Thursday, February 18, 2016

Roommate (PART 4)



Roommate (PART 4)


By: Yanz

Enjoy it~

-April POV- Lima Tahun kemudian-


Aku membantu Aries memasang dasinya, dengan senyuman lembut dan penuh semangat. Bajunya sudah rapi dan dia bener-bener tampan dengan setelan kemeja begini. Jadi baik aku maupun Aries sudah memiliki pekerjaan yang lebih menjanjikan, begini begini kami sarjana ya walau cukup terlambat sih suksesnya, dia sekarang admin di sebuah mall sedangkan aku jadi sekertaris di perusahaan asuransi, aku feminimnya Cuma pas kerja, diluar itu tetap jadi April-nya Aries yang dulu.

“Sayang aku kerja dulu,” dia mengecup mesra pipiku dan melangkah meninggalkan rumah kami. Oh ya setelah menabung selama empat tahun kami bisa beli rumah minimalis namun cukup mewah. Bertahan selama ini gak mudah sih, pasti banyak tantangan, tapi sudah terlalu banyak yang dikorbankan jadi kami harus bertahan.

Setelah hasil tes HIV AIDS dari Aries maupun aku negatif kami memutuskan buat berhubungan tanpa pengaman lagi walaupun aku harus suntik kb tiap bulan. Aries sudah kenalkan aku pada orang tuanya, mereka sangat wellcome begitu pun aku sudah bawa dia ke orang tuaku, dari dua belah pihak sudah memberikan lampu hijau sedangkan hubungan kami semakin lama sudah semakin jauh, gak ada bedanya dari pasangan suami istri hanya saja kami belum legal di mata Tuhan.

Aku sebenarnya cukup galau mikirin masalah ini apalagi kedua belah pihak sudah mendesak pernikahan kami karena umur juga udah terlalu matang, sudah seharusnya punya anak. Tapi Aries selalu mendadak autis kalau ditanyain tentang nikah. T_T

Dan aku semakin galau ketika beberapa kali memergoki pesan mesranya dengan cowok. Apa jangan-jangan Aries masih suka kumat? Kalau aku bahas pasti jadi masalah, “Ries ini maksudnya apa?” tanyaku sambil menangis pelan waktu nyodorin gadjetnya.

“Kamu itu gak bisa hargain privasy aku ya!! Siapa yang suruh kamu buka-buka gadjetku hah!!!” dia malah bentak aku, dia banyak berubah.

“Sejak kapan kita punya privasy? Bukannya kamu sendiri yang dulu bilang jangan ada privasy antara kita.” Aku masih sesegukan dengan tangan gemetar.

“Gak usah cari masalah deh! Jangan bikin aku muak!!” kalau Aries sudah meletup-letup seperti itu aku biasanya terpaksa mengalah, Cuma diam walau nangis sendiri bagaimana pun aku cinta dia, gak ada satu cewek pun yang rela cowoknya selingkuh meski pun dengan cowok lain.

Gak lama Aries bakal mendekat, ikut duduk di kasur kemudian meluk aku dari belakang, pelukan yang hangat dan hembusan nafas panjang penuh penyesalan, “Maaf sayang...” lirihnya pilu.

Aku mengangguk walaupun tangisku semakin deras, dia bakal ciumin tengkukku membujuk dengan berbagai rayuan, bercinta dan suasana pun kembali adem seperti semula.

Sudah berapa kali hubungan kami kaya gitu, ya selama Aries dan aku saling berjuang memperbaiki keadaan maka kami awet yaah lima tahun penuh perjuangan bahkan kami sampai gak nyangka sudah jalan selama ini karena kami menikmati hubungan ini dan saling mencintai.

Tapi gak lama, masalah datang lagi. Waktu aku meeting dengan klienku di restoran aku gak sengaja memergoki Aries lagi makan berduaan sama cowok brondong, gesturenya sangat jelas dan radarku langsung nangkap kalau cowok bersama Aries itu gay dan hubungan mereka gak biasa. “Maaf pak saya permisi sebentar.” Pamitku pada klienku.

Dengan emosi memuncak aku menghampiri mereka, Aries terlihat sangat shock. Walaupun tanganku sudah sangat geregetan hingga mengepal kuat aku tetap tersenyum tenang, menarik kursi untuk bergabung bersama mereka, “Hai Ries, kebetulan banget ketemu disini. Ini siapamu ya? Kenalan dong... hai brondong, kenalin aku April, pernah satu kost sama Aries.” Well, aku gak bohong kan?

Pemuda yang cukup tampan itu menyambut tanganku dengan senyuman ceria, “Aku Irwan, temennya Aries ehehe...”

Aku memasang mimik shock, “Woaah Cuma temen? Serius? Kalian keliatan banget loh dari jauh mesranya, kalian serasi banget kalau jadi pasangan hehehe kebetulan aku supporter lgbt.”

Aries meremas pahaku seolah meminta aku cukup, tapi aku menendang kasar kakinya. “Hehehe lagi menuju ke arah sana sih...” ucap Irwan salah tingkah.

“Owwhhh masih pdkt rupanya, tapi kalian manis banget loh, aku sampai shock.” Iya shock, tertohok dan terluka sangat dalam.

Kayanya Aries sudah gak tahan, dia langsung menarik tanganku, menyeretku kasar keluar tanpa pamit sebelumnya sama brondong manisnya itu. Dia hempas badanku dalam mobilnya, “Kamu apa-apaan hah barusan!”

Aku tertunduk lemah sambil menangis, “Iya Ries, marah aja kamu, tuduh aku Ries, anggap aja aku yang salah, anggap aja kamu yang lagi luka.”

Dengan geram dia memukul dasbour, “Konyol tau gak kamu barusan!!!”

Aku menutup mukaku dengan tanganku dan menangis histeris, sakit banget, aku gak tahan, rasanya tulang benulang copot dari badanku, badanku langsung lemas dan bergidik hebat. Aku sangat marah dan sakit tapi aku berusaha gak memberikan reaksi berlebihan, aku Cuma bisa nangis.

“Ka-kamu... masih aja kaya gini... Aku gak tahan.”

Dia kembali menyalak bagaikan anjing gila karena gak mau kalah, “Terus kenapa hah? Kamu mau putus? Yaudah putus sana!!!”

Dadaku semakin sesak, aku sampai terbatuk-batuk karena menahan tangisku yang semakin kencang. Aku gak tau harus bagaimana waktu itu, aku tetap nyoba gak gegabah, tetap bertahan walaupun kami sempat diam-diaman lebih sebulan, sekeras apapun dia minta jatah aku cuekin, dia juga lebih egois waktu itu gak mau bujukin aku atau rayu aku lagi kaya dulu.

Tapi dengan berjalannya waktu kami baikan, aku memaafkannya, selalu memaafkannya walau udah gak kehitung lagi berapa banyak catatan kesalahnnya selama lima tahun ini.

Kantor Aries melewati kantorku, kalau gak lembur biasanya kami pulang bareng, Aries jemput aku dengan mobil kami yang lagi lagi patungan, begitu banyak harta benda yang kami beli secara patungan, miliknya milikku dan milikku juga miliknya kebayang kalau kami berpisah masalah pembagian harta gini bakal jadi sangat rumit. Itu juga salah satu pertimbangan beratku makanya gak mau pisah, dan tentu aja cintaku yang sudah terlanjur menggunung.

Kalau lagi Adem kami bakal mesra aja, kaya sekarang Aries bukain pintu mobil, begitu masuk mobil dia tetap cium aku dengan mesra, “Ada hal buruk yang terjadi hari ini di kantor?”

Aku mulai keluarin pembersih makeup dan melunturkan makeupku menggunakan kapas, gak betah sebenarnya, “Gak sih, biasa aja.”

Aries menggenggam tanganku kemudian mengecup mesra tanganku, “Kamu keliatannya lagi banyak beban gitu, sayang. Apa enaknya kita jalan-jalan dulu?”

Aku mengusap pipinya lembut, “Gak Ries, lagi capek banget. Pengen baringan aja di kasur terus manja-manjaan sama kamu.”

Aries terkekeh, “Yaudah, jalannya kita tunda aja pas weekend. Denger denger trans studio baru aja diresmikan kemarin di Samarinda. Pasti seru.”

Aku mengecup pipinya, “Iya mau... lama gak seru-seruan bareng. Kita perlu kembalikan masa ceria kita.”

Aries mengusap rambut pendekku dengan gemas, “Nah gitu dong jadi sayangku yang manis.”

Akhirnya kami sampai juga di rumah, dekat memang sengaja milih rumah di dekat tempat kerja aja biar gak repot. Dengan mesra kami saling membantu melepaskan pakaian, kemudian berendam bersama di bak air hangat.

Kami terdiam cukup lama kali ini, aku Cuma terpejam sambil menikmati air hangatnya berharap stressku hilang. “Sayang kamu mau makan malam apa? Makan diluar atau telpon delivery aja? Kayanya lagi capek banget gak mungkin sempet masak.”

“Delivery aja, lagi males keluar.” Jawabku masih terpejam. Kami duduk berhadapan dalam satu bak.

“Ya nanti aku teleponin, mau makan pizza atau ayam atau burger?”

“Ummm gado-gado ada gak ya malam gini?”

Aries tertawa pelan, “Hahaha aneh-aneh aja maunya. Yaudah nanti aku cari cari di grub bubuhan Samarinda mudahan ada yang lagi jualan gado-gado ya.”

Aku hanya mengangguk sambil tersenyum. Manis banget memang Aries kalau lagi perhatian gini, andai aja dia mau jadi suamiku, aku coba nekat lagi deh, jangan mudah nyerah. Aku raba perut dan dada Aries dengan telapak kakiku, “Ries, umur aku sudah 28 tahun, bentar lagi 29 tahun kamu juga udah mau kepala tiga kan? Orang tua aku sudah mendesak banget loh Ries kapan kamu melamar?”

Muka Aries yang tadinya manis langsung berubah total jadi masam, “Nanti deh...”

“Nanti kapan? Nunggu rahim aku expired?”

Aries memukul air geram, dia langsung keluar dari bak dan membilas badannya kemudian keluar kamar mandi. Aku berusaha sabar, memberikan senyum terlembut waktu ikutan keluar kamar mandi. Aku pijati bahunya tapi dia kaya ogah-ogahan aku sentuh. “Ries coba bayangin, kita nikah, senyum orang tua kita, antusias dari para sahabat, kita punya anak, rumah ini bakalan ramai dan makin seru, kalau anaknya cowok kamu jadi punya temen main basket kan atau kalau cewek bisa masak bareng-bareng. Bahagianya sayang!” aku memeluk gemas dari belakang. Aries Cuma berusaha lepasin pelukanku.

Mataku rasanya panas, tanpa bisa dikontrol pipiku sudah basah saja, “Ries kamu cinta aku gak sih?”

“Pertanyaan bodoh macam apa itu.”

“Kalau kamu cinta aku harusnya kamu halalin aku dong.”

Dia mengacak rambutnya kesal, “Aku gak mau nikah, gak akan! Jelas?”

“Tapi kenapa Ries?”

Aries menatapku kesal, “Karena aku masih suka cowok, sekuat apapun aku nahan naluri asliku tetap aja aku tetap kaya gini. Kalau aku Cuma nikah buat kedok doang malesin banget. Aku gak mau nanti kalau nikah cerainya malah makin ribet.”

“Kamu terlalu fokus sama kegagalannya Ries, coba kamu bayangin positifnya. Ries aku bakal setia dampingin kamu, aku bakal sabar bantu kamu berubah, aku bakal sabar.”

“Kalau sabar ya tunggu aja terus.”

Aku meraba pipi Aries, “Tapi masalah pernikahan kita aku gak bisa sabar Ries, omongan orang itu udah gak enak, kita gak nikah satu rumah, syukur-syukur belum kesebar sampai kampung halaman.”

“Udah deh jangan bikin aku tertekan!!!”

“Ries, aku jadi semakin ragu sama cinta kamu kalau kamu gak mau usaha sedikit pun buat masalah ini.”

“Apaan sih.”

“Aku bakal dijodohin Ries dalam bulan ini kalau sampai kamu belum lamar aku juga.” Mendengar ucapanku Aries menoleh cepat, dari tatapannya dia seolah gak rela, perasaanku sedikit mengembang.

Tapi dia ngebentak aku lagi, “Aaaarggghh bodoh amat!” dia langsung tidur dan memunggungiku.

Keesokan harinya aku cek darah, kegiatan bulanan yang rutin aku lakuin buat mastiin aku gak kena penyakit apapun. Syukurlah Aries masih pakai kondom berarti main dengan cowok lainnya. Waktu perawatnya nawarin suntik kb seperti biasa, aku diam sejenak. Mungkin ini bakal jadi cara terakhirku buat paksa Aries jadi suamiku, “Saya gak suntik kb dulu, sus.”

TBC






No comments:

Post a Comment