Saturday, February 6, 2016

Desa Loranten (part 1)



Desa Loranten (part 1)

Genre: thriler, horror, homo, romantis

Rate masih T tapi di chapter-chapter berikutnya rate Mature.

By: Yanz

**

Terdengar dentuman keras musik R&B dari dalam sebuah mobil berwarna hitam yang berisi empat orang pemuda tampan. Mereka sudah melakukan perjalanan seharian penuh tapi belum jua sampai ke tempat tujuan yaitu tempat dimana Rani, sahabat mereka berempat yang akan melaksanakan pernikahan besok pagi.


“Rie, haus nih, laper juga. Beli sesuatu ya?” rengek Julian cowok oriental bertopi merah, berpakaian modis dan mengenakan headset putih di kupingnya.

“Ok.. ok, di depan aku lihat ada warung. Bagaimana kalau kita mampir untuk istirahat sejenak guys?” tawar Arie pemuda yang berpakaian simple dan mengenakan anting hitam, namun dia memiliki bibir sexy yang sangat merah dan menawan. Arie lah yang mendapat giliran menyetir sejam terakhir. Mereka menyetir bergantian.

“Hm...” gumam Adam datar, pemuda yang memiliki badan paling atletis di antara mereka berempat ini memang memiliki kepribadian cool, tampilannya sedikit urakan dengan jeans sobek-sobek, singlet hitam dengan jaket kain jeans.

Sedangkan Fahmi hanya mengangguk, pemuda berkacamata ini kurang lebih sama cool-nya dengan Adam. Hanya saja dia lebih rapi, Fahmi mengenakan kacamata dan kemeja coklat yang sedikit ketat membuat tubuh tingginya terlihat sexy seperti model-model majalah Korea.

Saat mobil di parkirkan di depan warung yang lumayan lengkap mulai dari makanan berat sampai jajanan pun ada. Mereka keluar dari mobil secara rapi. Adam langsung masuk ke dalam untuk memilih minuman ringan dan rokok, Fahmi memilih langsung duduk di kursi pelanggan, Arie merenggangkan otot bersama Julian. Julian terlihat paling lincah dan bersemangat di antara mereka berempat, pemuda uke ini melompat-lompat dan menendang udara tanpa tujuan.

“Julian, ayo masuk!” suruh Fahmi yang sedikit kebingungan melihat tingkah sahabat
Terdekatnya itu.

Julian langsung berlari ke arah Fahmi, duduk di bangku panjang di sebelah Fahmi dengan sedikit brutal. Fahmi geleng-geleng kepala melihat betapa hyperaktifnya sahabatnya ini, kemudian dia acak-acak rambut Julian dengan gemas. Kegiatan rutin yang Fahmi lakukan ketika geregetan akan sikap Julian.

“Eh.. aku mau makan bebek goreng saja lah kalau begitu. Kalian mau apa?” ucap Arie sambil menatap menu makanan yang terpampang di dinding.

“Samain aja..” jawab Adam sambil duduk di hadapan Fahmi dan Julian sedangkan di sampingnya ada Arie.

“Ayam bakar!” sahut Julian dan Fahmi secara bersamaan. Julian tertawa-tawa mendengar kebetulan itu dan mendorong-dorong Fahmi dengan jahilnya, “Ah kau ini selalu membaca isi hatiku hehe..” ucapnya cengengesan.

Arie pun ke arah penjual untuk memberitahukan pesanan mereka.

“Sepertinya kita akan terlambat sampai di tempat acara besok.” Ucap Adam.

“Terlambat yang dipikirin, capek tau...” protes Julian.

“Mau bagaimana lagi, ternyata tujuan lebih jauh dari pada perkiraan. Tau begini harusnya kita berangkat dua hari yang lalu agar punya cukup tenaga nantinya.”

Arie mengambil sesuatu dari tas ranselnya. Rupanya dia mengambil handphone, dia terdiam cool sambil mengutak-atik Hpnya. Oh rupanya dia membuka google map, “Ah ada solusi nih agar tak terlambat. Di depan kita ada dua jalur persimpangan jalan, kalau lewat jalur kanan itu akan lebih lama karena memutar, kita pilih jalan kiri saja itu jalan pintas lebih cepat.. melewati Desa Loranten.” Saran Arie.

“Aku sih ok ok saja...” jawab Adam sambil menghisap rokoknya.

Pemilik warung yang mengantarkan makanan sempat mendengar percakapan mereka, “Maaf nak, sebaiknya jangan lewat Desa Loranten. Bahaya.” Ucap ibu-ibu yang berumur sekitar 40 tahunan itu.

“Memang kenapa bu?” tanya Julian penasaran. Fahmi membenarkan kacamatanya untuk memperhatikan lebih detil.

“Semenjak insiden kebakaran dua tahun lalu, Desa Loranten menjadi desa mati.”

“Yaelah gitu doang, apa yang perlu ditakutkan.” ucap Arie sewot dengan wajah meremehkan.

“Dengarkan dulu Rie! Lanjut bu, ceritanya.” Tegas Adam.

“Jadi, setiap ada orang terutama lelaki yang masuk di desa itu tak pernah selamat. Beberapa wanita yang selamat melihat jelas terror mengerikan yang ada di dalam sana hanya ada dua yang selamat setau saya, itu pun dengan luka mengerikan. Mereka meceritakan terror dari makhluk-makhluk siluman atau arwah di dalam sana. Sedangkan lelaki yang masuk ke dalam sana tak pernah ada yang selamat, bulan lalu kami menemukan tubuh lelaki seumuran kalian dengan kondisi 60% dipenuhi luka bakar dan kehilangan alat vitalnya. Seolah digerogoti makhluk buas.”

Julian yang merinding langsung meremas paha Fahmi, dia terdiam seribu bahasa. Sedangkan Fahmi menggenggam tangan Julian yang ada di pahanya.

“Apa sudah diuji di ITB dan IPB? Haha...” ledek Arie.

“Rie jaga bahasamu!” bentak Adam. “Memangnya tak ada petugas keamanan yang menyelidiki bu? Bisa saja ini tindakan kriminal dari manusia atau hewan buas.”

Ibu melanjutkan ucapannya dengan nada menakutkan, “Para polisi maupun pemuda di kampung ini sudah mencoba masuk ke sana untuk mencari tau, tapi tak ada satu pun yang kembali. Sehingga kami tak lagi mencoba mencari tau apa yang ada di dalam sana, polisi pun menutup kasus ini.”

Arie mendengus nafas kesal, “Hoax hoax...” ucapnya tengil.

“Kalau begitu kita lewat jalur kanan saja, biar aku yang menyetir dengan kecepatan tinggi agar kita sampai dengan cepat.” Ucap Fahmi.

“Ah come Fahmi, kita baru saja menemukan jalan keluar agar tak terlambat, bagaimana bisa berubah planing! Perjalanan kita itu masih jauh, dengan melewati jalur kiri saja kemungkinan sampai jam lima pagi, apalagi kalau lewat jalur kanan. Kau mau kita sampai besok lusa hah?” ucap Arie dengan nada yang sedikit kasar.

“Ok fix, kita lewat jalan kanan.” Ucap Adam datar.

“Hah? Dam yang benar saja!” Arie berdecak kesal. Ibu pemilik warung tadi langsung pergi tanpa mau ikut campur.

“Aku ketua disini, aku yang paling tua dan aku memiliki kewajiban untuk menjaga keselamatan kalian semua!” tekan Adam.

“Aku yang memegang kunci mobil dan aku yang mendapat giliran menyetir. Jadi aku yang mengambil keputusan jalan mana yang akan diambil!”

Fahmi menyentuh lengan Arie agar lebih rileks, “Rie, apa kau tak dengar cerita ibu tadi?”

“Apaan hah? Mistis? Mitos? Hoax? Come on guys, kita ini mahasiswa! Kita ini orang intelek, masuk akal gak sih percaya sama tahayul seperti ini!”

Adam merangkul Arie, “Bukannya percaya Rie, tapi ada baiknya kita mencari aman.”

“Aku juga mencari aman, agar kita bisa melakukan perjalanan santai, singkat dan tak terlambat di resepsi nanti!” bentak Arie. Semuanya terdiam. “Hedeeh... kalian jangan pengecut deh..” lanjutnya.

Julian yang dari tadi hanya diam mendadak memasang wajah ceria, “Wah perjalanan mistis ya, melewati desa mati. Sepertinya akan seru yeay!” teriak Julian semangat.

“Nah Julian aja setuju, kau emang sohibku yang paling mantab..” Arie melakukan toss dengan Julian.

“Fahmi, Adam.. boleh ya?” rengek Julian. Tapi dua seme itu hanya terdiam menimbang keputusan.

“Kakak~~ boleh ya?” bujuk Julian dengan manjanya sambil menggenggam tangan Fahmi dan Adam. Sontak dua seme itu luluh lantak pertahanannya. Mereka pun pasrah.

**

Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore, langit mulai terlihat redup. Saat mobil mereka mamasuki Desa Loranten, terasa sekali suasana mencekamnya. Terlihat ada banyak bangunan-bangunan kosong yang menghitam karena bekas api, ada banyak juga rumah yang rata dengan tanah, tapi beberapa bangunan beton masih berdiri utuh hanya saja terlihat tak terawat, rumput dan tumbuhan menjalar di tiap bangunan, memberi kesan angker yang lebih mendalam.

“Wuihh manteb, mendadak ada kabut padahal dari tadi gak ada kabut. Ah jangan-jangan kita masuk acara super trap, di sana-sini ada kru kameramen, kita dibikin takut terbirit-birit buat jadi bahan lelucon mereka. Jangan-jangan ibu-ibu tadi juga kru yang meyakinkan kita! Hahaa.. lucu lucu..” ucap Arie mengejek.

Adam terdiam, dia melihat sekitar dari kaca sambil meremas lutut Arie. Benar-benar kabut, mobil terpaksa berjalan lebih lambat dengan lampu yang dinyalakan.

“Wah seperti silent hill...” desis Julian dengan mata berbinar. Fahmi mengigit bibir, mulai gelisah.

“Kita balik saja deh... aku mulai merasa gak enak.” Ucap Fahmi.

“Bwahahaha.. kau takut Fahmi? Adam, kenapa kau meremas lututku? Takut juga? Hahaha.. lucu suerr... kalian berdua, cowok-cowok yang aku akuin kejantanannya masa takut sama hal beginian hah?” ucapan Arie semakin meremehkan saja. Rahang Adam sampai mengencang menahan amarah dia jauhkan tangannya.

“Kenapa Cuma mereka berdua? Kejantananku tak diakui?” tanya Julian dengan wajah polosnya.

Arie menengok ke belakang, “Hahaaha.. tau deh..”

“Rie, fokus ke jalan Arie!” bentak Adam yang semakin kesal dengan Arie yang banyak tingkah.

“Iya iya...” jawab Arie malas-malasan karena kesal selalu dimarahi Adam.

“AWAS!!!” teriak Fahmi shock.

BRUUUKK!!!

“A-astaga.. apa yang aku tabrak barusan?” tanya Arie tergagap

“Aku tak melihat apa-apa..” ucap Julian dengan bahu menegang.

“Orang tadi! Aku yakin tadi orang! Kau lihat kan tadi Dam?” ucap Fahmi panik.

“Aku juga tak melihat apa-apa... tapi suara tabrakannya sangat keras.” Jawab Adam.

“Ah.. paling binatang liar. Aku cek dulu deh...” ucap Arie dengan tengilnya.

Adam langsung meremas bahu Arie, “Aku gak yakin ini cukup aman.”

Arie tertawa, “Yaampun Dam, kau masih paranoid? Aku buktikan ya kalau ini bukan sesuatu yang membahayakan...”

Fahmi menggeleng-geleng, “Jangan.. mending kita lanjutkan perjalanan. Kau mungkin benar, itu Cuma hewan liar. Tadi aku hanya berhalusianasi.” Fahmi mencoba menutupi ketakutannya dan menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

“Pengecut ya kalian ini! Nih ya, aku keluar dan aku buktikan tak akan terjadi apa-apa!” Arie dengan keras kepalanya keluar dari mobil, dia menuju ke arah depan. Tak terlihat makhluk apapun. Dia menengok ke kolong mobil, juga tak ada apa-apa. Dia mulai mengelilingi mobil, saat sampai di belakang mobil Arie terdiam menghirup udara, “Bau pembakaran... mungkin debu bekas kebakaran ini menyebar ke udara karena ditiup angin.” Desisnya.

Dengan wajah riang gembira Arie kembali ke pintu mobil, dia membungkuk menatap Adam dan yang lain, “Nah tak ada apa-apa kan? Kalian sih pengecut banget haha... aah aaaaaaargghhh!!!” Arie berteriak shock saat ada banyak tangan yang menarik tubuhnya secara kasar.

Adam yang melihat langsung berlari keluar, mengejar tubuh Arie yang diseret di aspal oleh belasan tangan-tangan panjang yang seperti mengalami luka bakar, gosong bercampur darah.

Adam tersengal-sengal dan menendang udara kesal karena seretan itu terlalu cepat hingga Arie lenyap ditelan kabut. Adam berjongkok, menyentuh aspal yang terkena noda darah. “Arie.. ya Tuhan semoga dia baik-baik saja.” Lirih Adam.

Adam kembali berlari ke arah mobil, masuk ke dalam dan mengunci pintu mobil dan menatap lekat ke arah Julian yang memeluk Fahmi dengan erat, “Ta-tadi ada apa?” tanya Julian dengan suara bergetar.

“Entahlah... aku tak melihat dengan jelas.” Bohong Adam agar tak membuat Julian makin panik.

“Jadi kita harus bagaimana sekarang?” tanya Fahmi.

“Hmm.. aku antar kalian kembali ke warung tadi, aku akan mencari Arie setelah itu.”

“Tapi bahaya Dam.. aku lihat tadi itu...” cegah Fahmi.

“Sssst... tak apa-apa, apapun yang terjadi denganku, yang pasti aku harus berusaha mencari Arie.”

“Gak Adam, aku ikut. Antar Julian saja, dia masih shock.” Ucap Fahmi sambil mengusap kepala Julian.

Julian melepaskan pelukannya, “Aku juga ikut! Kita berangkat bersama dan pulang pun harus bersama!”

“Iya dek, kita pasti akan pulang bersama. Tapi sekarang kalian mengungsi dulu di tempat aman, nanti aku dan Arie akan kembali. Ok?’’ bujuk Adam.

“Ta-tapi... bagaimana pun kita harus bersama, berjuang bersama! Pokoknya aku tak mau ditinggal.”

Fahmi mengusap pipi Julian, “Kamu lihat makhluk tadi kan? Apa kamu tak takut?”

“E-enggak! Selama ada kalian, aku tak takut!”

“Bagaimana kalau kita terpisah hm? Kejadian pada Arie terulang pada kita bagaimana?” Adam mencoba menakut-nakuti agar Julian menyerah.

“Yang penting aku sudah berjuang bersama kalian. Kalian kan sahabatku. Tetap bersama ya?”

Adam menghela nafas, “Ok ok.. fine, kita lanjutkan perjalanan ke depan, ikuti arah darah di aspal itu.”



TBC

Ini horror dari author amatir kaya aku, jadi dimaklumi jelek ya. ._.v

Komentar komentar


1 comment:

  1. Baca Punyaku juga yah.. bantuin aku biar aku bisa jadi writer juga :) Pengen Punya Laptop :(
    Cerita Gay Khusus Cowok ( http://khusus-cowok.blogspot.co.id )
    Love Season Episode 2 'Cerita Gay Romantis Semi' ( http://khusus-cowok.blogspot.co.id/2016/02/love-season-episode-2.html )

    ReplyDelete