Desa
Loranten (Part 5)
By:
Yanz
WARNING:
18+
Enjoy
it~~~
Fahmi
mengedip-kedipkan matanya, penglihatannya kabur namun menjadi jelas secara
perlahan.
Hal
pertama yang menarik perhatiannya tentu saja tubuhnya yang kini bugil dan
terpasung di sebuah tiang yang menyilang seperti salib, kakinya di ikat kuat
menggunakan rantai, begitu pun kedua tangannya di lebarkan ke samping dan di
ikat kuat. Fahmi yang panik langsung menoleh kesana-kemari. Dia mencoba
mengembalikan segala ingatannya sebelum dia tak sadarkan diri.
Terakhir
yang dia ingat, dia duduk di batu menunggu Adam yang mencari minum. Namun
mendadak muncul seorang pemuda tampan yang mengusap dagunya dan semua terlihat
gelap. Dia pingsan dan di sini lah dia sekarang.
Fahmi
melihat sekitar, pemandangan sangat lah aneh. Dia berada di tempat yang seperti
gurun, banyak bangunan beton yang rusak karena terbakar, berjarak sedikit
renggang satu sama lain, bangunan-bangunan yang mirip dengan bangunan yang ada
di Desa Loranten namun pemandangannya cukup asing. Langit berwarna gelap
kemerahan, sedangkan bulan rasanya sangat dekat, berwarna kuning kemerahan dan
besar, bulan yang rendah itu terasa seperti gunung yang berada di sampingnya,
angin yang membawa pasir membuat Fahmi memejamkan mata, terlihat beberapa burung
gagak hitam berbunyi saat mereka hinggap di pepohonan kering tanpa daun.
Fahmi
merasa gelisah karena kesunyian yang sangat mencekam, “Adam! Julian! Arie! Oh
God, mereka dimana?” desis Fahmi menunduk gelisah.
“Kenapa
harus mencari orang lain sedangkan ada aku disini?” suara asing itu membuat
Fahmi mengangkat wajahnya, tatapannya tegang. Fahmi melirik ke arah dadanya
saat ada tangan dingin nan pucat yang bergelayutan di dadanya. Orang itu mulai
bergerak meletakkan dagunya di bahu Fahmi kemudian dengan lembut bergarak ke
depan.
Fahmi
sedikit memerah melihat pemuda tampan yang bugil itu. ‘Bukankah dia pemuda yang
mengusap daguku sebelum pingsan tadi?’ batin Fahmi.
“Iya,
itu memang aku.” ucapnya seolah membaca pikiran Fahmi. Fahmi hanya memasang
wajah dingin di balik pipinya yang memerah.
Pemuda
asing itu tersenyum manis dengan barisan gigi rapi di mulutnya yang sangat
menggoda. Ya, mulut yang sangat menggoda karena mulai dari bibir, lidah maupun
organ di dalam mulutnya terlihat sangat merah cerah, kulit pemuda yang pucat
itu membuat bibirnya sangat mencolok. Semua itu terlihat jelas dibantu sinar
bulan. Tapi yang memberi kesan horror adalah warna kemerahan di bawah matanya
seolah diberikan eye shadow, dan juga mata merahnya yang menatap sayu.
Sekilas
dia memiliki aura yang mirip dengan Julian, karena mungkin dia memiliki umur
yang sama dengan Julian yaitu sekitar 19 tahun.
Pemuda
yang memiliki tubuh proporsional itu merapatkan diri pada Fahmi, menempelkan
kepalanya di dada Fahmi dan dia terpejam dengan senyuman seolah merasa nyaman.
“Kamu
siapa? Apa maumu? Dan tolong lepaskan aku!” ucap Fahmi penuh tekanan.
Pemuda
tadi menatap ketus ke arah Fahmi, “Aku gak mau! Kamu itu milikku, kau harus
menemaniku disini selamanya...” mendadak wajahnya kembali ceria dengan senyuman
lembutnya.
