Monday, February 8, 2016

Desa Loranten (Part 5)



Desa Loranten (Part 5)

By: Yanz
        
WARNING: 18+

Enjoy it~~~


Fahmi mengedip-kedipkan matanya, penglihatannya kabur namun menjadi jelas secara perlahan.


Hal pertama yang menarik perhatiannya tentu saja tubuhnya yang kini bugil dan terpasung di sebuah tiang yang menyilang seperti salib, kakinya di ikat kuat menggunakan rantai, begitu pun kedua tangannya di lebarkan ke samping dan di ikat kuat. Fahmi yang panik langsung menoleh kesana-kemari. Dia mencoba mengembalikan segala ingatannya sebelum dia tak sadarkan diri.

Terakhir yang dia ingat, dia duduk di batu menunggu Adam yang mencari minum. Namun mendadak muncul seorang pemuda tampan yang mengusap dagunya dan semua terlihat gelap. Dia pingsan dan di sini lah dia sekarang.

Fahmi melihat sekitar, pemandangan sangat lah aneh. Dia berada di tempat yang seperti gurun, banyak bangunan beton yang rusak karena terbakar, berjarak sedikit renggang satu sama lain, bangunan-bangunan yang mirip dengan bangunan yang ada di Desa Loranten namun pemandangannya cukup asing. Langit berwarna gelap kemerahan, sedangkan bulan rasanya sangat dekat, berwarna kuning kemerahan dan besar, bulan yang rendah itu terasa seperti gunung yang berada di sampingnya, angin yang membawa pasir membuat Fahmi memejamkan mata, terlihat beberapa burung gagak hitam berbunyi saat mereka hinggap di pepohonan kering tanpa daun.

Fahmi merasa gelisah karena kesunyian yang sangat mencekam, “Adam! Julian! Arie! Oh God, mereka dimana?” desis Fahmi menunduk gelisah.

“Kenapa harus mencari orang lain sedangkan ada aku disini?” suara asing itu membuat Fahmi mengangkat wajahnya, tatapannya tegang. Fahmi melirik ke arah dadanya saat ada tangan dingin nan pucat yang bergelayutan di dadanya. Orang itu mulai bergerak meletakkan dagunya di bahu Fahmi kemudian dengan lembut bergarak ke depan.

Fahmi sedikit memerah melihat pemuda tampan yang bugil itu. ‘Bukankah dia pemuda yang mengusap daguku sebelum pingsan tadi?’ batin Fahmi.

“Iya, itu memang aku.” ucapnya seolah membaca pikiran Fahmi. Fahmi hanya memasang wajah dingin di balik pipinya yang memerah.

Pemuda asing itu tersenyum manis dengan barisan gigi rapi di mulutnya yang sangat menggoda. Ya, mulut yang sangat menggoda karena mulai dari bibir, lidah maupun organ di dalam mulutnya terlihat sangat merah cerah, kulit pemuda yang pucat itu membuat bibirnya sangat mencolok. Semua itu terlihat jelas dibantu sinar bulan. Tapi yang memberi kesan horror adalah warna kemerahan di bawah matanya seolah diberikan eye shadow, dan juga mata merahnya yang menatap sayu.

Sekilas dia memiliki aura yang mirip dengan Julian, karena mungkin dia memiliki umur yang sama dengan Julian yaitu sekitar 19 tahun.

Pemuda yang memiliki tubuh proporsional itu merapatkan diri pada Fahmi, menempelkan kepalanya di dada Fahmi dan dia terpejam dengan senyuman seolah merasa nyaman.

“Kamu siapa? Apa maumu? Dan tolong lepaskan aku!” ucap Fahmi penuh tekanan.

Pemuda tadi menatap ketus ke arah Fahmi, “Aku gak mau! Kamu itu milikku, kau harus menemaniku disini selamanya...” mendadak wajahnya kembali ceria dengan senyuman lembutnya.

Bulir keringat menetes di pelipis Fahmi, “Kamu gila... aku memiliki teman-teman yang harus aku tolong sekarang. Jadi, lepaskan aku.”

Wajah pemuda itu menjadi sedih, “Kamu ini, nakal sekali. Kamu itu milikku, kamu gak boleh memikirkan yang lain. Kamu harus kuhukum rupanya.” ucap pemuda itu dengan seringaian aneh ditambah alisnya yang naik satu.

Pemuda itu berjongkok di depan selakangan Fahmi, mendadak muncul tali kecil yang pemuda itu gunakan untuk mengikat kemaluan Fahmi. Tali itu ia tarik ke arah belakang, naik lagi dan memutar ke depan, tali itu di hubungkan ke sebuah pelatuk pistol yang berada tepat di depan kepala Fahmi.

