Kau Harus Menyukaiku
By Yanz
Rate: Teen+
“Kimi ga daisuki da..” desis pemuda mungil
itu pelan sambil menatap mata lawan bicaranya.
“Apa? Kau bicara apa?” Tanya pemuda tinggi
itu dengan senyuman ceria.
“Aku mencintaimu!”
PRAAANG…
Seorang pelayan wanita langsung menjatuhkan
nampannya yang berisi dua gelas lemon tea ketika mendengar percakapan Mereka.
Dimas si pemuda tinggi tadi langsung membantu pelayan itu membereskan gelas
yang berserakan, “Gak terluka kan?” tanyanya dengan pelayan wanita itu dengan
senyuman, pemuda mungil yang merasa dicuekin langsung memandang tajam kemudian
berlari dari restoran itu, terdengar Dimas manggilnya tiga kali tapi gak dia
gubris.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Namanya Dian, cowok yang berumur 18 tahun
ini adalah seorang bisex yang lebih suka cowok 70% dan suka cewek 30%. Walau
dia abnormal tapi dia tak pernah ngerasa terganggu karena dia selalu perpacaran
dengan lawan jenis. Memang, setiap melihat pemuda tampan dan sexy pasti dia
suka tapi dia belum pernah memberanikan diri buat berhubungan serius dengan
laki-laki secara nyata.
Itu dulu. Dia berubah fikiran semenjak kenal Dimas tahun
lalu. Dimas adalah seorang artis pendatang baru dan juga seorang model. Dia
terkenal ramah dan supel namun semakin dekat semakin menjengkelkan, namun Dian
tetap menyukainya.
Perekenalan mereka sungguh tidak disengaja,
karena memang sama sekali tidak direncanakan. Waktu itu dia masih kelas 3 SMA,
dia pulang sekolah dengan sepeda namun waktu itu setelah sampai di suatu jalan
yang cukup sepi dia mendengar ada seseorang berteriak, “Hei!! Berhenti, kamu
yang pakai sepeda berhenti!” sontak Dian langsung me’rem sepeda dan menoleh kebelakang.
Terlihat seorang pemuda tinggi yang memakai kemeja biru pudar dan berlari
sampai ngos-ngosan, “Kau ini yah, dari tadi aku panggil apa kau tidak mendengar
heh?” katanya sambil jitak kepala Dian pelan.
“Siapa kau? Datang-datang main jitak!”
protes Dian sambil melepaskan headset yang ada di kupingnya.
“Haissshh… pantas aja kau tidak mendengar,
makanya kalau diperjalanan jangan pasang headset, mana sepedamu cepat banget
kaya atlet balap sepeda, nih dompetmu tadi jatuh di jalan A.”
Dian langsung cengok memandangnya takjub,
keringat berkucuran di leher dan dada Dimas, “Kau berlari dari jalan A? yaampun
jauh amat, nyaris 2 km dari sini!” kata Dian yang masih bengong.
“Aduh capek, yaudah aku tidak ada waktu
mengobrol. Lain kali hati-hati adik hmm,” katanya memasukkan dompet Dian dalam
tas selempangnya kemudian mengusap kepala Dian. Saat dia berlari, Dian tahan
tangannya.
Nah sejak saat itu Dian selalu buntutin
Dimas kemana pun. Bahkan sekarang Dian lebih nekat, dia kabur dari rumah dan
nyeret-nyeret dua koper besar ke sebuah apartemen mewah yang dia tau itu
kediaman Dimas. Sesampainya di depan pintu tujuan dia mulai mengetuk pintu.
Kreekk…
Suara pintu terbuka, dia tatap datar Dimas
yang lagi menggosok-gosok rambut basahnya dengan handuk, tercium bau harum nan
manly darinya yang baru habis mandi sepertinya? “Eh kau Dian, ada apa?”
tanyanya bingung dan menaikkan satu alisnya.
Tanpa babibu Dian langsung masuk dan
menyeret dua koper besarnya, “Eh aku belum menyuruhmu masuk!” protesnya.
Dian langsung menghempaskan badan ke sofa terdekat,
“Gila, melelahkan sekali! aku tuh gak tau caranya naik lift jadinya aku naik
tangga sampai lantai 8 sambil nyeret-nyeret koper besarku ini aaakhh!” keluh
Dian sambil ngacak-ngacakin rambut.
Terlihat Dimas berada di depan kulkas
kemudian melemparkan minuman kaleng ke Dian, “Huahahaha.. kamseupay banget ya?
Hei buat apa juga bawa-bawa koper segala?”
“Aku mau hidup bersamamu!”
PRUUTTT!
Spontan minuman kaleng yang Dimas minum langsung
nyembur, “Eh apa yang kau katakan? kau pikir rumahku panti asuhan heh! Eh
pulang sana!”
“Tidak mau… jadi mana nih kamar untukku?”
kata Dian celingukan dan membuka semua ruangan seenak jidat. Terlihat Dimas
mengusap wajahnya frustasi.
“Selalu saja merepotkanku, pulang sana…
pasti ortumu khawatir!” katanya menyeret-nyeret Dian menuju pintu keluar tapi
Dian bersikeras tetap di dalam sampai akhirnya Dimas menyerah.
“Aku mau tinggal di sini titik.”
Dimas menggeleng heran dan tersenyum geli,
“Tapi aku tidak punya kamar lain, kau tidur di sofa ok?”
“Aku tidur di kamarmu saja kalau begitu,
aku tidak mau di sofa,” kata Dian seenaknya.
“Ck… TIDAK BISA BOCAH.”
Dan terpaksa Dian menurut melihat wajah
seram Dimas.
“Aku ada pemotretan, kamu tinggal di sini
saja jaga apartemenku, ok?”
“Tidak mau, kau harus mengajakku!”
“Merepotkan sekali, yasudah.”
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Dian terus menatap Dimas yang sedang
berpose penuh pesona, sesekali Dian mengigit pelan bibir bawahnya, “Awesome…”
desisnya pelan.
“Okay, cukup buat hari ini Dimas. Hei
ngomong-ngomong siapa brondong ini?” Tanya fotografer sambil menatap Dian
dengan senyuman.
“Aku kekasihnya,” ucap Dian datar. Wajah
fotografer itu langsung shock.
“Ahahaha… adikku yang manis ini memang suka
bercanda bos, jangan didengarkan. Dia adikku,” kata Dimas sambil merangkul Dian
akrab.
“Oh begitu, tapi kenapa kalian tidak
mirip?” Tanya fotografer kebingungan.
“Tentu saja tidak mirip, kan kubilang
kami…” kata-kata Dian langsung terpotong saat Dimas menjitaki kepala Dian
dengan geram.
“Ahahaha… kita beda ibu,” kata Dimas dengan
senyuman salah tingkah.
“Oh… hahaha… kalian sepertinya sangat dekat
ya, mungkin adikmu juga bisa model di sini?”
“Aku tidak berminat masuk dunia hiburan,
itu memuakkan,” jawab Dian jutek.
“Tapi penghasilannya lumayan dek,” bujuk
fotografer itu.
“Ahahaha… sudahlah bos, dia tidak ada bakat
begituan. Yasudah kami mau ke tempat lain dulu, see you bos.”
>>>>>>>>>
BRAAAK!
Dimas menghempas tubuh Dian ke dalam mobil,
“Sudah kubilang tadi apa? Jangan merepotkanku! Sekali lagi kau berulah dan
merusak reputasiku kau akan kubuang ke hutan Amazon.”
“Menyebalkan! Ah aku lelah mengikutimu
bekerja seharian!!” rengek Dian.
“Diam saja kau lelah apalagi harus bekerja
sepertiku. Be sweet boy, aku akan memberimu hadiah nanti.”
“Hadiah apa apa kak?”
“Lihat saja nanti. Sekarang kau belikan
minuman di seberang jalan sana. Yang dingin!” kata Dimas sambil memberikan uang
seratus ribu.
“Besar sekali uangnya, beli minum doang.”
“Jangan banyak protes, sisanya buatmu
saja.”
“Wahaha dasar royal.”
Dan setelah Dian selesai membelikan
minuman, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke tempat kerja yang lain.
Seharian penuh Dimas harus bekerja, dan dengan terpaksa Dian mingkem untuk
menghindari amarah Dimas. Di lokasi syuting Dian digoda banyak wanita, dari
pegawai biasa sampai para artis tapi Dian hanya bersikap dingin. Dan sampai
akhirnya mereka pulang jam 9 malam.
“Aaarrghhh
lelah sekali,” keluh Dian sambil mengempaskan tubuhnya ke sofa.
“Sekali lagi kau mengeluh akan aku masukkan
dalam tong sampah,” kata Dimas dengan cengiran khasnya.
Dian hanya memajukan bibirnya karena kesal,
“Hei aku mandi dulu, kau cari makan di luar sana!” perintah Dimas.
“Gak mau! Hissshhh… aku sadar sekali ya,
seharian ini kau memperlakukanku seperti babumu, kau suruh aku ini itu.”
“Pulang sana!” usir Dimas.
