh,
aku sampai shock.” Iya shock, tertohok dan terluka sangat dalam.
Kayanya Aries sudah gak tahan, dia langsung menarik
tanganku, menyeretku kasar keluar tanpa pamit sebelumnya sama brondong manisnya
itu. Dia hempas badanku dalam mobilnya, “Kamu apa-apaan hah barusan!”
Aku tertunduk lemah sambil menangis, “Iya Ries, marah aja
kamu, tuduh aku Ries, anggap aja aku yang salah, anggap aja kamu yang lagi luka.”
Dengan geram dia memukul dasbour, “Konyol tau gak kamu
barusan!!!”
Aku menutup mukaku dengan tanganku dan menangis histeris,
sakit banget, aku gak tahan, rasanya tulang benulang copot dari badanku,
badanku langsung lemas dan bergidik hebat. Aku sangat marah dan sakit tapi aku
berusaha gak memberikan reaksi berlebihan, aku Cuma bisa nangis.
“Ka-kamu... masih aja kaya gini... Aku gak tahan.”
Dia kembali menyalak bagaikan anjing gila karena gak mau
kalah, “Terus kenapa hah? Kamu mau putus? Yaudah putus sana!!!”
Dadaku semakin sesak, aku sampai terbatuk-batuk karena
menahan tangisku yang semakin kencang. Aku gak tau harus bagaimana waktu itu,
aku tetap nyoba gak gegabah, tetap bertahan walaupun kami sempat diam-diaman
lebih sebulan, sekeras apapun dia minta jatah aku cuekin, dia juga lebih egois
waktu itu gak mau bujukin aku atau rayu aku lagi kaya dulu.
Tapi dengan berjalannya waktu kami baikan, aku memaafkannya,
selalu memaafkannya walau udah gak kehitung lagi berapa banyak catatan
kesalahnnya selama lima tahun ini.
Kantor Aries melewati kantorku, kalau gak lembur biasanya
kami pulang bareng, Aries jemput aku dengan mobil kami yang lagi lagi patungan,
begitu banyak harta benda yang kami beli secara patungan, miliknya milikku dan
milikku juga miliknya kebayang kalau kami berpisah masalah pembagian harta gini
bakal jadi sangat rumit. Itu juga salah satu pertimbangan beratku makanya gak
mau pisah, dan tentu aja cintaku yang sudah terlanjur menggunung.
Kalau lagi Adem kami bakal mesra aja, kaya sekarang Aries
bukain pintu mobil, begitu masuk mobil dia tetap cium aku dengan mesra, “Ada
hal buruk yang terjadi hari ini di kantor?”
Aku mulai keluarin pembersih makeup dan melunturkan makeupku
menggunakan kapas, gak betah sebenarnya, “Gak sih, biasa aja.”
Aries menggenggam tanganku kemudian mengecup mesra tanganku,
“Kamu keliatannya lagi banyak beban gitu, sayang. Apa enaknya kita jalan-jalan
dulu?”
Aku mengusap pipinya lembut, “Gak Ries, lagi capek banget.
Pengen baringan aja di kasur terus manja-manjaan sama kamu.”
Aries terkekeh, “Yaudah, jalannya kita tunda aja pas
weekend. Denger denger trans studio baru aja diresmikan kemarin di Samarinda.
Pasti seru.”
Aku mengecup pipinya, “Iya mau... lama gak seru-seruan
bareng. Kita perlu kembalikan masa ceria kita.”
Aries mengusap rambut pendekku dengan gemas, “Nah gitu dong
jadi sayangku yang manis.”
Akhirnya kami sampai juga di rumah, dekat memang sengaja
milih rumah di dekat tempat kerja aja biar gak repot. Dengan mesra kami saling
membantu melepaskan pakaian, kemudian berendam bersama di bak air hangat.
Kami terdiam cukup lama kali ini, aku Cuma terpejam sambil
menikmati air hangatnya berharap stressku hilang. “Sayang kamu mau makan malam
apa? Makan diluar atau telpon delivery aja? Kayanya lagi capek banget gak
mungkin sempet masak.”
“Delivery aja, lagi males keluar.” Jawabku masih terpejam.
Kami duduk berhadapan dalam satu bak.
“Ya nanti aku teleponin, mau makan pizza atau ayam atau
burger?”
“Ummm gado-gado ada gak ya malam gini?”
Aries tertawa pelan, “Hahaha aneh-aneh aja maunya. Yaudah
nanti aku cari cari di grub bubuhan Samarinda mudahan ada yang lagi jualan
gado-gado ya.”
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Manis banget memang
Aries kalau lagi perhatian gini, andai aja dia mau jadi suamiku, aku coba nekat
lagi deh, jangan mudah nyerah. Aku raba perut dan dada Aries dengan telapak
kakiku, “Ries, umur aku sudah 28 tahun, bentar lagi 29 tahun kamu juga udah mau
kepala tiga kan? Orang tua aku sudah mendesak banget loh Ries kapan kamu
melamar?”
Muka Aries yang tadinya manis langsung berubah total jadi
masam, “Nanti deh...”
“Nanti kapan? Nunggu rahim aku expired?”
Aries memukul air geram, dia langsung keluar dari bak dan
membilas badannya kemudian keluar kamar mandi. Aku berusaha sabar, memberikan
senyum terlembut waktu ikutan keluar kamar mandi. Aku pijati bahunya tapi dia
kaya ogah-ogahan aku sentuh. “Ries coba bayangin, kita nikah, senyum orang tua
kita, antusias dari para sahabat, kita punya anak, rumah ini bakalan ramai dan
makin seru, kalau anaknya cowok kamu jadi punya temen main basket kan atau
kalau cewek bisa masak bareng-bareng. Bahagianya sayang!” aku memeluk gemas
dari belakang. Aries Cuma berusaha lepasin pelukanku.
Mataku rasanya panas, tanpa bisa dikontrol pipiku sudah
basah saja, “Ries kamu cinta aku gak sih?”
“Pertanyaan bodoh macam apa itu.”
“Kalau kamu cinta aku harusnya kamu halalin aku dong.”
Dia mengacak rambutnya kesal, “Aku gak mau nikah, gak akan!
Jelas?”
“Tapi kenapa Ries?”
Aries menatapku kesal, “Karena aku masih suka cowok, sekuat
apapun aku nahan naluri asliku tetap aja aku tetap kaya gini. Kalau aku Cuma
nikah buat kedok doang malesin banget. Aku gak mau nanti kalau nikah cerainya
malah makin ribet.”
“Kamu terlalu fokus sama kegagalannya Ries, coba kamu
bayangin positifnya. Ries aku bakal setia dampingin kamu, aku bakal sabar bantu
kamu berubah, aku bakal sabar.”
“Kalau sabar ya tunggu aja terus.”
Aku meraba pipi Aries, “Tapi masalah pernikahan kita aku gak
bisa sabar Ries, omongan orang itu udah gak enak, kita gak nikah satu rumah,
syukur-syukur belum kesebar sampai kampung halaman.”
“Udah deh jangan bikin aku tertekan!!!”
“Ries, aku jadi semakin ragu sama cinta kamu kalau kamu gak
mau usaha sedikit pun buat masalah ini.”
“Apaan sih.”
“Aku bakal dijodohin Ries dalam bulan ini kalau sampai kamu
belum lamar aku juga.” Mendengar ucapanku Aries menoleh cepat, dari tatapannya
dia seolah gak rela, perasaanku sedikit mengembang.
Tapi dia ngebentak aku lagi, “Aaaarggghh bodoh amat!” dia
langsung tidur dan memunggungiku.
Keesokan harinya aku cek darah, kegiatan bulanan yang rutin
aku lakuin buat mastiin aku gak kena penyakit apapun. Syukurlah Aries masih
pakai kondom berarti main dengan cowok lainnya. Waktu perawatnya nawarin suntik
kb seperti biasa, aku diam sejenak. Mungkin ini bakal jadi cara terakhirku buat
paksa Aries jadi suamiku, “Saya gak suntik kb dulu, sus.”
TBC
No comments:
Post a Comment