Jadi kesimpulannya, tali yang menghubungkan kelamin dan pelatuk pistol itu akan berefek menembak kepalanya sendiri jika penis Fahmi mengalami reaksi alami yang biasa disebut, ereksi.

Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya?

Well, pemuda tampan yang ada di depan Fahmi menari dengan nakalnya. Dia tertawa sambil mengucapkan kata, “Aku tau kamu tertarik dengan makhluk berbatang sepertiku kan?’’ ucapnya sambil memainkan tangannya di juniornya sendiri.

Fahmi menelan air liurnya. Dia berusaha memejamkan mata, menoleh ataupun menunduk tapi hasilnya nihil. Matanya seolah dipaksa terus terbuka tanpa boleh berkedip, lehernya terbelenggu sehingga tak mampu bergerak, “Sial...” desis Fahmi yang mulai khawatir.

“Kau mengumpatku hm?” tanya pemuda itu ketus. Dia mendekat, menggesekkan bongkahan padat bokongnya di paha Fahmi, dia meliukkan tubuh sexynya layaknya penari striptese.

“Tolong jangan lakukan ini! Aku akan melakukan apapun yang kau mau, asal jangan habisi aku sekarang.” Lirih Fahmi memohon.

Pemuda itu menyunggingkan senyumnya, “Kalau aku gak mau bagaimana? Hehe...”

Mereka saling terdiam, pemuda itu kembali  beraksi. Dia berbaring di hadapan Fahmi, mengangkangkan kakinya, meraba-raba tubuhnya sendiri, berekspresi sexy dan menggairahkan seolah ada yang menjamahnya.

Fahmi tak bisa menahan, perlahan penisnya naik dan...

DOOOR!

Pemuda tadi bergerak secepat kilat ke hadapan Fahmi dan menangkap peluru itu dengan tangannya, dia tertawa lagi, “Lucu... haha.. sungguh lucu ya menggodamu. Jangan khawatir, aku tak akan membunuh pasangan hidupku.” desisnya sambil melumat bibir Fahmi. Fahmi sedikit shock merasakan bibir itu sangat dingin seperti daging yang ada di dalam pendingin.

Setelah melepaskan ciumannya, Fahmi melirik tangan pemuda itu yang melepaskan peluru hingga jatuh ke pasir. Tangannya tak terluka.

“Kau bukan manusia ya?” tanya Fahmi penasaran.

“Menurutmu? Hehe...” ucapnya cengengesan.

“Kau pasti bukan manusia. Apa maumu hah? Kenapa kau dan kaummu menyiksa setiap orang yang masuk di dalam desa ini?!!!”

Bruuk!!!

Sebuah tinjuan keras menghantam perut Fahmi, “Jangan sok tau kau...” desis pemuda itu dengan tatapan marah, pemuda yang sangat ekspresif dalam waktu yang singkat dan membingungkan Fahmi.

“Lalu apa? Apa kalian pikir bisa senang dengan melakukan tindakan tak menyenangkan pada manusia seperti kami?” tanya Fahmi dengan wajah sedih.

Pemuda tadi berjingkrak-jingkrak, menepuk-nepuk tangannya kegirangan dengan ekspresi gembira, “Iya aku senang aku senang!”

Fahmi mengerutkan kening tak habis pikir, “Aku tak yakin kau senang. Apa ini semua cukup bagimu? Atau ada suatu misteri yang perlu aku pecahkan? Tentang desa ini... ada suatu urusan yang belum selesai kan?” tanya Fahmi menyelidiki.

Mata pemuda itu mendadak berkaca-kaca, bibirnya bergetar, menatap Fahmi ragu-ragu, ingin meraih wajah Fahmi kemudian dia menarik tangannya secara mendadak dan membalikkan tubuh. “Tidak...” ucap pemuda itu dengan nada dingin.

Fahmi jadi semakin yakin ada sesuatu yang disembunyikan, “Hei tampan, kamu gak usah takut. Ayo mendekat, jelaskan denganku secara perlahan...” bujuk Fahmi dengan nada lembut.

Pemuda itu menoleh ke arah Fahmi dengan gerakan patah-patah, “Tidak! Tidak... dia akan menyakitiku! Aku tidak mau, sakittt... aaaaaargghhh...” erangnya histeris sambil bergulung-gulung di lantai.

Mendadak rantai yang mengikat Fahmi lenyap sehingga membuat tubuhnya yang tak siap terjatuh ke arah depan. Fahmi bangun perlahan, dia berjalan ke arah pemuda itu, menggenggam tangannya dan merengkuh tubuhnya ke dalam pangkuannya, “Tenang... tolong tenang, ada aku disini.. gak ada yang menyakitimu...” Fahmi mencoba menenangkan pemuda itu, dia usap kepalanya dengan lembut.

Pemuda itu menangis, dia memeluk dada Fahmi, terisak dalam pelukan Fahmi. Fahmi semakin bingung tapi dia sabar menunggu pemuda tampan nan bugil itu untuk lebih tenang.

Sekitar lima menit, tangisan itu sudah tak terdengar lagi, Fahmi tarik dagu pemuda itu, “Apa yang kau takuti?” tanya Fahmi hati-hati.

“Wanita itu...”

“Wanita? Wanita yang mana?” Fahmi sangat bingung, selama di desa ini dia tak pernah menangkap sosok wanita.

“Biar aku jelaskan dari awal. Kau tau kan tentang kebakaran di sini dua tahun lalu?” tanya pemuda yang belum diketahui namanya itu.

“Iya, aku pernah dengar. Apa yang terjadi.”

Pemuda itu mengalungkan tangannya di leher Fahmi, menggesekkan kepalanya manja dan mulai bercerita, “Semua berawal sebelum kebakaran itu, dan kebakaran itu juga ada hubungannya dengan semua ini. Waktu itu ada seorang gadis yang sebaya denganku, dia teman sekelasku di kampus. Namanya Ratna. Ratna ini bukan gadis yang cantik, tapi memiliki percaya diri yang tinggi, dia selalu menyatakan cintanya dengan banyak laki-laki di desa ini. Tapi mereka justru sering menghina Ratna. Mayoritas laki-laki di desa ini tak terlalu pandai menghargai wanita, selalu menilai wanita itu matre, wanita itu murahan, wanita itu racun dan banyak hal hina yang diberikan kepada wanita. Tapi mereka tetap menyukai wanita. Puncak kebencian Ratna kepada lelaki di desa ini saat kakaknya yang sangat cantik dibanding dirinya diperkosa bergilir oleh pemuda di desa ini. Kemudian dibunuh. Awalnya dia sangat membenci semua lelaki di desa ini, hingga akhirnya aku datang dan dia jatuh cinta denganku. Aku selalu berusaha sopan dengannya, tak pernah menolaknya namun juga tak menerimanya. Jujur saja, dia bukan typeku tapi disisi lain aku tak tega menolaknya. Aku mencoba menjadi sahabat baik dari wanita yang selalu ceria padahal memendam luka. Setiap hari kami bersama, tapi lama-kelamaan aku merasa gerah dengan sikapnya yang posessif. Dia selalu menerror gadis yang mendekatiku. Puncak kemarahanku adalah ketika dia membuatku gagal mendapatkan gadis yang aku incar. Tanpa sengaja aku menghinanya sebagai wanita yang tak tau diri dan parasit, dia hanya ingin menempel padaku yang populer agar ikut tenar. Mendadak wajahnya dingin menatapku. Tak lama kemudian, aku mendengar kabar bahwa gadis malang itu menjadi gila. Aku benar-benar merasa bersalah. Kegilaannya sungguh menyeramkan, dia menyakiti siapa saja yang mendekatinya. Saat malam hari, dimana pihak kepolisian tak bertugas, warga kampung membawa gadis itu ke tengah desa, memasungnya di kayu, menumpuk banyak kayu bakar dan membakarnya hidup-hidup. Aku menangis melihat pemandangan itu, berusaha menggoyang-goyang tangan kepala desa agar segera menyelamatkannya. Tapi sia-sia. Sekilas aku mendengar dia berteriak, ‘Kalian adalah manusia-manusia iblis yang tak bisa menghargai wanita, memandang picik orang lain, menyama ratakan kami dengan wanita busuk lainnya. Lihatlah kalian semua akan menyesal melakukan ini. Desa ini aku kutuk, kalian tak akan bisa merasakan ketertarikan dengan wanita mana pun, kalian tak akan bisa mati dengan mudah dan kalian akan menjadi budakku!!!! Aku benci semua lelaki dan benci wanita jalang yang membuat kami yang tak bersalah menjadi disama ratakan.’ erangnya. Dan mendadak api itu membesar, menyambar seluruh orang yang berkerumun,  desa ini habis terbakar namun tak melewati perbatasan.”

Fahmi menunduk sedih, “Miris sekali zaman sekarang banyak yang tak pandai saling menghargai, mungkin bisa jadi pelajaran jika kita hidup berdampingan dan tak boleh saling menjatuhkan. Walau banyak sekali kasus wanita atau lelaki tak baik, tapi masih ada yang baik. Lelaki membutuhkan wanita, begitu pun sebaliknya. Buat apa menghina?”

“Begitu lah kenyataannya..”


Fahmi mengigit bibirnya, “Jadi semua orang di desa ini mati?”

“Belum, tubuh kami terluka parah, kami bisa merasakan rasa sakit dan ketakutan. Tapi sebagian besar jiwa kami dikuasai kutukan iblis itu, kami memiliki kemampuan supranatural yang hanya bisa kami gunakan untuk menuruti perintah Ratna yang menjadi ratu dari semua kasus ini. Dan Ratna akan menyiksa kami jika kami membantah. Sehingga kami terpaksa menjadi pembunuh berdarah dingin untuk bertahan.” Desisnya lemah.

“Apa kau juga terbakar dalam insiden waktu itu?” tanya Fahmi.

“Tentu saja. Tubuhku juga hancur seperti yang lain, meleleh bahkan wajahku hilang. Yang kau lihat hanya ilusi yang aku ciptakan tentang keutuhanku dulu.”

“Ohh.. begitu..” desis Fahmi.

“Kau mau melihatku?’’ mendadak tubuh pemuda itu berubah seperti makhluk-makhluk yang muncul di desa ini. Fahmi langsung memejamkan mata.

Pemuda itu kembali menjadi tampan dan tertawa gelak, “Hahaha.. kau ini membuatku semakin cinta saja. Aku suka menggodamu.”

“Hei, kau tak mungkin mau seperti ini terus kan? Apa ada yang bisa aku lakukan untuk menyelamatkanmu dan yang lain? Mari kita hentikan kutukan ini, keluar dari desa ini, aku akan membawamu ke rumah sakit dan menyembuhkanmu.”

Pemuda itu menggeleng, “Terlepas dari pengaruh iblis di dalam tubuhku, aku tak yakin mampu bertahan hidup merasakan sakit yang luar biasa ini. Manusia biasa pasti akan mati, lagi pula... tubuhku sudah busuk, mana mungkin aku bisa hidup. Kecuali dokter zaman sekarang memiliki kemampuan memindahkan ragaku ke dalam tubuh yang masih utuh haha...”

“Hei... jangan pesismis. Masih ada kesempatan, sekarang beritahu aku caranya menghentikan kutukan ini.”

Pemuda itu memanyunkan bibirnya, “Tak ada untungnya buatku memberitahukan hal itu, aku bisa bermain disini dan memilikimu”

Fahmi, “Kau mencintaiku?’’

Pemuda itu mengangguk semangat, Fahmi kembali membujuk, “Cinta itu adalah dimana kau lebih mengutamakan orang yang kau cintai dibanding dirimu sendiri.”

“Basi... bagiku cinta itu harus memiliki hehe..” dia memeluk Fahmi dengan erat.

Fahmi menghela nafas, “Apa kau tak bosan dengan semua ini? Hidup dengan suasana mencekam, menghancurkan hidup orang lain... cobalah memilih jalan lain, membuat kehidupan orang lain lebih berarti itu memiliki kepuasan tersendiri. Aku hidup bukan hanya untuk diriku sendiri, aku memiliki orang tua, dua adik, tetangga, teman kampus, kehidupan sosial. Mereka semua pasti akan sedih jika aku menghilang, banyak hati yang harus aku jaga. Terutama orang tuaku, aku tulang punggung keluargaku.. entah bagaimana jadinya jika aku tak ada lagi.”

Pemuda tadi terdiam, mendadak memori-memori dirinya dengan keluarganya muncul dalam benaknya, kehidupan normal yang menyenangkan... matanya berkaca-kaca dan memeluk Fahmi erat, “Tubuhnya ada di pusat desa.”

“Maksudmu?” tanya Fahmi bingung.

“Tubuh Ratna ada di pusat desa, terpasung di kayu itu. Kata kakekku yang menghampiriku tahun lalu, cara melepaskan kutukan ini adalah dengan cara menempelkan sebuah lambang ke tubuhnya.”

“Lambang? Lambang apa?”

“Umm benda itu ada di bawah tanah. Terbuat dari emas, bentuknya bulat, ada lambang bintang dan berlian di tengahnya.”

“Baiklah, aku akan mencarinya...” Fahmi beranjak mengambil pakaiannya yang ada di tempat dia terpasung tadi, dia berangkat, berlari-lari kecil namun dia menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. “Oh ya, siapa namamu?” tanya Fahmi.

“Wisnu...” ucapnya dengan senyum tipis.

“Baiklah Wisnu, terimakasih banyak.”
Mendadak pemandangan berubah normal kembali seperti layaknya Desa Loranten, tanpa gurun dan bulan besar. Semua hanyalah ilusi.

TBC

Apa ya... garing banget sih rasanya menurutku, menurut kalian sendiri ada gregetnya gak?
                          
Komentar kalian sangat berarti buatku jadi sempatkan beberapa detik kalian buat ninggalin komentar yaah ^/\^

2 comments: