Saturday, February 6, 2016

Desa Loranten (Part 3)



Desa Loranten (Part 3)

By: Yanz

WARNING: rate 18+

Di tempat lain, Julian mulai membuka mata secara perlahan. Berkedip-kedip cepat dalam satu menit pertama. Saat kesadarannya pulih total dia terbangun,terduduk dengan pandangan kosong. Hal selanjutnya yang dia lakukan adalah meraba dahinya yang terluka, “Aduh... issh.. berdarah..” desisnya dengan wajah suram dan mengecek darah yang menempel di tangannya.


Dia raba kepalanya, topinya hilang. Headset dan tas yang berisi berbagai gadjet juga hilang karena tertinggal di mobil yang sudah meledak. Julian kebingungan bagaimana caranya mengontak para sahabatnya?

Julian menengok sekitar, gelap. Hanya ada satu cahaya di depannya, cahaya yang berasal dari lubang di atas yang berbentuk bundar tapi sangat tinggi lubang cahaya itu. Tatapan Julian langsung menegang saat dia merasa tempat tangannya bertumpu sedikit bergerak, teksturenya lembek dan berlendir. Saat Julian menengok ke arah lantai dia langsung berdiri dari lantai itu. Lantai yang terbuat dari daging, bergelombang seolah sedang bernafas. Daging yang terkoyak dari kulit lebih tepatnya.

Julian berlari kesana kemari mencoba mencari jalan keluar namun tak ada pintu satu pun. Julian justru harus dikejutkan dengan dinding yang lagi-lagi terbuat dari daging hidup, ruangan sempit dan gelap itu terbuat dari daging.

Julian meremas tangannya geram, dia tinju dinding lembek itu dengan kuat dan... “AAAAAAARGHHH!!!” Julian berteriak terkejut saat ada banyak mata yang terbuka dari dinding-dinding itu karena mendapatkan tinjuan Julian.

Julian langsung duduk memeluk lututnya, menyembunyikan wajahnya di balik lutut dan memejamkan mata sekuat mungkin. “Tuhan... Tuhaan.. tolong Julian...” ringisnya sambil menutup kuping.

“Arie... Adaam... Fahmi hikh... tolong.. Fahmi kalian dimana...” isak Julian yang putus asa dengan tubuhnya yang terjebak di ruangan asing ini.

“Julian... Julian...” panggil suara yang begitu kalem dan tenang.

Julian mencoba mengangkat wajahnya perlahan, dia langsung menyipitkan mata karena matanya terkejut akan cahaya yang sangat terang memenuhi ruangan ini. Perlahan penglihatannya mulai bagus, dan dia dapat melihat apa yang ada di depannya. “Fahmi!!!” teriak Julian langsung menerjang sosok pemuda berkacamata di depannya.

Julian menatap sekitar, dia terheran. Di ruangan apa lagi dia berada sekarang? Ruangan ini berwarna putih mulai dari lantai, dinding hingga langit-langitnya. Cahaya sangat terang, yang muncul entah dari mana, tak ada lampu di sini atau perabotan yang lain. Bahkan pintu pun tak ada, hanya ruangan kosong tanpa cacat.

“Iya ini aku, Fahmi.” Ucap suara itu dengan tenang. Dia juga tersenyum lembut pada Julian.

“Kamu gak terluka?” tanya Julian sambil memutar-mutar tubuh Fahmi.

“Hahaha.. kamu ini, seharusnya kamu gak terlalu memikirkanku. Aku gak apa-apa, justru kamu yang terluka kan?” tanya Fahmi sambil menyentuh perlahan luka di jidat Julian. Julian langsung meringis, “Maaf...” desis Fahmi.

“Ah gak apa-apa. Fahmi, Arie sudah ditemukan? Bagaimana dengan Adam? Kamu bersamanya kan?” tanya Julian bertubi-tubi.

Fahmi tersenyum aneh, “Untuk apa kamu memikirkan mereka sedangkan disini ada kita berdua hm?’’ Fahmi mendekatkan tubuhnya, mempertipis jarak antara dia dan Julian.

“Maksudmu? Tentu saja aku memikirkan mereka, karena mereka sahabat kita! Kita harus bersama bukan!”

Fahmi menyentuh kulit pipi Julian dengan lembut dan tersenyum tipis, “Mereka sedang bersenang-senang sayang. Dan kita pun akan melakukan hal yang sama.” Fahmi mencoba mendekatkan wajahnya pada Julian.

