Thursday, February 18, 2016

Roommate (Part 5)



Roommate (Part 5)

By: yanz

Enjoy it~


-Aries POV- beberapa minggu kemudian-


Ini weekend, harusnya sih bakal menyenangkan karena aku bisa mengistirahatkan badanku yang rasanya lelah semua. Tapi ada suara yang bikin ototku kembali tegang, “Hoooeeekkk... aaarggg hooeekk...”


Aku langsung ikut masuk kamar mandi, aku lihat April lagi muntah-muntah di waftafel, aku usap-usap punggungnya, “Kamu kenapa?” tanyaku khawatir.

Dia langsung mencuci mulutnya, waktu ngehadap aku dia masih mau muntah walau ditahan, “A-aku mual Ries, pusing juga, badanku gak enak semua.”

“Kamu sakit? Ayo kita ke dokter!”

Tapi dia malah senyum aneh dan menggeleng, “Gak Ries... ini.” Dia nyodorin tespek, “Aku hamil, Ries. Anak kita.”

Mataku melotot gak percaya, “GIMANA BISA!”

“A-aku gak tau..” April menunduk dalam sambil meremas tangannya.

“Kamu gak suntik bulan ini?” aku remas bahunya dan berusaha angkat wajahnya.

“Suntik kok... tapi... tapi kan alat kontresepsi gak selalu akurat Ries.”

“Gimana bisa gak akurat kalau lima tahun ini kita aman-aman aja! Kamu sengaja ya!” aku makin geram, dia pasti sudah rencanakan ini kan.

“Ries... u-dah... mungkin memang takdirnya janin ini akan lahir.”

Aku menggeleng dan menghempaskan badan ke kasur. Aku bisa rasain April bergelayut manja dan berusaha meluk tapi aku abaikan. “Ries kamu bakal tanggung jawab kan? Kamu bakal nikahin aku kan?”

Aku tertawa sekarang, “Hahaha sudah aku tebak, ini Cuma akal-akalan licik kamu doang kan supaya bisa aku nikahin! Gak Pril, kamu pikir aku bego hah!”

April menangis pecah, “Tapi ini anak kandung kamu Ries! Kamu harus tanggung jawab, Ries tolong kamu gak mungkin setega ini kan sama kami?” April sedikit hilang kontrol sekarang, caranya bikin aku muak.

“Aku gak pernah minta anak itu, aku gak pernah rencanain! Itu mau kamu jadi itu anak kamu terserah kamu mau pertahanin atau mau gugurin aku gak perduli. Kamu gak bakalan bisa pakai cara ini buat kabulin mau kamu!”

Dia gak lagi berkata apa-apa setelah itu, Cuma duduk di sisi kasur, aku masih bisa dengar suara tangis sesegukannya. Jujur aku sakit juga dengarnya, siapa sih kekasih yang gak iba kalau dalam posisi kaya gini? Aku sayang dia, aku cinta dia tapi aku gak mau married. Apa bedanya sih nikah atau gak sama aja kan kaya sekarang ini.

Hari makin hari April mengurus, dia jadi jarang makan, kami bicara Cuma seperlunya, dia pucat banget rasanya aku juga ikut sakit kalau lihat April kaya gitu. Aku coba belikan dia soto ayam kesukaannya, “Sayang, masih hangat. Makan ya.” Bujukku sambil memeluknya dari belakang.

Paling dia makan beberapa sendok terus nutup mulut dan lari lagi ke toilet terus muntah-muntah. Setelah itu makanannya gak lagi dia sentuh.

April berubah jadi dingin, dia gak mau banyak bicara denganku, gak pernah senyum, gak pernah curhat ataupun main. Kadang kalau aku minta jatah pun dia kaya pasrah aja ngelayanin aku. Melihat kondisinya aku jadi nyesek sendiri, “Ummm kamu lagi ngidam sesuatu gak?” aku tanya April sambil memeluk perutnya.

Dia Cuma diam, itu sudah kerjaannya sepanjang hari diemin aku. Aku remas tangannya, makin berasa kurusnya. Aku mencium tengkuknya dan rasanya mataku panas, mataku sekarang berkaca-kaca karena aku bingung.

Aku inisiatif menuhin kulkas sama buah-buahan, aku banyakin pisang sama apel sih biar dia bisa bertahan hidup walau susah makan nasi. Sisanya aku belikan yang asam asam kaya jeruk, manggis, palem dan mangga muda.

Waktu pulang kerja aku lihat dia lagi di meja makan lagi kupasin buah, dia tatap aku tajam aku ngerasa asing. Aku tersentak waktu lihat kucuran darah mulai merembes ke meja, langsung kurampas pisaunya, “Bodoh kamu ngapain iris tanganmu sendiri hah!!” emosiku naik lagi kan.

Dia Cuma bisa nangis sambil tertunduk. Dengan cepat aku ambil kotak p3k. Aku bersihkan dan balut lukanya yang cukup lebar. “Kamu bikin aku khawatir...” lirihku sambil menatap dia sedih.

Dia Cuma menangis dalam diam, “Emang kamu perduli? Bodoh amat kan bagimu bayi dan aku ini.”

Aku meremas kepala kesal, “Jangan mancing deh.”

“Ok aku diam. Aku emang salah, selalu salah.”

Aku menghela nafas berat melihat kelakuannya sekarang. Aku coba mencium dia tapi dia nolak. Kayanya April udah mulai capek sama aku. Dia natap aku, air matanya kembali ngalir, aku bisa lihat bibirnya bergetar seolah mau ungkapin sesuatu, “Ries... I-ini yang terakhir kalinya aku minta kamu. Tolong nikahin aku Ries.”

“Apaan sih...”

“Kamu gak mau?”

“Harus berapa kali aku bilang hah?”

“Okay... Mungkin sampai sini perjuanganku Ries. Aku nyerah sama kamu. Kita putus.” Dadaku rasanya bergemuruh, aku bingung harus lega atau kesakitan. Ini pertama kalinya dia bilang putus. Apa dia gak nyesal ninggalin apa yang dijalanin selama ini? Apalagi dengan kondisinya, ah come on dia hamil muda dengan kondisi fisik maupun psikis yang lemah yang benar aja putus di posisi kaya sekarang.

“Kamu bercanda kan?” tanyaku ragu.

April masuk ke kamar, aku ikutin dia. Dia masukin baju-bajunya dalam koper. “Kamu mau kemana hah?” tanyaku kesal.

“Pulang, udah waktunya aku nurutin apa mau ortu aku. Mungkin aku bakal setujuin perjodohan mereka.”

Aku ketawa ngejek, “Nikah? Sama cowok lain? Ahaha gila, cowok mana yang mau nikahin cewek bunting kaya kamu hah! Apalagi kamu itu bekas aku yang udah aku pakai lima tahun udah enak lagi!”

Dia langsung meninjuku keras, hidungku sampai berdarah, aku terdiam menatap April, “Cukup. Kamu gak mungkin bikin aku sakit lebih dari ini kan Ries, aku sakit banget Ries, rasanya mau mati saking sakitnya. Tapi aku tetap berjuang demi ortu aku dan yang ada dalam kandungan aku sekarang. Aku gak nyangka Ries kita bakal kaya gini, padahal aku cinta kamu sangat dalam Ries. Tapi sekarang aku kecewa terlalu dalam.”

Aku gak bisa nahan air mataku sekarang. Bodohnya aku bisa ikutan nangis segala, “Terserah... pergi aja sana! Aku bisa bahagia kok tanpa kamu!” ucapku dengan ego yang besar.

“Baguslah...” semua sudah rapi kemudian, “Aku bawa mobilnya Ries, dan rumah ini milikmu seutuhnya sekarang. Oh ya barang-barangku yang tersisa tolong kirimkan di pos aja, aku udah ajukan surat pengunduran diriku di kantor jadi aku gak bakal balik lagi ke kota ini.”

Aku Cuma bisa diam mendengar suara mobil itu hidup dan pergi menjauh.

Yaaa yaa yaaa... sakit hati, patah hati bukannya hal biasa yang dialami manusia kan? Lagian aku sudah berkali-kali patah hati dan bisa bangkit kembali.

Aku tinggal telpon Gilang gebetan baruku kemudian bersenang-senang dan waaah sedih pun hilang kan!

Yaaah beberapa hari setelah putus aku cukup tegar dan cukup sukses menepis rasa sakit dan rasa bersalahku tapi setelah itu sakitnya baru berasa. Rumah ini rasanya kaya neraka. Aku merasa ada yang hilang, aku kehilangan moment yang sudah jadi kebiasaanku.

Di setiap sudut selalu ada bayangan April. Aku berdiri di dapur, meraba kompor rasanya masih hangat dalam ingatanku dia berdiri disini, memasakkan sarapan yang lezat, tersenyum lembut kemudian berkata mesra, “Sayang ayo kita sarapan.”

Aku meraba meja makan, terbayang dia lagi menyuapiku, kami makan sambil bercanda ceria...

Di ruang tamu tempat kami asik main game sambil tendang-tendangan kalau berantem, dia lucu kalau ngambek, kapan ya dia ngambek kaya gitu lagi?

Aku mulai berjalan ke taman kecil kami, biasanya sebelum jogging kami siramin tanaman dulu, dia suka iseng injak selang sehingga airnya mampet dan begitu aku tengok kerannya eh malah airnya nyemprot ke mukaku. Dia ketawa jahil lihat aku basah dan kami malah siram-siraman. Aku terkekeh pelan kaya orang gila begini Cuma karena mengenang masa manis kami.

Dan puncaknya ada di kamar. Rasanya sesak ketika bangun gak ada dia lagi, biasanya aku selalu rasain pelukan hangatnya, melihat wajah flawlessnya yang minyakan itu kalau baru bangun, bermanja dan bercinta. Aku kalah sekarang, kalah dengan rasa rindu dan sakit yang terlalu dalam.

Aku gak percaya hubungan kami yang penuh perjuangan selama ini akhirnya kaya gini. Apalagi kalau aku ingat ketika kami baru kenal, dimana aku merasa nyaman dan akrab sama cewek ganteng itu. Astaga aku sangat sesak, April aku benar-benar kesepian sekarang. Disaat aku rapuh, Dia benar-benar kuat gak hubungin aku lagi.

Aku coba telepon dia nomernya gak aktif, waktu aku cari ig dan fb-nya semua deactive. Kenapa dia ngilang kaya gini?

Waktu aku bener-bener putus asa dengan rasa sedihku, ada suara bell yang bikin aku semangat berlari. “Umm kurir?” desisku waktu sampai di depan pintu.

“Ada paket untuk mas Aries.”

“Ya saya sendiri.”

Kurirnya menyodorkan selembar amplop tipis berwarna kecoklatan  itu. Begitu aku buka, isinya undangan pernikahan dan disitu tertulis nama April dan Yoga.

Aku serasa disambar petir seketika.

TBC



1 comment: