Desa
Loranten (Part 3)
By:
Yanz
WARNING:
rate 18+
Di
tempat lain, Julian mulai membuka mata secara perlahan. Berkedip-kedip cepat
dalam satu menit pertama. Saat kesadarannya pulih total dia terbangun,terduduk
dengan pandangan kosong. Hal selanjutnya yang dia lakukan adalah meraba dahinya
yang terluka, “Aduh... issh.. berdarah..” desisnya dengan wajah suram dan
mengecek darah yang menempel di tangannya.
Dia
raba kepalanya, topinya hilang. Headset dan tas yang berisi berbagai gadjet
juga hilang karena tertinggal di mobil yang sudah meledak. Julian kebingungan
bagaimana caranya mengontak para sahabatnya?
Julian
menengok sekitar, gelap. Hanya ada satu cahaya di depannya, cahaya yang berasal
dari lubang di atas yang berbentuk bundar tapi sangat tinggi lubang cahaya itu.
Tatapan Julian langsung menegang saat dia merasa tempat tangannya bertumpu
sedikit bergerak, teksturenya lembek dan berlendir. Saat Julian menengok ke
arah lantai dia langsung berdiri dari lantai itu. Lantai yang terbuat dari
daging, bergelombang seolah sedang bernafas. Daging yang terkoyak dari kulit
lebih tepatnya.
Julian
berlari kesana kemari mencoba mencari jalan keluar namun tak ada pintu satu
pun. Julian justru harus dikejutkan dengan dinding yang lagi-lagi terbuat dari
daging hidup, ruangan sempit dan gelap itu terbuat dari daging.
Julian
meremas tangannya geram, dia tinju dinding lembek itu dengan kuat dan...
“AAAAAAARGHHH!!!” Julian berteriak terkejut saat ada banyak mata yang terbuka
dari dinding-dinding itu karena mendapatkan tinjuan Julian.
Julian
langsung duduk memeluk lututnya, menyembunyikan wajahnya di balik lutut dan
memejamkan mata sekuat mungkin. “Tuhan... Tuhaan.. tolong Julian...” ringisnya
sambil menutup kuping.
“Arie...
Adaam... Fahmi hikh... tolong.. Fahmi kalian dimana...” isak Julian yang putus
asa dengan tubuhnya yang terjebak di ruangan asing ini.
“Julian...
Julian...” panggil suara yang begitu kalem dan tenang.
Julian
mencoba mengangkat wajahnya perlahan, dia langsung menyipitkan mata karena
matanya terkejut akan cahaya yang sangat terang memenuhi ruangan ini. Perlahan
penglihatannya mulai bagus, dan dia dapat melihat apa yang ada di depannya.
“Fahmi!!!” teriak Julian langsung menerjang sosok pemuda berkacamata di
depannya.
Julian
menatap sekitar, dia terheran. Di ruangan apa lagi dia berada sekarang? Ruangan
ini berwarna putih mulai dari lantai, dinding hingga langit-langitnya. Cahaya
sangat terang, yang muncul entah dari mana, tak ada lampu di sini atau
perabotan yang lain. Bahkan pintu pun tak ada, hanya ruangan kosong tanpa
cacat.
“Iya
ini aku, Fahmi.” Ucap suara itu dengan tenang. Dia juga tersenyum lembut pada
Julian.
“Kamu
gak terluka?” tanya Julian sambil memutar-mutar tubuh Fahmi.
“Hahaha..
kamu ini, seharusnya kamu gak terlalu memikirkanku. Aku gak apa-apa, justru kamu
yang terluka kan?” tanya Fahmi sambil menyentuh perlahan luka di jidat Julian.
Julian langsung meringis, “Maaf...” desis Fahmi.
“Ah
gak apa-apa. Fahmi, Arie sudah ditemukan? Bagaimana dengan Adam? Kamu
bersamanya kan?” tanya Julian bertubi-tubi.
Fahmi
tersenyum aneh, “Untuk apa kamu memikirkan mereka sedangkan disini ada kita
berdua hm?’’ Fahmi mendekatkan tubuhnya, mempertipis jarak antara dia dan
Julian.
“Maksudmu?
Tentu saja aku memikirkan mereka, karena mereka sahabat kita! Kita harus
bersama bukan!”
Fahmi
menyentuh kulit pipi Julian dengan lembut dan tersenyum tipis, “Mereka sedang
bersenang-senang sayang. Dan kita pun akan melakukan hal yang sama.” Fahmi
mencoba mendekatkan wajahnya pada Julian.
Julian
langsung memundurkan langkah, “Eumm? Fahmi kamu aneh...” Julian menatap Fahmi
dengan hati-hati.
“Gak
ada yang aneh... Kamu gak usah khawatir, mereka akan menemui kita setelah
selesai bersenang-senang. Kita menunggu dulu disini, sambil ikut
bersenang-senang. Bagaimana?” Fahmi meraih tangan mungil Julian dan menggenggam
lembut. Fahmi merengkuh tubuh Julian di dalam pelukannya, dia tahan pinggul
Julian agar tak mencoba memundurkan diri.
“Bersenang-senang
bagaimana?” keringat dingin mengalir di kening Julian.
“Bagaimana
kalau kita bercinta untuk menghabiskan waktu yang tersisa.”
Julian
sontak tertawa gelak, “Ahahaha... Kamu ini apa-apaan? Bercandamu mengerikan!”
Julian menyenggol-nyenggol tubuh Fahmi dengan pinggulnya.
“Aku
gak bercanda, sudah lama aku menginginkan tubuhmu.” Wajah Fahmi mendekat
menyusup di sela-sela leher Julian dan menghirup aroma tubuh Julian.
“Aaaaakh...
Ke-kenapa mesum denganku?!!” tanya Julian dengan nada tinggi.
Fahmi
melepaskan cumbuannya, dia tatap wajah Julian dengan jarak dekat, “Sudah lama
aku menginginkanmu, kurasa sekarang lah waktu yang tepat bagiku untuk
melepaskan segala hasrat terpendamku.”
Wajah
Julian memerah menatap wajah cool Fahmi dengan senyuman tipis, Fahmi melepas
kacamatanya dan melempar ke sembarang arah. Julian baru menyadari bahwa Fahmi
memiliki mata coklat yang indah dan selama ini tertutup kacamata. Hidung Fahmi
yang mancung mendekat untuk bergesekan dengan hidung Julian, “Ekkh..” Julian
membuang mukanya. Dia malu dan juga takut.
Julian
menolak keras saat tangan Fahmi merayap di selangkangannya, “A-apa yang kamu
lakukan?!!”
Fahmi
langsung memasang wajah bengis dan marah, dia dorong kasar tubuh Julian hingga
menabrak dinding. “Aaaaarkkhh...” Julian menggerang keras karena kepalanya
terbentur, dia merosot terduduk ke bawah dan terlihat jelas noda darah Julian
di dinding putih itu.
Mata
Julian bergetar ingin membuka namun kesadarannya menipis. Fahmi mencengkram
dagu Julian, tersenyum iblis, dia buka mulut Julian, mereka mendekatkan mulut
dan ada cahaya merah dari mulut Fahmi yang mengalir memasuki mulut Julian.
Julian
membuka mata secara mendadak, kemudian matanya menatap sayu dan berwarna merah.
Julian
tersenyum aneh menatap Fahmi, dia mendekatkan wajahnya ke arah Fahmi dan
mengecup pipi sang pangeran. Fahmi memejamkan mata untuk menikmati bibir kenyal
itu menjalar di tubuhnya, Julian kini mendapat pengaruh iblis yang membuatnya
tertarik dan bergairah oleh sosok yang ada di depannya sekarang.
Fahmi
meremas pinggul mungil Julian, merebahkan tubuh pemuda oriental itu di lantai
dan menindihnya. Fahmi melumat bibir Julian penuh nafsu, mereka saling melumat.
Fahmi
mengecup kuping Julian, titik sensitif yang sukses membuat pemuda itu
menggeliat tak keruan, “Aaaaaaah...” desah Julian sambil meremas punggung
bidang Fahmi. Julian melingkarkan kakinya di paha Fahmi sedangkan Fahmi bergerak
naik turun untuk menggesekkan alat vital mereka.
“Aaaaaahh...
haaaahh... aaaah...” Julian tak bisa menahan desahannya saat bibir dan lidah
basah itu merayap ke belakang kupingnya dan turun ke lehernya, menghisap-hisap
leher Julian sedangkan tangannya melepaskan jaket putih Julian, menyingkap
T-shirt merah yang Julian kenakan hingga membuat pusar dan puting Julian
terekspose.
“Aaaaah...
eenghh... Aaaah...” Julian kembali mengeluarkan desahan halus saat bibir Fahmi
turun ke dadanya, menjilat, menghisap dan mengigit pelan dadanya.
Tangan
Fahmi sendiri asik bermain di pinggul Julian, kadang menyusup ke belakang untuk
meremas bokong cowok imut itu. “Eeeemhh... sreeppphhh... eemmmhhh...” terdengar
suara isapan dan gumaman Fahmi saat memainkan mulutnya di tubuh Julian.
Tubuh
Julian merinding, perlahan ‘junior’nya menegang dan terlihat dari celana jeans
yang ia gunakan menciptakan gundukan yang mulai membesar. Dengan cepat Fahmi
melepaskan celana Julian dan melemparkannya jauh. Fahmi turun menciumi perut
Julian, mengecup pinggul samping Julian sehingga membuatnya menggelinjang geli.
Fahmi
bergerak lembut namun erotis, membuat Julian merasakan sebuah kenikmatan yang
belum pernah ia rasakan sebelumnya. Fahmi mengecup lembut junior Julian yang
masih terbungkus CD namun secara mendadak Fahmi meremas dan mengocok junior
Julian dengan cepat, “AAAH.. aah.. aah... aaah... ooooohhh. Fahmi..
aaaaaaargghhh.... ooooohh...” erang Julian sambil memejamkan mata, terlihat
sedikit frustasi dan meremas rambutnya sendiri. Julian merasa gemas,
menginginkan lebih.
Fahmi
menurunkan CD Julian, melahap junior Julian hingga habis dan meremas-remas
bolanya. Fahmi membasahi dan memberi pelicin pada junior Julian dengan
salivanya kemudian mengocok pelan sedangkan mulutnya turun ke bawah untuk
menghisap-hisap bola Julian. Terlihat batangan itu sangat mengeras hingga naik
nyaris menyentuh pusarnya, berwarna putih bersih dengan warna kemerahan di
ujungnya. Fahmi sangat gemas memainkan ujung junior Julian menggunakan
jempolnya.
Bibir
Fahmi terus menjelajah menghisapi paha dan betis Julian, memberikan kiss mark
dimana-mana.
Puas
mencicipi sekujur tubuh Julian akhirnya Fahmi melepaskan pakaiannya,
menunjukkan tubuh tinggi, langsing namun
memiliki otot padat yang tak berlebihan seperti binaragawan. Fahmi kembali
merayap ke atas tubuh Julian bergesekan, saat kedua batang itu beradu Julian
kembali mendesah, “Aaaah.. enghhh... aaaahhh...” dengan mimik manja, pemuda itu
memeluk gemas tubuh Fahmi dan menyusupkan wajahnya di dada Fahmi.
Julian
terus menikmati sensasi sensual itu hingga akhirnya dia berteriak kesakitan
saat ada benda padat yang memasuki lubangnya, “AAAAAAARGHHH... Aaaaaaakhhh...
aaaaaakhhh... sakittt... aaah...” Julian memejamkan matanya yang berair tak
kuasa menahan tangisnya karena sakit yang sangat mendalam.
Kejantanan
Fahmi yang memasuki Julian mulai bergerak maju mundur dengan cepat, mata Julian
yang awalnya merah mulai berubah menjadi hitam secara perlahan, rasa sakit yang
luar biasa itu membuat pengaruh kenikmatan yang dikirimkan menjadi memudar.
Kesadaran Julian mulai kembali dan betapa terkejut saat ia membuka mata tubuhnya
digerayangi dan dimasuki oleh makhluk-makhluk aneh seperti manusia, tak
memiliki rambut, wajah, kulit, hanya daging membungkus tulang, makhluk yang mirip dengan yang menyerang Arie
sebelumnya dengan tubuh yang lengket berlendir dan berbau amis. Ruangan pun
kembali menjadi ruangan daging seperti pemandangan Awal. “Aaaaaaaarggghhhh...
aaaaaaaaaahhhh...” teriak Julian panik saat makhluk itu jumlahnya semakin
banyak hampir memenuhi ruangan dan mereka menggerayangi Julian. Rupanya sosok
Fahmi yang Julian lihat hanya ilusi yang dibuat oleh makhluk-makhluk iblis
tadi.
TBC
Itu
rasanya habis diambung ke angkasa terus dilempar ke bawah ya wkwkwk udah dikira
anu sama cwok ganteng eh nasib.a sama juga dirape yg ngeri-ngeri...
Cerita
nasib arie di part selanjutnya.
Yaudah
ditunggu koment kalian yg sangat berharga. I love u readers :*
lanjuttt ceritanya bikin merinding, kren
ReplyDeleteiya udah dilanjutin
Delete