Bulir
keringat menetes di pelipis Fahmi, “Kamu gila... aku memiliki teman-teman yang
harus aku tolong sekarang. Jadi, lepaskan aku.”
Wajah
pemuda itu menjadi sedih, “Kamu ini, nakal sekali. Kamu itu milikku, kamu gak
boleh memikirkan yang lain. Kamu harus kuhukum rupanya.” ucap pemuda itu dengan
seringaian aneh ditambah alisnya yang naik satu.
Pemuda
itu berjongkok di depan selakangan Fahmi, mendadak muncul tali kecil yang
pemuda itu gunakan untuk mengikat kemaluan Fahmi. Tali itu ia tarik ke arah
belakang, naik lagi dan memutar ke depan, tali itu di hubungkan ke sebuah
pelatuk pistol yang berada tepat di depan kepala Fahmi.
Jadi
kesimpulannya, tali yang menghubungkan kelamin dan pelatuk pistol itu akan
berefek menembak kepalanya sendiri jika penis Fahmi mengalami reaksi alami yang
biasa disebut, ereksi.
Lalu
apa yang akan terjadi selanjutnya?
Well,
pemuda tampan yang ada di depan Fahmi menari dengan nakalnya. Dia tertawa
sambil mengucapkan kata, “Aku tau kamu tertarik dengan makhluk berbatang
sepertiku kan?’’ ucapnya sambil memainkan tangannya di juniornya sendiri.
Fahmi
menelan air liurnya. Dia berusaha memejamkan mata, menoleh ataupun menunduk
tapi hasilnya nihil. Matanya seolah dipaksa terus terbuka tanpa boleh berkedip,
lehernya terbelenggu sehingga tak mampu bergerak, “Sial...” desis Fahmi yang
mulai khawatir.
“Kau
mengumpatku hm?” tanya pemuda itu ketus. Dia mendekat, menggesekkan bongkahan
padat bokongnya di paha Fahmi, dia meliukkan tubuh sexynya layaknya penari
striptese.
“Tolong
jangan lakukan ini! Aku akan melakukan apapun yang kau mau, asal jangan habisi
aku sekarang.” Lirih Fahmi memohon.
Pemuda
itu menyunggingkan senyumnya, “Kalau aku gak mau bagaimana? Hehe...”
Mereka
saling terdiam, pemuda itu kembali
beraksi. Dia berbaring di hadapan Fahmi, mengangkangkan kakinya,
meraba-raba tubuhnya sendiri, berekspresi sexy dan menggairahkan seolah ada
yang menjamahnya.
Fahmi
tak bisa menahan, perlahan penisnya naik dan...
DOOOR!
Pemuda
tadi bergerak secepat kilat ke hadapan Fahmi dan menangkap peluru itu dengan
tangannya, dia tertawa lagi, “Lucu... haha.. sungguh lucu ya menggodamu. Jangan
khawatir, aku tak akan membunuh pasangan hidupku.” desisnya sambil melumat
bibir Fahmi. Fahmi sedikit shock merasakan bibir itu sangat dingin seperti
daging yang ada di dalam pendingin.
Setelah
melepaskan ciumannya, Fahmi melirik tangan pemuda itu yang melepaskan peluru
hingga jatuh ke pasir. Tangannya tak terluka.
“Kau
bukan manusia ya?” tanya Fahmi penasaran.
“Menurutmu?
Hehe...” ucapnya cengengesan.
“Kau
pasti bukan manusia. Apa maumu hah? Kenapa kau dan kaummu menyiksa setiap orang
yang masuk di dalam desa ini?!!!”
Bruuk!!!
Sebuah
tinjuan keras menghantam perut Fahmi, “Jangan sok tau kau...” desis pemuda itu
dengan tatapan marah, pemuda yang sangat ekspresif dalam waktu yang singkat dan
membingungkan Fahmi.
“Lalu
apa? Apa kalian pikir bisa senang dengan melakukan tindakan tak menyenangkan
pada manusia seperti kami?” tanya Fahmi dengan wajah sedih.
Pemuda
tadi berjingkrak-jingkrak, menepuk-nepuk tangannya kegirangan dengan ekspresi
gembira, “Iya aku senang aku senang!”
Fahmi
mengerutkan kening tak habis pikir, “Aku tak yakin kau senang. Apa ini semua
cukup bagimu? Atau ada suatu misteri yang perlu aku pecahkan? Tentang desa
ini... ada suatu urusan yang belum selesai kan?” tanya Fahmi menyelidiki.
Mata
pemuda itu mendadak berkaca-kaca, bibirnya bergetar, menatap Fahmi ragu-ragu,
ingin meraih wajah Fahmi kemudian dia menarik tangannya secara mendadak dan membalikkan
tubuh. “Tidak...” ucap pemuda itu dengan nada dingin.
Fahmi
jadi semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan, “Hei tampan, kamu gak usah
takut. Ayo mendekat, jelaskan denganku secara perlahan...” bujuk Fahmi dengan
nada lembut.
Pemuda
itu menoleh ke arah Fahmi dengan gerakan patah-patah, “Tidak! Tidak... dia akan
menyakitiku! Aku tidak mau, sakittt... aaaaaargghhh...” erangnya histeris
sambil bergulung-gulung di lantai.
Mendadak
rantai yang mengikat Fahmi lenyap sehingga membuat tubuhnya yang tak siap
terjatuh ke arah depan. Fahmi bangun perlahan, dia berjalan ke arah pemuda itu,
menggenggam tangannya dan merengkuh tubuhnya ke dalam pangkuannya, “Tenang... tolong
tenang, ada aku disini.. gak ada yang menyakitimu...” Fahmi mencoba menenangkan
pemuda itu, dia usap kepalanya dengan lembut.
Pemuda
itu menangis, dia memeluk dada Fahmi, terisak dalam pelukan Fahmi. Fahmi
semakin bingung tapi dia sabar menunggu pemuda tampan nan bugil itu untuk lebih
tenang.
Sekitar
lima menit, tangisan itu sudah tak terdengar lagi, Fahmi tarik dagu pemuda itu,
“Apa yang kau takuti?” tanya Fahmi hati-hati.
“Wanita
itu...”
“Wanita?
Wanita yang mana?” Fahmi sangat bingung, selama di desa ini dia tak pernah
menangkap sosok wanita.
“Biar
aku jelaskan dari awal. Kau tau kan tentang kebakaran di sini dua tahun lalu?”
tanya pemuda yang belum diketahui namanya itu.
“Iya,
aku pernah dengar. Apa yang terjadi.”
Pemuda
itu mengalungkan tangannya di leher Fahmi, menggesekkan kepalanya manja dan
mulai bercerita, “Semua berawal sebelum kebakaran itu, dan kebakaran itu juga
ada hubungannya dengan semua ini. Waktu itu ada seorang gadis yang sebaya
denganku, dia teman sekelasku di kampus. Namanya Ratna. Ratna ini bukan gadis
yang cantik, tapi memiliki percaya diri yang tinggi, dia selalu menyatakan
cintanya dengan banyak laki-laki di desa ini. Tapi mereka justru sering
menghina Ratna. Mayoritas laki-laki di desa ini tak terlalu pandai menghargai
wanita, selalu menilai wanita itu matre, wanita itu murahan, wanita itu racun
dan banyak hal hina yang diberikan kepada wanita. Tapi mereka tetap menyukai
wanita. Puncak kebencian Ratna kepada lelaki di desa ini saat kakaknya yang
sangat cantik dibanding dirinya diperkosa bergilir oleh pemuda di desa ini.
Kemudian dibunuh. Awalnya dia sangat membenci semua lelaki di desa ini, hingga akhirnya
aku datang dan dia jatuh cinta denganku. Aku selalu berusaha sopan dengannya,
tak pernah menolaknya namun juga tak menerimanya. Jujur saja, dia bukan typeku
tapi disisi lain aku tak tega menolaknya. Aku mencoba menjadi sahabat baik dari
wanita yang selalu ceria padahal memendam luka. Setiap hari kami bersama, tapi
lama-kelamaan aku merasa gerah dengan sikapnya yang posessif. Dia selalu
menerror gadis yang mendekatiku. Puncak kemarahanku adalah ketika dia membuatku
gagal mendapatkan gadis yang aku incar. Tanpa sengaja aku menghinanya sebagai
wanita yang tak tau diri dan parasit, dia hanya ingin menempel padaku yang
populer agar ikut tenar. Mendadak wajahnya dingin menatapku. Tak lama kemudian,
aku mendengar kabar bahwa gadis malang itu menjadi gila. Aku benar-benar merasa
bersalah. Kegilaannya sungguh menyeramkan, dia menyakiti siapa saja yang
mendekatinya. Saat malam hari, dimana pihak kepolisian tak bertugas, warga
kampung membawa gadis itu ke tengah desa, memasungnya di kayu, menumpuk banyak
kayu bakar dan membakarnya hidup-hidup. Aku menangis melihat pemandangan itu,
berusaha menggoyang-goyang tangan kepala desa agar segera menyelamatkannya.
Tapi sia-sia. Sekilas aku mendengar dia berteriak, ‘Kalian adalah
manusia-manusia iblis yang tak bisa menghargai wanita, memandang picik orang
lain, menyama ratakan kami dengan wanita busuk lainnya. Lihatlah kalian semua
akan menyesal melakukan ini. Desa ini aku kutuk, kalian tak akan bisa merasakan
ketertarikan dengan wanita mana pun, kalian tak akan bisa mati dengan mudah dan
kalian akan menjadi budakku!!!! Aku benci semua lelaki dan benci wanita jalang
yang membuat kami yang tak bersalah menjadi disama ratakan.’ erangnya. Dan
mendadak api itu membesar, menyambar seluruh orang yang berkerumun, desa ini habis terbakar namun tak melewati
perbatasan.”
Fahmi
menunduk sedih, “Miris sekali zaman sekarang banyak yang tak pandai saling
menghargai, mungkin bisa jadi pelajaran jika kita hidup berdampingan dan tak
boleh saling menjatuhkan. Walau banyak sekali kasus wanita atau lelaki tak
baik, tapi masih ada yang baik. Lelaki membutuhkan wanita, begitu pun
sebaliknya. Buat apa menghina?”
“Begitu
lah kenyataannya..”
Fahmi
mengigit bibirnya, “Jadi semua orang di desa ini mati?”
“Belum,
tubuh kami terluka parah, kami bisa merasakan rasa sakit dan ketakutan. Tapi
sebagian besar jiwa kami dikuasai kutukan iblis itu, kami memiliki kemampuan
supranatural yang hanya bisa kami gunakan untuk menuruti perintah Ratna yang
menjadi ratu dari semua kasus ini. Dan Ratna akan menyiksa kami jika kami
membantah. Sehingga kami terpaksa menjadi pembunuh berdarah dingin untuk
bertahan.” Desisnya lemah.
“Apa
kau juga terbakar dalam insiden waktu itu?” tanya Fahmi.
“Tentu
saja. Tubuhku juga hancur seperti yang lain, meleleh bahkan wajahku hilang.
Yang kau lihat hanya ilusi yang aku ciptakan tentang keutuhanku dulu.”
“Ohh..
begitu..” desis Fahmi.
“Kau
mau melihatku?’’ mendadak tubuh pemuda itu berubah seperti makhluk-makhluk yang
muncul di desa ini. Fahmi langsung memejamkan mata.
Pemuda
itu kembali menjadi tampan dan tertawa gelak, “Hahaha.. kau ini membuatku
semakin cinta saja. Aku suka menggodamu.”
“Hei,
kau tak mungkin mau seperti ini terus kan? Apa ada yang bisa aku lakukan untuk
menyelamatkanmu dan yang lain? Mari kita hentikan kutukan ini, keluar dari desa
ini, aku akan membawamu ke rumah sakit dan menyembuhkanmu.”
Pemuda
itu menggeleng, “Terlepas dari pengaruh iblis di dalam tubuhku, aku tak yakin
mampu bertahan hidup merasakan sakit yang luar biasa ini. Manusia biasa pasti
akan mati, lagi pula... tubuhku sudah busuk, mana mungkin aku bisa hidup.
Kecuali dokter zaman sekarang memiliki kemampuan memindahkan ragaku ke dalam
tubuh yang masih utuh haha...”
“Hei...
jangan pesismis. Masih ada kesempatan, sekarang beritahu aku caranya
menghentikan kutukan ini.”
Pemuda
itu memanyunkan bibirnya, “Tak ada untungnya buatku memberitahukan hal itu, aku
bisa bermain disini dan memilikimu”
Fahmi,
“Kau mencintaiku?’’
Pemuda
itu mengangguk semangat, Fahmi kembali membujuk, “Cinta itu adalah dimana kau
lebih mengutamakan orang yang kau cintai dibanding dirimu sendiri.”
“Basi...
bagiku cinta itu harus memiliki hehe..” dia memeluk Fahmi dengan erat.
Fahmi
menghela nafas, “Apa kau tak bosan dengan semua ini? Hidup dengan suasana
mencekam, menghancurkan hidup orang lain... cobalah memilih jalan lain, membuat
kehidupan orang lain lebih berarti itu memiliki kepuasan tersendiri. Aku hidup
bukan hanya untuk diriku sendiri, aku memiliki orang tua, dua adik, tetangga,
teman kampus, kehidupan sosial. Mereka semua pasti akan sedih jika aku
menghilang, banyak hati yang harus aku jaga. Terutama orang tuaku, aku tulang
punggung keluargaku.. entah bagaimana jadinya jika aku tak ada lagi.”
Pemuda
tadi terdiam, mendadak memori-memori dirinya dengan keluarganya muncul dalam
benaknya, kehidupan normal yang menyenangkan... matanya berkaca-kaca dan
memeluk Fahmi erat, “Tubuhnya ada di pusat desa.”
“Maksudmu?”
tanya Fahmi bingung.
“Tubuh
Ratna ada di pusat desa, terpasung di kayu itu. Kata kakekku yang menghampiriku
tahun lalu, cara melepaskan kutukan ini adalah dengan cara menempelkan sebuah
lambang ke tubuhnya.”
“Lambang?
Lambang apa?”
“Umm
benda itu ada di bawah tanah. Terbuat dari emas, bentuknya bulat, ada lambang
bintang dan berlian di tengahnya.”
“Baiklah,
aku akan mencarinya...” Fahmi beranjak mengambil pakaiannya yang ada di tempat
dia terpasung tadi, dia berangkat, berlari-lari kecil namun dia menghentikan
langkahnya dan menoleh ke belakang. “Oh ya, siapa namamu?” tanya Fahmi.
“Wisnu...”
ucapnya dengan senyum tipis.
“Baiklah
Wisnu, terimakasih banyak.”
Mendadak
pemandangan berubah normal kembali seperti layaknya Desa Loranten, tanpa gurun
dan bulan besar. Semua hanyalah ilusi.
TBC
Apa
ya... garing banget sih rasanya menurutku, menurut kalian sendiri ada gregetnya
gak?
Komentar kalian sangat berarti buatku jadi
sempatkan beberapa detik kalian buat ninggalin komentar yaah ^/\^
Seru bro...
ReplyDeleteSeru bro...
ReplyDelete