“Baiklah baiklah… aku rela jadi babumu asal
selalu di sampingmu,” jawab Dian malas-malasan dan Dimas hanya tersenyum.
Dimas selesai mandi dan Dian pun juga mandi
setelah dia selesai membeli makanan. Mereka pun makan bersama setelah Dian
selesai mandi, seperti biasa mereka bercengkrama, bercanda bahkan berkelahi
meskipun tidak serius, karena sesungguhnya Dimas menyayangi Dian sebagai adik
jadi dia tidak tega jika harus kejam pada Dian. Dimas bersikap keras hanya
untuk meruntuhkan ambisi Dian yang selalu ingin mengambil hatinya, Dimas tidak
bisa memberikan harapan lebih karena dia pemuda normal.
“Aku menyukaimu kakak…”
“Haaah… ke-7 kalinya kau menyatakan cinta
padaku hari ini, aku bosan mendengarnya.”
“Maka dari itu jawablah.”
“Tadi sudah kujawab.”
“Bukan itu jawaban yang kumau bodoh.”
“Apa? Berani sekali ya kau mengatai orang
yang lebih tua darimu!” kata Dimas yang menyerang Dian dengan jepitan ketek
mautnya. Sampai Dian kewalahan ketika lehernya dijepit dengan ketek Dimas.
“Siapa suruh bodoh!” tambah Dian.
“Apa? Apa yang kau bilang anak kecil?”
ancam Dimas sambil menggelitiki tubuh Dian.
“Ah… ahahaha… ampun ampun… iya ampun kakak
ganteng.”
“Yasudah, bereskan nih makanan, cuci piring
setelah itu tidur. Besok kau di apartemen saja jangan mengikutiku.”
Dian memicingkan matanya kesal.
Dengan terpaksa Dian melaksanakan apa yang
diperintahkan, tubuhnya terasa sangat berat hari ini karena begitu banyak
tempat yang dia kunjungi, namun satu hal yang dia suka dari hari ini, dia jadi
banyak makan makanan enak dan makanan yang belum pernah dia makan, Dimas memang
mapan sekarang sehingga dia tidak banyak pikir untuk mengeluarkan banyak uang
untuk makanan dan apapun.
“Aku tidak bisa tidur, kepalaku sakit kalau
harus tidur di sofa.” Kata Dian menyelinap masuk ke kamar Dimas
Tanpa bicara Dimas melemparkan satu bantal
pada Dian, “Tutup pintunya,” kata Dimas yang masih fokus pada laptopnya.
Dian pun masuk ke kamar Dimas dan menutup
pintu kemudian membaringkan tubuhnya di samping Dimas, “Hei siapa yang
menyuruhmu masuk heh?” Tanya Dimas kesal.
“Katanya tutup pintu.”
“Kubilang kau keluar bawa bantalmu dan
tutup pintunya!” teriak Dimas penuh emosi.
Dian langsung menciut dan pasang wajah
memelas, “He-hei… kau menganggap serius perkataanku?” tanya Dimas khawatir.
Namun Dian hanya diam dan masih menunduk, “Hei! Kau jelek sekali kalau merajuk
begini,” protes Dimas namun Dian masih diam.
CUP…
Dimas mengecup singkap bibir Dian, dan Dian
langsung menoleh cepat ke sampingnya, “Ka-kau… barusan…”
“Aku tidak suka melihatmu sedih seperti
tadi, kau senang kan?” Tanya Dimas dengan wajah datar.
Dian langsung menyengir lebar, “TENTU SAJA
AKU SENANG KYAHAHAHA!” teriaknya.
“Begitu saja kau senang, dasar anak kecil.”
“Walaupun kau hanya tidak serius
melakukannya, tapi aku tetap senang,” kata Dian pelan dan menimbulkan semburat
merah di pipinya.
“Kau memerah?” Tanya Dimas dengan cengiran
licik. Tanpa bicara Dian langsung menarik selimut dan tidur membelakangi Dimas.
‘Ah… perasaan apa barusan? Aku sangat
senang menggodanya dan membuat wajahnya memerah begitu,’ batin Dimas.
“Hai… sikap macam apa itu, masa kau
membelakangiku heh?” kata Dimas sambil menarik pinggang Dian dan membalik tubuh
Dian.
“Isshhh… Sial…” umpat Dian.
“Ahahaha… wajahmu memerah, lucu sekali!”
kata Dimas kegirangan, tapi Dian hanya menatap jutek ke arah Dimas.
Dimas menarik tengkuk Dian dan mendekatkan
wajah mereka, ‘Benar-benar… lucu kalau dilihat seperti ini dan aku semakin
ketagihan mempermainkannya,’ batin Dimas.
“Ka-kau mau apa huh?” tanya Dian gugup.
Tanpa banyak bicara Dimas langsung melahap
bibir ranum Dian. Dian sangat terkejut orang yang sangat dia sukai menciumnya
ah tidak.. bukan sekedar ciuman namun lumatan, wajah Dian bertambah bersemu dan
memejamkan matanya karena begitu gugup.
“Kau suka? Kelihatannya kau sangat suka
hahaha…” kata Dimas setelah melepaskan kecupannya.
“Kenapa kau tertawa heh? Apa ciuman tadi
tidak serius?”
“Tentu saja tidak, adik kecil. Aku hanya
sangat senang menggoda dan mempermainkanmu, kau benar-benar lucu seperti
boneka,” kata Dimas mengejek.
“SIAL!” bentak Dian yang kembali
membalikkan badannya. Namun Dimas kembali jahil, dia mengecup bahu Dian dan
mengelus perut Dian yang membuat wajah Dian bertambah merah, “Kak… eekkhhh… apa
yang kau lakukan aaah…” desah Dian.
‘A-apa yang barusan dia lakukan? Dia
mendesah? Waw.. aku menyukainya, terdengar lucu hahaha…’ batin Dimas.
“Aku menggodamu, sepertinya kau sangat
menyukainya hahaha…” ejek Dimas dan kembali menjilat leher dan kuping Dian.
“Emmhh.. i-iyaahh… aaahhh aku menyukainya,
apa kau juga menyukainya kak?”
“Tidak. Aku hanya suka expresimu yang
begitu… emmm begitu… entahlah, aku hanya suka reaksimu.”
“Emmhhh aaakhhh…” Dian mendesah keras saat
tangan Dimas meremas penisnya yang menegang. Dimas membalik tubuh Dian dan
memasukkan tangannya dalam celana Dian.
“Dasar gay, baru sebentar sudah bangkit,”
ejek Dimas sambil memainkan ujung penis Dian.
“Aaakhh… Ohhh… Kak… emmhh..” desah Dian
sambil memegang lengan Dimas.
Dimas kembali mengocok penis Dian yang
sudah sangat keras, “Wajahmu terlihat manis sekali adik huahaha… emmhh…” kata
Dimas sambil menjilat pipi Dian.
“Teruss… eeessshhh… aaakkhhh aku sudah mau
keluar emmmhhh…” desah Dian keras namun kocokan Dimas langsung berhenti.
“Cukup, hoaaamm… aku mau tidur, bye..”
“WHA-WHAT??? Kau mau berhenti ketika sudah
diujung? Sial!” Dian langsung berlari terbirit-birit ke toilet sedangkan Dimas
tertawa gelak di atas kasurnya.
Setelah Dian berhasil ‘mengeluarkan’
bebannya di toilet dia pun kembali ke kamar, namun Dimas sudah tidur terkapar
bagaikan mayat, wajar saja, hari-harinya begitu berat dan padat. Dian pun
merebahkan tubuhnya juga di kasur yang sama kemudian tertidur dengan memeluk
tubuh hangat Dimas.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Ku rasa ku sedang dimabuk cinta
Nikmatnya kini ku dimabuk cinta, dimabuk
cinta
Bayangkan bila harimu penuh warna
Itulah yang saat ini ku rasakan
Suara HP Dimas membangunkan tidur nyenyak
Dian. Dia raih HP yang ada di meja itu dan melihat sebuah panggilan dari ‘My
love’. Dian mengerutkan kening karena kesal, ‘Pasti pacarnya’ batin Dian.
“Eheemmm ehemm..” Dian berdehem sebelum
mengangkat telepon, “Halo~” ucapnya dengan suara selembut mungkin bagaikan
wanita.
“SIAPA INI?” bentak suara wanita dari
seberang sana.
“Nyantai ya jeng~”
“Aku Tanya kamu siapa? Kenapa pegang HP
Dimas.”
“Aku pacarnya makanya mainin HPnya, tadi
malam kami tidur bersama, kamu siapa?”
Tutt… Tuut… Tutt..
“YEAAAH!” teriak Dian bahagia.
“Hmmm… ada apa nih?” Tanya Dimas yang
terbangun dan mengucek matanya.
“Gapapa…” jawab Dian datar.
“Hei kenapa HPku ada di kamu?” Tanya Dimas
sambil merampas HPnya, “Astaga! Tadi ada perempuan yang menelepon?”
“Hn…” jawab Dian malas.
Dimas menatap Dian kesal dan menelepon
seseorang, “Baby…” ucap Dimas memelas di telepon.
“Kita putus…”
“A-apa? Kenapa? Tidak bisa begitu!”
“Kau tidur dengan wanita lain kan? Kalau
tidak buat apa ada wanita yang mengangkat telepon pagi-pagi begini hikh…”
“Baby, itu…”
Tutt… Tutt… Tutt…
“Huahahaha…” Dian tertawa puas.
PRAAK!
Dimas menampar keras wajah Dian hingga
hidungnya berdarah, “Apa yang kau katakan hm?”
Dian hanya diam dan menundukkan wajahnya.
“Kamu itu ya, dikasih hati minta jantung. Makin lama makin ngelunjak dan
seenaknya. Merepotkanku saja aaakkhh!” bentak Dimas yang langsung meninggalkan
Dian.
>>>>>>>>>>>>>>>
Seharian Dimas di luar tanpa beristirahat
ke apartementnya, dia benar-benar kesal pada Dian yang membuat hubungannya
dengan pacarnya hancur. Dan setelah jam 11 malam dia pulang.
Ditatapnya apartement gelap itu,
dinyalakannya semua lampu, “Seperti tidak bernyawa saja apartement ini, Dian
kau dimana?” namun panggilan tidak ada yang menyahut. Dimas masuk ke kamarnya
dan menemukan sepucuk surat di kasur.
‘Dear Kak Dimas, maaf selama ini aku
terlalu merepotkanmu. Tapi aku cukup bahagia bisa kenal denganmu setahun ini,
walau pun perasaanku selalu sakit. Tapi kakak bisa bernafas lega, karena aku
akan ke Amerika untuk melanjutkan kuliahku. Niatnya aku cuma ingin menghabiskan
sisa-sisa waktuku di Indonesia bersama kakak… tapi yasudahlah, terimakasih
tumpangannya. With Love Dian-
“AAAHH AKHIRNYA AKU BEBAS!” teriak Dimas
riang sambil menghempaskan tubuhnya ke kasur.
Namun cengiran lebar Dimas langsung
terhapus ketika mengingat kejadian tadi pagi, “Haaah sepertinya aku terlalu
kejam tadi pagi. Pasti dia sangat sakit hati.”
Dia mencoba memejamkan mata namun teriakan
Dian, wajah Dian, gangguan Dian dan all about Dian membuatnya tidak tenang. Dia
memegang dadanya, seperti ada perasaan yang mengganjal, apakah ini yang namanya
kehilangan?
Dimas langsung bangkit dari tidurnya dan
berlari ke luar apartement. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di rumah Dian, dia melihat rumah Dian gelap seluruhnya.
“Diaan? Keluar!” teriak Dimas namun tidak
ada balasan. Dia juga menghubungi HP Dian tetapi tidak dijawab. Dimas putus
asa, dia duduk di teras rumah Dian dan meletakkan kepalanya di tangannya yang
terlipat. Tapi tiba-tiba ada yang memeluk lehernya dari belakang, “CILUK BAAA!”
teriak Dian dari belakang.
“Dasar anak kecil, sini jangan main-main!”
kata Dimas yang menarik tubuh Dian agar duduk di sampingnya.
“Tidak kusangka ternyata kau khawatir.”
“Haah… Hmm…” gumam Dimas.
“Kau kehilangan?”
“Yaah… begitulah, lagi pula aku ingin
meminta maaf karena terlalu keras denganmu tadi pagi.”
“Sudahlah… kau datang ke sini sudah menjadi
obat.”
“Eumm… sebelum kau ke Amerika lebih baik
kau tinggal bersamaku dulu,” kata Dimas salah tingkah.
“Siapa yang mau ke Amerika hoaaamm…” Tanya
Dian malas dan merebahkan kepalanya di paha Dimas
“Kau kan? Dalam surat kau mau kuliah.”
“Kau fikir aku orang kaya apa? Rumah gubuk
begini mau ke Amrik, percaya?”
Dimas langsung menjitak kepala Dian, “Kau
membuatku takut saja, dasar!”
Dian meringis kesakitan dan bangkit, senyum
mengembang di bibir ranumnya, “Niichan, suki desu (kakak, aku mencintaimu).”
“Su-suki dayo… (A-aku juga mencintaimu).”
Balas Dimas kemudian mengecup bibir ranum Dian.
Dan mereka hidup bersama dengan
pertengkaran yang mewarnai hubungan mereka. Mereka adalah pasangan terribut di
dunia karena terlalu sering bertengkar namun hal itu lah yang membuat mereka
tidak pernah bosan satu sama lain.
END
No comments:
Post a Comment