Julian langsung memundurkan langkah, “Eumm? Fahmi kamu aneh...” Julian menatap Fahmi dengan hati-hati.

“Gak ada yang aneh... Kamu gak usah khawatir, mereka akan menemui kita setelah selesai bersenang-senang. Kita menunggu dulu disini, sambil ikut bersenang-senang. Bagaimana?” Fahmi meraih tangan mungil Julian dan menggenggam lembut. Fahmi merengkuh tubuh Julian di dalam pelukannya, dia tahan pinggul Julian agar tak mencoba memundurkan diri.

“Bersenang-senang bagaimana?” keringat dingin mengalir di kening Julian.

“Bagaimana kalau kita bercinta untuk menghabiskan waktu yang tersisa.”

Julian sontak tertawa gelak, “Ahahaha... Kamu ini apa-apaan? Bercandamu mengerikan!” Julian menyenggol-nyenggol tubuh Fahmi dengan pinggulnya.

“Aku gak bercanda, sudah lama aku menginginkan tubuhmu.” Wajah Fahmi mendekat menyusup di sela-sela leher Julian dan menghirup aroma tubuh Julian.

“Aaaaakh... Ke-kenapa mesum denganku?!!” tanya Julian dengan nada tinggi.

Fahmi melepaskan cumbuannya, dia tatap wajah Julian dengan jarak dekat, “Sudah lama aku menginginkanmu, kurasa sekarang lah waktu yang tepat bagiku untuk melepaskan segala hasrat terpendamku.”

Wajah Julian memerah menatap wajah cool Fahmi dengan senyuman tipis, Fahmi melepas kacamatanya dan melempar ke sembarang arah. Julian baru menyadari bahwa Fahmi memiliki mata coklat yang indah dan selama ini tertutup kacamata. Hidung Fahmi yang mancung mendekat untuk bergesekan dengan hidung Julian, “Ekkh..” Julian membuang mukanya. Dia malu dan juga takut.

Julian menolak keras saat tangan Fahmi merayap di selangkangannya, “A-apa yang kamu lakukan?!!”

Fahmi langsung memasang wajah bengis dan marah, dia dorong kasar tubuh Julian hingga menabrak dinding. “Aaaaarkkhh...” Julian menggerang keras karena kepalanya terbentur, dia merosot terduduk ke bawah dan terlihat jelas noda darah Julian di dinding putih itu.

Mata Julian bergetar ingin membuka namun kesadarannya menipis. Fahmi mencengkram dagu Julian, tersenyum iblis, dia buka mulut Julian, mereka mendekatkan mulut dan ada cahaya merah dari mulut Fahmi yang mengalir memasuki mulut Julian.

Julian membuka mata secara mendadak, kemudian matanya menatap sayu dan berwarna merah.

Julian tersenyum aneh menatap Fahmi, dia mendekatkan wajahnya ke arah Fahmi dan mengecup pipi sang pangeran. Fahmi memejamkan mata untuk menikmati bibir kenyal itu menjalar di tubuhnya, Julian kini mendapat pengaruh iblis yang membuatnya tertarik dan bergairah oleh sosok yang ada di depannya sekarang.

Fahmi meremas pinggul mungil Julian, merebahkan tubuh pemuda oriental itu di lantai dan menindihnya. Fahmi melumat bibir Julian penuh nafsu, mereka saling melumat.

Fahmi mengecup kuping Julian, titik sensitif yang sukses membuat pemuda itu menggeliat tak keruan, “Aaaaaaah...” desah Julian sambil meremas punggung bidang Fahmi. Julian melingkarkan kakinya di paha Fahmi sedangkan Fahmi bergerak naik turun untuk menggesekkan alat vital mereka.

“Aaaaaahh... haaaahh... aaaah...” Julian tak bisa menahan desahannya saat bibir dan lidah basah itu merayap ke belakang kupingnya dan turun ke lehernya, menghisap-hisap leher Julian sedangkan tangannya melepaskan jaket putih Julian, menyingkap T-shirt merah yang Julian kenakan hingga membuat pusar dan puting Julian terekspose.

“Aaaaah... eenghh... Aaaah...” Julian kembali mengeluarkan desahan halus saat bibir Fahmi turun ke dadanya, menjilat, menghisap dan mengigit pelan dadanya.

Tangan Fahmi sendiri asik bermain di pinggul Julian, kadang menyusup ke belakang untuk meremas bokong cowok imut itu. “Eeeemhh... sreeppphhh... eemmmhhh...” terdengar suara isapan dan gumaman Fahmi saat memainkan mulutnya di tubuh Julian.

Tubuh Julian merinding, perlahan ‘junior’nya menegang dan terlihat dari celana jeans yang ia gunakan menciptakan gundukan yang mulai membesar. Dengan cepat Fahmi melepaskan celana Julian dan melemparkannya jauh. Fahmi turun menciumi perut Julian, mengecup pinggul samping Julian sehingga membuatnya menggelinjang geli.

Fahmi bergerak lembut namun erotis, membuat Julian merasakan sebuah kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Fahmi mengecup lembut junior Julian yang masih terbungkus CD namun secara mendadak Fahmi meremas dan mengocok junior Julian dengan cepat, “AAAH.. aah.. aah... aaah... ooooohhh. Fahmi.. aaaaaaargghhh.... ooooohh...” erang Julian sambil memejamkan mata, terlihat sedikit frustasi dan meremas rambutnya sendiri. Julian merasa gemas, menginginkan lebih.

Fahmi menurunkan CD Julian, melahap junior Julian hingga habis dan meremas-remas bolanya. Fahmi membasahi dan memberi pelicin pada junior Julian dengan salivanya kemudian mengocok pelan sedangkan mulutnya turun ke bawah untuk menghisap-hisap bola Julian. Terlihat batangan itu sangat mengeras hingga naik nyaris menyentuh pusarnya, berwarna putih bersih dengan warna kemerahan di ujungnya. Fahmi sangat gemas memainkan ujung junior Julian menggunakan jempolnya.

Bibir Fahmi terus menjelajah menghisapi paha dan betis Julian, memberikan kiss mark dimana-mana.

Puas mencicipi sekujur tubuh Julian akhirnya Fahmi melepaskan pakaiannya, menunjukkan tubuh  tinggi, langsing namun memiliki otot padat yang tak berlebihan seperti binaragawan. Fahmi kembali merayap ke atas tubuh Julian bergesekan, saat kedua batang itu beradu Julian kembali mendesah, “Aaaah.. enghhh... aaaahhh...” dengan mimik manja, pemuda itu memeluk gemas tubuh Fahmi dan menyusupkan wajahnya di dada Fahmi.

Julian terus menikmati sensasi sensual itu hingga akhirnya dia berteriak kesakitan saat ada benda padat yang memasuki lubangnya, “AAAAAAARGHHH... Aaaaaaakhhh... aaaaaakhhh... sakittt... aaah...” Julian memejamkan matanya yang berair tak kuasa menahan tangisnya karena sakit yang sangat mendalam.

Kejantanan Fahmi yang memasuki Julian mulai bergerak maju mundur dengan cepat, mata Julian yang awalnya merah mulai berubah menjadi hitam secara perlahan, rasa sakit yang luar biasa itu membuat pengaruh kenikmatan yang dikirimkan menjadi memudar. Kesadaran Julian mulai kembali dan betapa terkejut saat ia membuka mata tubuhnya digerayangi dan dimasuki oleh makhluk-makhluk aneh seperti manusia, tak memiliki rambut, wajah, kulit, hanya daging membungkus tulang,  makhluk yang mirip dengan yang menyerang Arie sebelumnya dengan tubuh yang lengket berlendir dan berbau amis. Ruangan pun kembali menjadi ruangan daging seperti pemandangan Awal. “Aaaaaaaarggghhhh... aaaaaaaaaahhhh...” teriak Julian panik saat makhluk itu jumlahnya semakin banyak hampir memenuhi ruangan dan mereka menggerayangi Julian. Rupanya sosok Fahmi yang Julian lihat hanya ilusi yang dibuat oleh makhluk-makhluk iblis tadi.


TBC

Itu rasanya habis diambung ke angkasa terus dilempar ke bawah ya wkwkwk udah dikira anu sama cwok ganteng eh nasib.a sama juga dirape yg ngeri-ngeri...

Cerita nasib arie di part selanjutnya.
Yaudah ditunggu koment kalian yg sangat berharga. I love u readers :*

2 comments: